Alasan-alasan yang Membuktikan Adanya Rona Budaya Minangkabau di Kota Barus - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

09 November 2021

Alasan-alasan yang Membuktikan Adanya Rona Budaya Minangkabau di Kota Barus

BARUS, POTRETKITA.net - Kota kuno Barus, kini berada dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, merupakan tempat bertemunya budaya-budaya klasik dunia. Ada pertemuan budaya klasik Islam di sini, termasuk rona budaya Minangkabau.

Tugu Nol Kilometer Masuknya Islam ke Kepulauan Nusantara, terletak di pantai Barus yang diresmikan
Presiden Joko Widodo

Dalam berbagai literatur disebutkan, salah satu rona budaya Minangkabau itu dapat ditemukan di Kompleks Makam Ibrahimsyah yang terletak di Desa Gabungan Hasang.


Referensi yang dikutip dari ceritarempahbarus.org pada artikel berjudul Kompleks Makam Ibrahimsyah: Dialog Islam-Nusantada (Buah Tangan Perdagangan Kapur Barus) dijelaskan, dari gejala-gejala yang muncul pada nisan Kompleks Makam Ibrahimsyah adalah akulturasi budaya Hindu-Buddha dan Islam.


R.W. Oetomo (2018) menyebutkan, pengaruh Hindu-Buddha pada makam Islam di Kompleks Makam Ibrahimsyah salah satunya dapat dijumpai pada nisan-nisan yang dihiasi oleh ornamen pohon hayat. Ornamen pohon hayat yang sejatinya berasal dari konsep kalpataru di budaya klasik, dikatakan telah bergeser maknanya sebagai simbolisasi kehidupan pasca kematian (akhirat) yang dipercaya oleh umat Islam.

Jamaah berziarah di Makam Papan Tinggi, di ketinggian perbukitan yang memagari Kota Barus.

Di posisi yang lain, ornamen teratai pada Nisan Ibrahimsyah juga menunjukan pengaruh budaya masa kuna yang kuat, di mana teratai seringkali menjadi asana (tempat duduk) bagi dewa-dewi dalam agama Hindu atau Buddha (Maulana, 1997).


Mengenai adanya pertemuan kebudayaan ini, menjadi tidak berlebihan kalau Kompleks Makam Ibrahimsyah memiliki corak budaya Minangkabau pula. Alasannya dapat dijelaskan dalam poin-poin yang mencerminkan alur berpikir sebagai berikut:


1. Anomali pada Kompleks Makam Ibrahimsyah menunjukan adanya unsur yang “asing” bagi kebudayaan Islam di Barus.

Keberadaan tokoh “Sayyidah” dapat ditafsirkan sebagai bentuk manifestasi dari tradisi matrilineal di Minangkabau, yang menempatkan perempuan sebagai pemimpin akan suatu komunitas (Munir, 2015).


2. Tokoh bernama Ibrahimsyah belum bisa dipastikan kebenarannya, apakah memang yang dikubur di Kompleks Makam Ibrahimsyah atau bukan, karena nisan yang dianggap sebagai nisan makamnya tidak melampirkan nama ‘Ibrahimsyah’. Namun penyebutan “Minangkabau” dalam tradisi di Barus, bisa jadi petunjuk akan adanya pengaruh budaya Minangkabau di Kompleks Makam Ibrahimsyah.


3. Mengenai kemunculan budaya Minangkabau di Barus, dapatlah dikaitkan dengan pluralisme di kota tersebut yang terjadi karena ramainya pelabuhan penghasil kapur barus itu. Ery Soedewo (2011) menyebutkan bahwa memang perdagangan di Barus membentang sampai ke wilayah utara Minangkabau, dalam hal ini daerah Pasaman.


Kesimpulannya; Kompleks Makam Ibrahimsyah merupakan bukti autentik dari adanya difusi dan pertukaran budaya di Barus. Hal ini terjadi seiring dengan ramainya jalur dagang dari laut maupun darat.


BACA JUGA Barus, Kelompok Sufi, dan Penyebaran Islam di NusantaraBarus, Kota Penuh Aroma Spiritual


Unsur-unsur budaya Islam yang datang dari seberang lautan dan budaya Minangkabau dari pedalaman Sumatera, menunjukkan bahwa Barus telah menjadi poros akan interaksi antar budaya. Terlebih bahwa ada kenyataan perempuan pun turut andil dalam fenomena tersebut.


Referensi lain menyebut, sebagaimana dikutip dari sumbartoday.net, Ibrahimsyah yang menjadi raja di Kerajaan Barus itu datang dari Tarusan di daerah Minangkabau pada abad ke-6 masehi. Keturunannya Batak dari kumpulan marga Pasaribu, yang akhirnya membentuk dualisme kepemimpinan di Barus.

Komplek makam-makam kuno Mahligai di Barus.

MAHLIGAI

Sementara itu, dalam sebuah penggalian arkeologi, ditemukan Makam Mahligai, sebuah perkuburan bersejarah Syeh Rukunuddin dan Syeh Usuluddin yang menandakan masuknya agama Islam pertama ke Indonesia pada Abad ke-7 Masehi di Kecamatan Barus.


Kuburan ini panjangnya kira-kira 7 meter dihiasi oleh beberapa batu nisan yang khas dan unik dengan bertulisan Bahasa Arab, yang bertarikh 48 H dan Makam Mahligai merupakan Objek Wisata Religius bagi umat Islam se-Dunia yang letaknya 75 Km dari Sibolga dan 359 Km dari Kota Medan.


Raja pertama yang menjadi muslim di Kerajaan Barus adalah Raja Kadir yang kemudian diteruskan kepada anak-anaknya yang kemudian bergelar Sultan. Raja Kadir merupakan penerus kerajaan yang telah turun-temurun memerintah Barus dan merupakan keturunan Raja Alang Pardosi.


Pertama sekali mendirikan pusat kerajaannya di Toddang (Tundang), Tukka, Pakkat yang juga dikenal sebagai negeri Rambe, yang bermigrasi dari Balige dari marga Pohan.(*)

LAKSANAKAN NIAT ANDA BERZIARAH KE BARUS DENGAN MENGHUBUNGI KAMI

VIA WHATSAPP 081363119119

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad