Oleh Dr. Suhardin, S.Ag., M.Pd
(Dosen Universitas Ibnu Chaldun Jakarta)
TANGGAL 10 Muharram dikenal sebagai Hari Asyura, disebut juga dengan Hari Raya Anak Yatim. Momen tersebut dimanfaatkan untuk menyantuni anak yatim, mengusap kepala anak yatim, dalam bentuk memberikan kebahagiaan, dan kegembiraan pada anak yatim di hari khusus itu.
Terlepas dari kontroversial Hari Raya Anak Yatim sebagai sesuatu yang disunnahkan atau tidak disunnahkan, yang penting kegiatan tersebut sebuah kegiatan mulia, baik, bermanfaat dan perlu dilestarikan sebagai wujud kepedulian terhadap anak yatim.
Theologi al-Maun menggariskan kepada ummat Islam untuk menyantuni dan menyangoni serta mengayomi anak yatim. Allah meledek umat Islam yang bergaya thaat dalam beribadah mahdah, sampai jidadnya hitam karena terlalu lama sujud, puasa terus menerus, tetapi tidak peduli terhadap anak yatim kategori sebagai orang yang mendustakan agama.
Agama yang diamalkannya adalah agama personal, egois, individual dan spiritual semata. Agama menuntun ummat untuk bermanfaat terhadap semua makhluk yang diciptakan Allah SWT, terutama manusia yang tidak berdaya, fakir miskin dan anak yatim.
Anak yatim manusia yang kehilangan penanggungjawab. Penanggungjawab keluarga ada pada ayah dan bunda. Kehilangan satu diantara keduanya, membuat anak mengalami turbulance psikologis, keguncangan jiwa, ditinggalkan oleh sang pengayom, pelindung, pendidik, role model, ikutan dan tauladan dalam keluarga.
Anak tengah dilanda kesirnaan kekuatan diri untuk mengejar mimpi menggapai asa. Dalam kehilangan dan kehampaan itulah diberikan tanggungjawab kepada kaum muslimin dewasa untuk tampil memberikan pengayoman, penyangonan dan belaian kasih sayang terhadap anak yatim.
Pengayoman yang perlu dilakukan terhadap anak yatim, pertama, mengangkat mereka menjadi anak, bagian dari anggota keluarga, masuk dalam kartu keluarga, sehingga hak sipilnya nyata dan diperoleh secara legal format dan administratif.
Jika hal ini sulit, maka dibutuhkan opsi lain. Kedua, mengambil anak dan ibuknya menjadi anggota keluarga. Di sini dibutuhkan konsolidasi intensif dalam keluarga, pembagian kerja ibu lama dan ibuk baru dalam rangka memperjuangkan masa depan anak, yang manfaatnya bukan hanya untuk keluarga, tetapi untuk masyarakat dan bangsa.
Ketiga, jika opsi satu dan dua sulit untuk dikerjakan, maka dibutuhkan opsi ketiga memberikan santunan khusus kepada anak yatim dalam asuhan keluarga inti. Diminta kepada kita memberikan bantuan rutin berupa akomodasi, konsumsi, nutrisi, dan layanan pendidikan serta kegiatan sosialisasi anak.
Keempat, jika opsi ketiga ini juga sulit dilaksanakan, maka opsi berikutnya mengembangkan panti asuhan atau sekarang telah diundangkan oleh pemerintah Layanan Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA).
Anak yatim dan orang-orang miskin tanggungjawab mutlak negara, sebagai kewajiban konstitusional, tetapi karena kebaikan masyarakat dan kecintaan masyarakat terhadap bangsa, serta kethaatan masyarakat terhadap perintah theologis al-Maun, maka masyarakat berlomba-lomba untuk menyantuni anak yatim melalui lembaga pelayanan kesejahteraan sosial anak.
Rumah yatim dan dhuafa tumbuh kayak cendawan di musim hujan, dimana-mana rumah dikontrak untuk untuk tempat akomodasi dan pusat layanan anak yatim piatu dan dhuafa. Tapi permasalahan layanan tersebut, pertama, banyak ditemukan lembaga layanan kesejahteraan sosial anak yang tidak transparan, tidak pernah dilakukan audite, anak dijadikan sebagai ajang komersialisasi, penarik simpati, merebut donasi.
Banyak kejahatan-kejahatan terhadap anak ditemukan di dalam lembaga kesejahteraan sosial anak, seperti perdagangan anak, mempekerjakan anak menjadi peminta-minta di perapapatan jalan dan lampu merah, kekerasan terhadap anak, pelecehan seksualitas anak, pembulian dan body seaming dan berbagai kekerasan verbal.
Kedua, banyak lembaga layanan keejahteraan sosial anak, dengan pelayanan minimum, standar akomodasi yang minimalis, kotor, jorok, kumuh, jauh dari standar kesehatan anak. Pemberian nutrisi yang dibawah standar gizi, tidak memenuhi empat sehat lima sempurna. Banyak anak yang mengalami gizi buruk bahkan ada yang stanting.
Ketiga, standar layanan pendidikan yang diberikan jauh dari harapan untuk kemajuan individual dan sosial anak. Anak banyak hanya diberikan layanan pendidikan dengan kualitas minimal, disekolahkan pada satuan pendidikan yang kurang bermutu. Sulit bagi anak untuk mendapatkan asa dan mengejar mimpi.
Keempat, lembaga layanan kesejahteraan sosial anak, banyak yang tertutup, mengontrak rumah di pinggir jalan, yang ditonjolkan papan nama dan baliho yang tergambar tentang kenelangsaan anak yatim, tetapi anaknya berada di dalam rumah yang sanitasi dan ventelasi jauh dari standar rumah sehat. Bagaimana untuk menumbuh kembangkan anak secara fisik, sementara ia terlayani dengan keterbatan.
Kelima, manajemen lembaga layanan sosial anak nyaris tertutup, tidak terbuka untuk audite keuangan dan audite layanan. Tidak ada supervisi, evaluasi dan monitoring kelembagaan. Lembaga hanya dikelola oleh beberapa orang tertentu, yang banyak menaroh kepentingan finansialnya pada lembaga tersebut. Kehidupan diri dan keluarganya ditumpangkan pada rejeki anak yatim.
Anak yatim yang harus dimuliakan sebagai tugas teologis ummat Islam sebagai jalan ibadah sosial untuk mengimplementasikan ketaqwaan kepada Allah SWT, dikebiri, ditipu, dan dibohongi oleh beberapa personal nakal untuk meraup keuntungan dan kepentingan jangka pendek dengan tuna moral dan tuna adab.
Untuk memberikan santunan kepada anak yatim donatur dibutuhkan kecerdasan dan kepedulian terhadap legalitas dan kualitas layanan lembaga penyelenggara pelayanan kesejahteraan sosial anak. Carilah panti asuhan dan lembaga layanan kesejahteraan sosial anak yang jelas secara institusional, yang dikelola oleh organisasi sosial keagamaan yang sudah punya rekam jejak serta trust yang teruji oleh sejarah, jangan memberi kepada lembaga abal-abal.
Jangan sampai anak yatim yang kita muliakan dan menjadi wasilah kita bertaqarrub kepada Allah SWT terjebak dalam penipuan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab, tidak bermoral, tuna adab. Anak yatim mulia terhormat jangan dikorbankan menjadi anak yang nelongso, betapa besar dosa kemanusiaan kita berbuat yang demikian.
Anak yatim adalah masa depan bangsa, mereka aset untuk kemajuan bangsa ke depan, perlu diayomi, disantuni, dididik, diberdayakan dan dicerahkan secara intelektual dan spiritual. Masa depan ada di tangan mereka. Nashrun minallah.***

Tidak ada komentar:
Posting Komentar