Keberagamaan dan Pemanasan Bumi - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

29 September 2022

Keberagamaan dan Pemanasan Bumi

Oleh Dr. Suhardin, S.Ag, M.Pd.

(Dosen UIC Jakarta dan BPH STKIPM Bogor)

OPINI, POTRETKITA.net - Keragaman keberagamaan sunnatullah, hal yang sudah menjadi realitas, yang perlu dipelihara untuk tetap harmoni, rukun, damai dan dialogis.


Untuk menciptakan itu, diperlukan dialog rutin yang perlu dilakukan, sehingga saling paham memahami permasalahan masing-masing. Satu agama dengan agama lain, pimpinan dan ummatnya perlu duduk bareng, bekerja sama untuk berbuat dalam berbagai hal yang terkait dengan permasalahan kemanusiaan, permasalahan lingkungan hidup dan permasalahan sumber daya alam, sebagai tanggungjawab manusia yang menghuni rumah besar bumi. 


Ajaran masing-masing agama mutlak kebeneraran pada pemeluknya. Tidak perlu mencampur adukkan ajaran agama yang satu dengan yang lainnya, tidak perlu saling mengikuti peribadatan satu agama dengan agama lain.


Bagi Islam, memegang prinsip bahwa lakum dinukum waliyadin, bagimu agamamu bagiku agamaku. Lakukan doktrin ajaran agama masing-masing sesuai dengan teologis dan ritual masing-masing.


Islam tetap istiqomah pada keyakinan dan peribadatannya, Kristen juga demikian, Protestan juga begitu, semua agama silakan untuk memahami dan meyakini agamanya sesuai dengan prinsip teologisnya, dan silakan mengamalkan ritualitasnya sesuai dengan peribadatannya masing-masing, jangan mencampuradukkan keyakinan dan peribadatan masing-masing agama dengan prinsip toleransi dan moderasi beragama.


Tetapi ada kesamaan dalam masing-masing agama, yakni terkait dengan hal-hal kemanusiaan dan hubungan manusia dengan lingkungan dan alam sekitarnya. Munculnya permasalahan kemanusiaan, kemiskinan (poverty), perbudakan (slavery), perdagangan manusia (human trafficking).


Permasalahan hubungan manusia dengan lingkungan, terkait dengan keseimbangan alam (equilibrium) dan keberlanjutan sumber daya alam (sustainable). Manusia yang cendrung eksploitatif terhadap sumber daya alam akibat pemahaman yang selama ini didominasi oleh anthropocentric, yang berpaham dan berkeyakinan bahwa alam menyediakan semua kebutuhan manusia.


Semua yang tersedia boleh dikuasai oleh manusia untuk kehidupannya, tanpa berpikir keberlanjutan, peremajaan dan keterbaruan, semua ada secara alamiah.


Prinsip dan keyakinan seperti inilah yang membuat bumi menjadi tidak mampu lagi memberikan kenyamanan terhadap eksistensi manusia yang menganut keberagamaan yang yang beraneka keyakinan tersebut di permukaannya. 


Masing-masing pemuka agama perlu menggali dan sama-sama mengkaji tentang konstribusi agama masing-masing dalam pengurangan pemanasan global, dengan melakukan kerja sama antar pemeluk agama untuk melakukan penghijauan, rehabilitas sumber daya alam, meningkatkan harkat dan martabat manusia dan kemanusiaan.


Untuk itu dibutuhkan kerja sama dan dialog yang terprogram, berkesinambungan, tematik, sistematik, aktual dan implementatif. Terutama dalam aspek kehidupan sebagai warga negara dan berkebangsaan Indonesia, dalam beberapa organisasi kemasyarakatan Islam.


Indonesia sebagai sebuah negara dan sebagai sebuah bangsa sudah dinyatakan final, tidak perlu lagi diwacanakan, dan direkonstruksi lagi, bagi kelompok lain juga telah menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) harga mati, bukan lagi mati harga.


Pada ormas Muhammadiyah menyatakan bahwa Pancasila dan Republik Indonesia adalah ahlul ahdy was syahadah, negara perjanjian dan kesaksian sejarah. Perjanjian semua komponen bangsa bersepakat bahwa Pancasila, UUD-45, Bhinneka Tungga Ika dan NKRI telah menjadi kontrak fundamentalisasi bangunan kebangsaan.


Sejarah telah menjadi saksi tentang peran dan konstribusi masing-masing komponen bangsa terhadap pembangunan kebangsaan, yang tidak perlu dikeragui lagi dan tidak perlu dicurigai lagi. 


Namun permasalahan sekaligus tantangan semua pemuka dan pemeluk agama menurut Prof. Dr. Syafiq A. Mughni adalah kesenjangan religiusitas dengan moralitas dan etika publik, instrumentalisasi agama dalam kepentingan politik, violence extremism, distrust dan post-truth.


KESENJANGAN

Agama memberikan doktrin keyakinan, pemahaman tentang theology, terkait dengan konsep ketuhanan, eksistensi Tuhan dan konstribusi Tuhan terhadap makhluk ciptaannya serta bimbingan Tuhan terhadap hambanya.


Agama memberikan panduan kusus berhubungan dengan Tuhan dalam bentuk ritual, yang dilakukan berbasis pada aturan baku setiap agama. Agama memberikan panduan bersikap, berperilaku dan berhubungan dengan manusia dan alam, dalam bentuk moralitas dan etika.


Tetapi dalam kehidupan nyata, pemuka dan pemeluk agama dalam melakukan moralitas dan etika public banyak melenceng, tidak sesuai dengan panduan moralitas keagamaan yang dianutnya. Moral dan etika menjurus kepada moralitas materialistis, rasionalis, kapitalis dan hedonis.


Moralitas ini jelas mengangkangi dan mendustai moralitas yang dijunjung dan diagungkan oleh agama yang dianut oleh masing-masing kita. 


INSTRUMENTALISASI

Bagi pemuka agama, berkecendrungan memanfaatkan agama untuk kepentingan jangka pendek, urusan politik praktis, bisnis dan memenangkan personal tertentu. Tidak sedikit dari ajaran-ajaran suci agama, dibonsaikan, disalahgunakan, disalahpahami, untuk kepentingan subjektif dari pemuka agama.


Agama dijadikan instrumen untuk mempengaruhi pemeluknya yang fanatik, memenangkan dan mensukseskan misi tertentu dari pemuka agama tersebut. 


VIOLENCE EXTREMISM

Hampir semua agama ada pemeluknya berkeyakinan sempit, bahwa orang yang tidak berkeyakinan sesuai dengannya adalah sesat dan halal darahnya, atas nama agama orang boleh melakukan kekerasan terhadap orang lain.


Ini merupakan permasalahan yang perlu diurai, dikaji dan diselesaikan dengan seksama sesuai dengan kebijakan local agama masing-masing. Agama jelas memberikan kedamaian, kasih sayang dan penguatan kepada pemeluknya. 


DISTRUST

Saling tidak percaya, curiga mencurigai, agama Kristen curiga bahwa Islam melakukan Islamisasi, sebaliknya Islam juga curiga bahwa Kristen melakukan kristenisasi, demikian juga dengan pemeluk dan penganut agama lain.


Kecurigaan ini muncul akibat ketertutupan agama tertentu terhadap agama lain. Tidak ada saling kunjung mengunjungi, tidak ada dialogis, tidak ada forum untuk saling berbagi informasi. Baik pada tataran elite, pemuka agama maupun pada tataran pemeluk di tingkat bawah.


Maka suasana keterbukaan perlu dikembangkan dan diciptakan dalam bentuk kerja sama untuk kemanusiaan dan Pemuliaan serta pemulihan sumber daya alam. 


POST-TRUTH

Kebenaran bukan lagi faktual dan ilmiah, tetapi kebenaran adalah opini yang dikembangkan oleh orang-orang tertentu. Siapa yang banyak berternak influencer dan buzzer, ia dapat menguasai opini dan bertengger menjadi pembuat kebenaran.


Dahulu pernah orang berkata, siapa yang menyatakan secara ramai-ramai bahwa si anu adalah gila, dan informasi itu diproduksi secara massal, maka boleh jadi si anu tersebut menjadi gila benaran.


Sesuatu hal yang yang tidak benar, tetapi disampaikan secara massal, massif dan berkelanjutan, maka maka sesuatu itu adalah benar.


Kebenaran bukan lagi berstandar pada panduan baku moralitas, etika dana adab, tetapi produktifitas dan reproduktifitas opini. Opini yang paling cepat berpengaruh adalah idiom, simbol, dan narasi agama yang dianut.


Semua agama merasakan tantangan dan permasalahan ini, tinggal bagaimana memahami, menyikapi, mengurai, menganalisis dan menyelesaikan sesuai dengan doktrin dan permasalahan pemuka dan penganut masing-masing agama.


Dialog dan kerja sama antar pemuka dan penganut agama kata kunci penyelesaian masalah, tetapi dibingkai dengan adab dan keadaban yang tinggi, bahwa keyakinan dan peribadatan tidak boleh diotak-atik, tetapi peranan dalam permasalahan  manusia dan kemanusiaan, manusia dan lingkungan serta manusia dengan sumber daya alam, perlu ditata dan diorganisasi serta dimobilisasi dengan sebaik-baiknya. Wallahu ‘alam.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad