PADANG, POTRETKITA.net – Sejak 2018 sudah eksis institusi keuangan milik Muhammadiyah. Namanya Dana Pensiun (Dapen) Syariah Muhammadiyah. Kini sudah 2022, tapi kok rasa-rasanya dari Sumatera Barat belum pernah dengar keberadaannya.
![]() |
| Muhammad Najmi |
“Persyarikatan sudah punya namanya Dapen (Dana Pensiun), namun realisasinya kembali ke masing-masing Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM). Informasi yang saya dapat dari seorang sahabat, kini beliau direktur Dapen dan juga komisioner Badan Wakaf Indonesia, dana yang berputar di Dapen Muhammadiyah per Juni 2020 tercatat Rp349 miliar,” kata Muhammad Najmi, seorang kader potensial Muhammadiyah Sumatera Barat.
Menurutnya, dalam rangka optimalisasi hasil investasi, Dana Pensiun Syariah Muhammadiyah dalam beberapa tahun terakhir, melakukan penempatan langsung dananya dengan menjadi pemegang saham pengendali, pada satu Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dan satu BPR konvensional di Yogyakarta.
Selain penempatan pada sektor perbankan, ujarnya, Dana Pensiun Syariah Muhammadiyah juga telah mendirikan anak perusahaan yang bergerak di bidang general trading, yang berkantor pusat di Jakarta.
Laman resmi Pusat Pembinaan Profesi Keuangan di bawah Kementerian Keuangan RI, pada 6 Juni 2018 merilis, kinerja Dana Pensiun Muhammadiyah terus meningkat.
Dede Harris Sumarno yang pada waktu berita itu dirilis menjabat sebagai wakil direktur Dana Pensiun Muhammadiyah menjelaskan, peningkatan kinerja institusi itu ditargetkan meningkat 10 persen setiap tahun.
Menariknya, Dana Pensiun Muhammadiyah untuk mencapai tingkat pengembalian investasi (return on investment, RoI) sebesar 10 persen tiap tahun tersebut, juga menerapkan strategi menarik, yaitu aktif jual beli saham di perdagangan Bursa Efek Indonesia.
“Kami memiliki pegawai khusus yang bertugas untuk aktif dalam perdagangan saham, dan ada yang memang kami beli lalu tinggal (buy and hold), untuk saham-saham apa saja, kami berpedoman pada Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) sesuai arahan investasi,” katanya.
“Semoga ke depan, sektor ekonomi pun tak luput dari perhatian pengurus atau pegiat Muhammadiyah,” sebut Najmi.
Modal Pemegang Saham
Pembahasan tentang institusi keuangan dan investasi di Muhammadiyah mengemuka, setelah Sekretaris Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Pasaman Barat Mizlan memberi kabar, saat ini PT Bank Perkreditan Rakyat Syariah-Mentari Pasaman Saiyo (BPRS-MPS), sedang butuh pasokan dana segar, guna memenuhi modal pemegang saham, sebagaimana persyaratan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
BACA PULA : Ayo Selamatkan BUMM Mentari Pasaman Saiyo
Untuk solusinya, PDM Pasaman Barat bersama pihak manajemen BPRS-MPS sudah menawarkan kerjasama ke PWM Sumbar, Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, sampai ke Pimpinan Pusat Muhammadiyah sejak 2019 lalu.
“Sejauh ini belum ada hasil. Kalau benar ingin mendirikan BUMM, tak usah yang baru. Penuhi saja kewajiban kita ke OJK. Pada 31 Desember 2025 angka Rp6 miliar yang disyaratkan itu harus sudah terpenuhi. Sekarang butuh Rp700 juta lagi untuk mencapai Rp3 miliar pada akhir 2022 ini,” jelasnya.
Untuk mempertahankan keberadaan BPRS-MPS itu, Mizlan mengaku, PDM Pasaman Barat kini dalam keadaan terdesak. Ada banyak investor yang ingin menanamkan modal mereka di bank milik Muhammadiyah itu, tapi keluarga besar Muhammadiyah di kabupaten sawit itu belum mau memberikan.
Mizlan menjelaskan, sejak diresmikan Ketua PWM Prof. Nur Anas Djamil pada 27 Juli 1996 atau 26 tahun silam, usaha mempertahankan BPRS-MPS itu memang tidak mudah. Bila persyaratan OJK tak dapat dipenuhi hingga batas waktu yang ditetapkan, “Maka tamatlah riwayatnya,” sebutnya.
Kekhawatiran bila BPRS-MPS tamat riwayat, juga muncul dari warga dan pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat. “Mudah-mudahan ini tidak merupakan sikap keputusasaan,” komentar Nurul Hadi, seorang warga Muhammadiyah Sumbar.
Dia menyebut, sejak awal dia mendukung berdirinya BPRS-MPS pada 1996. Waktu itu, ujarnya, dia berdomisili di Simpang Tiga Ophir Pasaman Barat, tempat bank ini pertama berkantor. Dia merasakan betapa keluarga besar Muhammadiyah di Pasbar bersusah payah mendirikannya.
“Sayang sekali kalau hilang dari peredaran. Mari kita carikan solusi terbaik, agar bank kita ini tetap eksis ke depannya. Apalagi, ini juga menjadi pertaruhan nama besar Persyarikatan Muhammadiyah,” katanya.
Mizlan menjelaskan, sampai saat ini bank tetap eksis dalam operasional, sehat dan laporan akhir tahun 2021 punya laba, pembiayaan jalan, dana pihak ketiga banyak. Cuma saja ada kendala, di antaranya pemegang saham belum mampu memenuhi modal inti, sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK).
“Kita bukan kurang modal untuk diedarkan, tapi tidak bisa memenuhi POJK. Jadi saya sarankan, jadikan bank kita ini milik bersama dalam persyarikatan, jangan sampai pindah ke orang lain. PWM atau Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, ambil alihlah kepemilikan modal bank ini, asal tidak pribadi dan tidak di luar persyarikatan,” tegasnya.***
(MUSRIADI MUSANIF)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar