JAKARTA, potretkita.net - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan penundaan pemilihan umum (pemilu), sesuai gugatan yang diajukan Partai Prima. KPU memutuskan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta.
H. GUSPARDI GAUS |
Setelah melewati proses, PT Jakarta memutuskan membatalkan putusan PN Jakarta Pusat itu. Artinya, upaya banding Komisi Pemilihan Umum (KPU) dikabulkan.
Anggota Komisi II DPR RI H. Guspardi Gaus mengapresiasi putusan PT Jakarta yang telah menjatuhkan vonis, untuk mengabulkan upaya banding yang dilayangkan KPU atas putusan PN Jakarta Pusat itu. "Mari kita kawal bersama tahapan pemilu bisa terlaksana sesuai jadwal, yang telah ditetapkan dan pemilu berjalan tepat waktu pada tanggal 14 Februari 2024 mendatang," ujarnya.
Ini, ujar Guspardi, adalah bentuk evaluasi dan koreksi yang dilakukan oleh Pengadilan Tinggi, terhadap putusan Pengadilan Negeri.
Guspardi mengaku merasa lega, karena putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta membatalkan putusan PN Jakpus, telah sesuai dengan apa yang diprediksi oleh Komisi II DPR RI pada saat melakukan Rapat Kerja bersama Pemerintah dan penyelenggara pemilu beberapa waktu lalu.
Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta telah menjatuhkan putusan mengabulkan upaya banding yang dilayangkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, soal gugatan Partai Prima terkait penundaan pemilu. Dengan putusan itu, maka PT DKI Jakarta menolak gugatan dari Partai Prima yang sudah disahkan majelis hakim PN Jakarta Pusat.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memutuskan, pelaksanaan Pemilu 2024 tetap dilanjutkan sesuai rencana. Tahapan Pemilu 2024 sebelumnya, sempat diminta ditunda oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengadili perkara perdata yang diajukan Partai Prima. Putusan tersebut dibacakan dalam sidang yang berlangsung Selasa (11/4/2023).
MANTAN NAPI
Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI Agung Widyantoro, menyinggung perihal peraturan mantan narapidana (Napi) yang ingin menjadi calon legislatif, bahwa dirinya harus mengumumkan kepada publik tentang pernah dipenjara.
Menurutnya, dalam ketentuan ini perlu diperjelas kembali terkait media apa yang digunakan oleh bakal calon legislative bagi mantan narapidana itu untuk mengumumkan latar belakang dirinya.
“Ada berapa catatan-catatan menarik, di antaranya adalah isu atau mungkin rumusan redaksional mengenai syarat calon yang pernah menyandang status sebagai narapidana. Di sana ada kewajiban untuk mengumumkan jati dirinya bahwa yang bersangkutan pernah diancam pidana baik itu lima tahun atau lebih terkait dengan jenis tindak pidana apa dia diancam, (seperti) makar, maupun politik dan sebagainya. Perlu dipertegas, kewajiban untuk mengumumkan jati dirinya ini melalui media apa?” jelas Agung, sebagaimana diberitakan dpr.goid, Rabu (12/4/2023).
Menurutnya, di era perkembangan teknologi yang sangat pesat ini, banyak bermunculan media-media, bahkan dalam kontek personal pun bisa mempunyai medianya sendiri. ”Kita tahu perkembangan teknologi, revolusi industri 4.0, sekarang ini kan ada media cetak, elektronik, dan juga media online. Lalu di antara media cetak, elektronik, dan online ini ada tidak kewajiban untuk mengumumkan menggunakan media utama? Bagaimana kalau menggunakan media internal?,” sambungnya.
Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari dalam rapat dengan DPR menyampaikan sejumlah paparan, diantaranya mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87/PUU-XX/2022 yang mengatur mengenai masa jeda lima tahun untuk mantan narapidana, yang ingin mencalonkan diri menjadi anggota DPR dan DPRD dan Penambahan syarat bakal calon anggota DPD sebagaimana ditetapkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-XXI/2023.
”Mantan narapidana yang telah melewati jangka waktu lima tahun setelah selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana dan bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang kepada publik,” ucap Hasyim.(*/mus)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar