Dimensi Keindahan Bagian dari Perspektif Pariwisata dalam Islam - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

23 Juni 2022

Dimensi Keindahan Bagian dari Perspektif Pariwisata dalam Islam

PADANG, POTRETKITA.net - Islam tidak melarang berwisata. Masalahnya, banyak kalangan menjadikan muamalah duniawiyah rigid dengan syariah. Pariwisata adalah bagian dari muamalah.

Demikian dikatakan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir, Kamis (23/6), saat menyampaikan arahan pada Seminar Pra-Muktamar Muhammadiyah Asyiyah ke-38 yang dilaksanakan Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat (UM Sumbar). Seminar dilaksanakan secara hybrid. Hadir di Auditorium UM Sumbar Pasirkandang Padang itu, jajaran pimpinan Muhammadiyah se-Sumbar, sementada Haedar hadir secara virtual.


Haedar mengatakan, pariwisata dan budaya dalam perspektif keagamaan capakali terdapat kontroversi, aspek tersebut perlu dituntaskan terkait aspek yang legal dan ilegal dari pariwisata dan budaya dari perspektif Agama Islam.



Menurutnya, pariwisata dan budaya diletakkan sebagian bagian dari muamalah duniawiyah, bukan diletakkan di wilayah aqidah. Sebab menurutnya jika salah meletakkan, akan berakibat munculnya masalah teologis.


"Jika meletakkan pariwisata dan budaya di wilayah muamalah duniawiyah akan mendapatkan banyak kelonggaran sebab terdapat aspek yang banyak bolehnya. Haedar menyayangkan, karena kuatnya islamisme menjadikan urusan-urusan muamalah duniawiyah dibuat rigid dengan syariat," sebutnya.


Padahal Islam dari kacamata Haedar dipercaya memiliki landasan kuat dalam urusan muamalah, termasuk urusan pariwisata dan budaya. Sebab dalam Alquran tidak sedikit ayat yang menerangkan supaya manusia untuk menjelajah bumi, artinya menjelajah tersebut ada dimensi melihat keindahan dan itu adalah pariwisata.


Menjelajah untuk melihat keindahan bagi muslim tidak boleh melahirkan euforia berlebihan, tetapi justru harus melahirkan syukur atas nikmat yang dihamparkan tersebut. Berwisata memiliki dimensi illahi yang membangkitkan dan memicu rasa syukur atas nikmat.


“Ada tasyakur bi nikmah, kemudian didalamnya ada membuat hati, pikiran kita juga bahagia-tenang. Lebih jauh lagi melahirkan pikiran kita untuk bagaimana memakmurkan alam, mengelola alam itu,” ucapnya.


Kreasi dan inovasi untuk pariwisata di sisi lain, kata Haedar, bagi manusia adalah memerankan fungsi sebagai khalifah fil ardh. Sebagai pemimpin bumi, manusia boleh mengelolanya dengan motif ekonomi tapi juga harus dibarengi dengan menjaga, merawat, dan melestarikan alam sebagai amanah yang harus dijaga.


“Orang Islam itu harus inovatif, kreatif, bahkan juga harus produktif. Karena kita hidup di dunia, dan akhirat itu hanya bisa kita lewati melewati dunia. Maka disebut ad dunya mazroatul maghfirah,” ucapnya.


Berkreasi melalui karya wisata, menurutnya juga harus dilakukan oleh umat Islam. Akan tetapi dengan selalu mengindahkan dunia, tidak merusaknya dan terus merawatnya. Peran pemimpin bumi harus dijalankan oleh manusia secara positif melalui amal-amal kebaikan dalam bentuk apapun, termasuk berkreasi wisata yang menyenangkan orang dan membuka lowongan kerja.(muhammadiyah.or.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad