JAKARTA, potretkita.net - Komisi Perlindiungan Anak Indonesia (KPAI), Jumat (20/1), menggelar Konferensi Pers, terkait dengan Laporan Akhir Tahun 2022. Ada banyak perkembangan informasi yang disampaikan pada kegiatan itu.
DR. JASRA PUTRA, M,Pd. |
Konferensi pers dipimpin Ketua KPAI Ai Maryati Solihah didampingi oleh Wakil Ketua Jasra Putra beserta anggota, dan dihadiri oleh rekan-rekan media online, tv dan cetak.
"Indonesia merupakan negara yang memiliki komitmen yang kuat terhadap perlindungan anak, bahkan tidak kalah dengan negara lain. Komitmen tersebut ditunjukkan dengan ratifikasi Konvensi Hak Anak melalui Keputusan Presiden RI nomor 36 tahun 1990 tentang Pengesahan Convention On The Right of The Child (Konvensi Tentang Hak-Hak Anak)," tutur Maryati.
Menurutnya, terbitnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, membawa dampak positif bagi penguatan perlindungan anak di Indonesia dari beragam bentuk modus dan model kejahatan kekerasan seksual terhadap anak.
Selanjutnya, ujar Maryati, berbagai regulasi baik dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri, peraturan daerah yang melahirkan kebijakan/program Pemerintah, Pemerintah daerah dalam mewujudkan perlindungan anak.
Sementara itu, Jasra, menegaskan, seiring dengan tuntutan inovasi layanan publik berbasis digital, KPAI telah memiliki sistem aplikasi pengawasan berbasis digital melalui Sistem Informasi Monitoring Evaluasi dan Pelaporan Perlindungan Anak (SIMEP PA).
Dengan tersedianya Aplikasi SIMEP PA tersebut, kementerian/lembaga dan Pemerintah Daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota melaporkan capaian penyelenggaraan pemenuhan dan perlindungan hak anak sesuai tugas dan fungsinya masing-masing, tutur Jasra Putra yang juga hadir dalam konferensi pers.
Data KPAI 2022 menunjukkan sebanyak 4.683 aduan masuk ke pengaduan yang bersumber dari pengaduan langsung, pengaduan tidak langsung (surat dan email), online dan media.
Pengaduan paling tinggi adalah klaster Perlindungan Khusus Anak (PKA) sebanyak 2.133 kasus. Kasus tertinggi adalah jenis kasus anak menjadi korban kejahatan seksual dengan jumlah 834 kasus.
Data tersebut mengindikasikan, anak Indonesia rentan menjadi korban kejahatan seksual dengan berbagai latar belakang, situasi dan kondisi anak dimana berada.
Kekerasan seksual terjadi di ranah domestik di berbagai Lembaga Pendidikan berbasis keagamaan maupun umum. Selama 2022 Provinsi dengan pengaduan kasus anak korban kekerasan seksual terbanyak adalah 108, diantaranya 56 pengaduan kasus DKI Jakarta dan dan 39 Provinsi Jawa Timur.
Data pengaduan Klaster Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif sebanyak 1960 aduan. Angka tertinggi pengaduan kasus pelanggaran hak anak terjadi pada anak korban pengasuhan bermasalah/konflik orang tua/keluarga sebanyak 479 kasus.
"Hal tersebut menggambarkan bahwa keluarga yang seharusnya menjadi tempat paling aman dan nyaman bagi anak, namun justru sebaliknya kerap menjadi tempat pelanggaran hak anak. Menjadi kewajiban orang tua dalam memberikan pengasuhan, memelihara, mendidik, dan melindungi anak," katanya.
Pada pendekatan kluster pelanggaran hak anak dalam klaster pendidikan, waktu luang dan kegiatan budaya sebanyak 429 kasus dan anak korban pemenuhan hak anak dalam klaster kesehatan dan kesejahteraan sebanyak 120 kasus.
Berikutnya, kata dia, data anak korban kekerasan fisik dan/atau fsikis sebanyak 502 kasus. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya kekerasan fisik dan/atau psikis kepada anak diantaranya adalah adanya pengaruh negatif teknologi dan informasi, permisifitas lingkungan sosial-budaya, lemahnya kualitas pengasuhan, kemiskinan keluarga, tingginya angka pengangguran, hingga kondisi perumahan atau tempat tinggal yang tidak ramah anak.
Hal ini memperlihatkan bahwa posisi anak sangat rentan terhadap berbagai kekerasan karena ada banyak sekali faktor yang dapat menjadikan anak sebagai korban maupun pelaku. Selanjutnya anak berhadapan hukum sebanyak 184 kasus.
Anak korban pornografi dan cyber crime sebanyak 87 kasus. Anak dalam situasi darurat sebanyak 85 kasus serta anak dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual sebanyak 85 kasus. Dan terakhir terdapat kasus-kasus pelanggaran hak anak lainnya, sebanyak 95 kasus.
KPAI juga memotret data pelanggaran perlindungan anak dari seluruh Indonesia, tersebar di berbagai Provinsi, kota dan kabupaten se Indonesia.
Dari 10 provinsi dengan pengaduan kasus pelanggaran hak anak tertinggi adalah Jawa Barat sebanyak 929 kasus, Provinsi DKI Jakarta sebanyak 769 kasus, Provinsi Jawa Timur sebanyak 345 kasus, Provinsi Banten sebanyak 312 kasus, Provinsi Jawa Tengah sebanyak 286 kasus, Provinsi Sumatera Utara sebanyak 197 kasus, Provinsi Sumatera Selatan sebanyak 62 kasus, Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 54 kasus, Provinsi Lampung sebanyak 53 kasus, dan Provinsi Bali sebanyak 49 kasus.(rel/mus)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar