PAYAKUMBUH, potretkita.net - Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Payakumbuh Ustadz H. Irwandi Nashir, melakukan koordinasi dan bersilaturahmi dengan unsur Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) dalam rangka mencegah timbulnya konflik sosial.
BACA JUGA
- Mudir Pesantren Payakumbuh Dipolisikan
- Oknum Staf BRIN Sebut akan Bunuh Warga Muhammadiyah
- MPK-SDI PWM dan DPD IMM Sumbar Desak Polisi Usut Ancaman Pembunuhan
Hadir dalam pertemuan, Selasa (25/4), itu Ketua MUI Kota Payakumbuh Buya H. Erman Ali, Penjabat Walikota Payakumbuh H. Rida Ananda, dan Kapolres Payakumbuh AKBP Wahyuni Sri Lestari.
Irwandi menjelaskan, para dai sebagai ujung tombak dalam penyampaian dakwah ke masyarakat, dihimbau untuk ekstra hati-hati dalam menyikapi perbedaan pendapat, dan berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan.
"Pernyataan secara lisan dan tulisan dalam merespon sebuah perbedaan pendapat di ranah agama, mesti dipikirkan dengan matang, berlandaskan ilmu dan adab komunikasi, sehingga tidak menimbulkan kegaduhan di kemudian hari," katanya.
Dikatakan, bila salah dalam merespon suatu persoalan akan dapat memicu konflik sosial keagamaan di masyarakat. Muhammadiyah, tegasnya, tidak ingin hal seperti itu terjadi.
Di antara bentuk perbedaan pendapat yang mesti dikelola dengan baik oleh dai, jelasnya, adalah perbedaan pendapat di bidang fiqih.
"Perbedaan pendapat di bidang fiqih adalah keragaman pendapat mujtahid, dalam memahami dalil dan membahas masalah-masalah praktis yang bersifat far’iyyah (cabang), yang tidak ada dalil pasti yang menunjukkan hukumnya. Bahkan, sebagian ulama Mazhab Hanafi telah menghitung cabang permasalahan fiqih itu secara fantastis, mencapai 1.175.000 (satu juta seratus tujuh puluh lima ribu) permasalahan,” terang Irwandi.
Menurutnya, perbedaan pendapat sesungguhnya merupakan sunnatullah dan tak bisa dipisahkan dari tabiat manusia.
Penyebab perbedaan pendapat itu, menurut dosen Universitas Islam Negeri Bukittinggi ini, bisa karena aspek rasional kognitif atau pengetahuan, seperti perbedaan tentang pengertian atau konsepsi, pengambilan kesimpulan hukum, perbedaan pengetahuan terhadap nash dan penetapannya, dan perbedaan dalam memahami nash dan isyaratnya.
“Acuan metodologi atau marja’iyyah manhajiyyah juga dapat menjadi penyebab perbedaan pendapat,” jelasnya.
Para dai, imbuh Irwandi, dapat menempuh cara dialog dalam menyikapi perbedaan pendapat. “Dialog dengan bahasa yang terbaik dan dibingkai oleh adab mulia, argumentasi kuat, serta menggugah akal dan hati merupakan cara Qurani dalam merespon perbedaan pendapat,” ujar Irwandi.
Dikatakan, keikhlasan, kesabaran, toleransi, dan tidak melampau batas adalah adab mulia yang mesti dikedepankan oleh para dai dalam berbeda pendapat,” pungkasnya.(rel/mus)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar