PASBAR, potretkita.net - Pondok pesantren (Ponpes) adalah lembaga pendidikan yang memiliki ciri khas. Ponpes harus beda dengan pelaksanaan sistem pembelajaran di madrasah atau lembaga pendidikan agama dan keagamaan yang lain.
ILUSTRASI MUBADALAH.ID |
"Jika ada Ponpes, ketika melaksanakan proses belajar dan mengajarnya masih sama dengan madrasah. Pihaknya khawatir, keberadaan Ponpes bersangkutan akan tertinggal dengan madrasah yang ada", kata Kepala Kantor Kementerian Agama Pasbar Muhammad Nur.
Hal itu dikatakannya, ketika membuka Pelatihan Di Wilayah Kerja (PDWK) tetang Pelatihan Teknis Manajemen Penyelenggaraan Pondok Pesantren se Pasaman Barat di aula instansi yang dipimpinnya, Simpang Empat, Senin (23/2).
Perbedaan mendasar antara Ponpes dengan madrasah, terangnya, adalah adanya pembelajaran kitab standar atau keren disebut dengan belajar kitab kuning, seperti mempelajari kitab Ihya Ulumuddin, Riyadatus Shalihin, dan beberapa kitab standar yang lain.
Setiap santri selama mengikuti proses pembelajaran berada di asrama. Waktu dan kesempatan mengikuti pembelajaran khusus pondok, makin banyak sesuai jadwal yang telah ditetapkan.
Karakteristik dan corak pesantren di Indonesia, ulasnya, bisa dilihat dengan beberapa hal, di antaranya memakai sistem atau pola pendidikan secara tradisional, mempunyai kebebasan penuh dibanding dengan madrasah atau sekolah modern, sehingga terjadi hubungan dua arah antara santri dengan ustad (kiyai)
Lalu, kehidupan di Ponpes menampilkan semangat demokrasi, karena mereka praktis bekerja sama mengatasi problem nonkurikuler mereka, Sistem pondok pesantren mengutamakan kesederhanaan, idealisme, persaudaraan, persamaan, rasa percaya diri dan keberanian, dan santri diajarkan beladiri, serta kegiatan seni dan olahraga
Keberadaan pondok di tempat kiyai bersama santrinya, adanya masjid tempat kegiatan belajar mengajar, adanya santri dan kiyai merupakan tokoh sentral dalam pesantren yang memberi pengajaran dan kitab-kitab Islam klasik.
Eksistensi pondok pesantren di Indonesia, menurut dia, terus maju dan berkembang. Hal itu, ditetapkannya setiap tanggal 20 Oktober pada setiap tahunnya sebagai hari santri.
Sementara itu, Kepala Balai Diklat Keagamaan (BDK) Padang diwakili Abdul Hukmi menjelaskan, sebagai pelaksana dan penanggungjawab pelatihan, pihaknya terus berupaya memberikan yang terbaik untuk setiap peserta.
Pelatihan selama enam hari, dan akan berakhir pada Sabtu, 18 Februari 2023 depan, berlangsung selama 50 jam pelajaran. Selama pelatihan, kepada peserta disuguhi materi dari widyaiswara BDK Padang dan Muhammad Nur. (gmz)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar