Oleh Musriadi Musanif
(Wartawan Utama)
TANAH DATAR, potretkita.net - Bagi sebagian besar umat Islam di Indonesia, khususnya di Sumatera Barat, tradisi balimau setiap akan memasuki Ramadhan, sampai kini masih tetap lestari, kendati dari waktu ke waktu pelaksanaannya kian memicu kontroversi.
PENAMPILAN SENI BUDAYA ANAK NAGARI.(foto-foto prokopim tanah datar) |
Tapi tidak begitu maknanya bagi masyarakat di Nagari Talang Tangah, Kecamatan Sungai Tarab. Tradisi balimau menjelang masuknya 1 Ramadhan tetap dilaksanakan setiap tahun. Bedanya, di Talang Tangah balimau itu bukanlah mandi-mandi, tetapi merupakan arena yang disiapkan untuk pemuka adat berunding.
Penetapan awal puasa di nagari yang berada di pinggang Gunung Marapi itu, dilakukan pemuka adat lewat mufakat, sementara anak nagari menampilkan berbagai kebolehannya di gelanggang khusus yang telah dipersiapkan. Tradisi inilah yang disebut dengan balimau.
“Ini merupakan tradisi nenek moyang kami sejak dahulu. Bulan puasa disambut dengan suka cita. Kegiatan diawali dengan penampilan berbagai kesenian anak nagari, semisal randai, pencak silat, tari piring, dan sebagainya. Setelah itu dilanjutkan dengan mufakat ninik mamak untuk menyepakati awal Ramadhan,” terang salah seorang warga.
Kesempatan itu, niniak mamak dan pemuka masyarakat juga menyampaikan nasihat dan petuah kepada anak nagari, baik menyangkut pengamalan adat maupun nasihat-nasihat kebajikan lainnya. Kegiatan dihadiri hampir seluruh anak nagari dan sebagian perantau yang sengaja pulang kampung untuk mengikuti kegiatan dimaksud.
Berbeda dengan konsep balimau yang selama ini dipahami dan diamalkan masyarakat, terutama dari daerah perkotaan di Sumbar dengan cara mandi-mandi ke lubuk-lubuk, sungai, kolam renang, dan danau, bercampur-baur lelaki dan perempuan, maka tradisi yang cenderung mengundang terjadinya perbuatan maksiat tersebut tidak dikenal sama sekali oleh masyarakat Talang Tangah.
NINIK MAMAK TALANG TANGAH BERUNDING MENETAPKAN 1 RAMADHAN 1444 H |
Balimau dalam prakteknya di tengah masyarakat Talang Tangah adalah mengusapkan limau ke rambut sebanyak tiga kali, setelah niniak mamak memutuskan besoknya berpuasa. Jadi, balimau tidak dimaknai dengan mandi-mandi. Biasanya, kaum ibu telah menyiapkan kebutuhan balimau dan menyumbangkannya kepada masyarakat yang hadir pada acara tersebut.
Tradisi yang telah berkembang demikian lama di tengah-tengah masyarakat Talang Tangah, memang semestinya terus dilestarikan, mengingat apa yang dilakukan merupakan hal yang sangat baik dalam membina silaturahim dan persatuan di tengah-tengah masyarakat.
"Kegiatan ini sangat menarik. Tak ada nagari yang saya kenal memiliki tradisi silaturahim dan menyambut puasa Ramadhan dengan cara yang mengagumkan. Di tengah meruyaknya tradisi balimau yang berkonotasi negatif di masyarakat perkotaan Sumbar, warga Talang Tangah masih kukuh menjaga kelestarian tradisi dan warisan nenek moyang mereka,” ujar warga lainnya.
Selain momen untuk menampilkan seni budaya anak nagari, pada tradisi balimau di masyarakat Talang Tangah juga muncul beragam kuliner khas. Kalau seni budaya hadir menjelang pemuka adat berunding menetapkan 1 Ramadhan, maka kuliner khas nagari itu muncul setelah perundingan selesai. Para pengunjung disuguhi nasi lamak yang dilengkapi dengan telor ayam, pisang, batiah, dan paniaram.
Sajian penganan tersebut, dibawa oleh kaum ibu ke pusat kegiatan balimau dengan ditempatkan di suatu wadah bernama talam. Pada hari balimau itu terdapat ratusan talam yang berasal dari seluruh keluarga yang ada di lingkup niniak mamak setempat.
Kuliner khas Talang Tangah lainnya adalah galamai talang tangah, rakik maco dan samba ubek ayam. Kekayaan kuliner, khazanah budaya dan keindahan alam Talang Tangah memang merupakan potensi luar biasa, bila digali dan dikemas dengan baik.
Tidak menutup kemungkinan, potensi itu digali dan dikembangkan sedemikian rupa dengan konsep yang jelas dan terukur, misalnya dikemas dalam Satu Nagari Satu Event, yang kini jadi bagian dari program unggulan Kabupaten Tanah Datar.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar