Guru, Kemerdekaan, dan Tantangan - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

29 November 2021

Guru, Kemerdekaan, dan Tantangan

GURU disebut juga dengan suhu, pengisi intelektual dan spiritual muridnya. Beberapa murid melingkar bersama guru, ia berada di tengah muridnya untuk memberikan kekuatan, penguatan baik dalam aspek pendalaman keilmuan, penguatan pemahaman, penanaman nilai, penumbuhan spiritual, sehingga menghasilkan the power of personality kepada muridnya dalam bentuk self efficacy, capability dan cempetency.

DR. SUHARDIN, S.Ag. M.Pd. (Dosen Univ. Ibnu Chaldun Jakarta)

Dalam penelaahan saya setidaknya kita sudah mengalami tiga fase dalam pembelajaran antara murid dengan sang guru. Fase pertama, disebut dengan fase klasik, seperti tergambar dalam tulisan di atas, bahwa hubungan guru dengan murid bukan hanya sebatas transformasi pengetahuan, keilmuan dan kompetensi, tetapi juga transformasi nilai dan spiritual dari guru kepada murid, dilakukan dengan halaqah, murid duduk melingkar dan sang guru berada di tengah-tengah muridnya.


Sumber belajar kitab klasik, standar, dengan bahasa Arab dengan qhaidah tul lughah yang sangat kental, nyaris tidak ada ruang kreatifity, improvisasi, apalagi relaksasi. Pembelajaran fokus, serius, tidak ada ampun, sehingga ketuaan wajah melampaui usia.


Guru kharismatik, berwibawa, memiliki aura kebathinan yang sangat kental, sehingga pada diri sang guru memiliki segudang keberkahan, memakan sisa guru sebuah keberuntungan bagi seorang murid untuk mampu mendapatkan nilai keutamaan dari sang guru.


Fase kedua, disebut dengan klasikal dan modern, pendidikan bukan lagi berorientasi pada personality guru. Magnitudo personality guru, mulai dikurangi dengan berbasis kepada sistem dalam manajerial yang kuat. Pembelajaran berorientasi kepada isi dan substansi pembelajaran. Isi dan substansi tersebut telah dikembangkan dalam kurikulum.


Kurikulum disebut juga sebagai jalan yang akan dilalui oleh siswa dalam melakukan pembelajaran. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga ia berjenjang dan berjenis. Jenjang diawali dengan Pendidikan Usia Dini, Pendidikan Dasar, Pendidikan Lanjutan Pertama, Pendidikan Menengah Atas, dan Pendidikan Tinggi. Jenis dipilah umum dan khusus, umum dalam bentuk menengah atas, khusus dalam bentuk kejuruan, vokasi, siap kerja, dan akan dipekerjakan.


Fase ketiga, fase ditemukan berbagai media komunikasi digital. Dunia masuk dalam kerangkeng four-point zero (4.0), spectrum globalize tidak bisa terhindarkan, kehidupan mengalami penyempitan dalam satu ruang, batasan negara, daerah, budaya, suku, bangsa, dan agama nyaris tidak ada, semua bergelut dalam diorama kepentingan, keperluan, dan orientasi individual.


Pendidikan, pembelajaran, pengajaran, bergeser dari dunia nyata ke dunia maya. Pembelajaran yang dulu dilakukan dengan bertatap muka, bercengkrama, penuh canda dan tawa, pertemuan yang hangat dalam bahasa lisan dengan gesture wajah serta tubuh yang akrab, sekarang menjadi pembelajaran verbal, victure, virtual dan natural (V3N).


Interaksi guru dan murid full dalam dunia maya, instruksi guru dikemas dalam massage chating whatshap. Platform pembelajaran disesuaikan dengan kemampuan guru dan murid, apakah dengan google classrom, blog, google dirive, zoom meeting, google meeting.


Sebelum  covid-19 pembicaraan, wacana, diskusi terkait dengan pembelajaran jarak jauh (distance learning) agak tidak begitu serius dilakukan oleh sekolah yang berbasis klasikal, luring, terprogram dan tersistem, apalagi yang berasrama. Tetapi semenjak 16 Maret 2020 semua sekolah melaksanakan kegiatan pembelajaran jarak jauh (distance learning), termasuk juga sekolah yang berbasis asrama.


Guru dituntut belajar cepat menyesuaikan dengan keadaan, yang masih canggung dengan dunia ITC harus mampu dan menguasai, sehingga profesi keguruan berjalan dengan baik. Sampai sekarang semua sekolah tetap melaksanakan PJJ. Sekalipun ada beberapa sekolah yang melaksanakan PTM (pembelajaran tatap muka), tetapi dengan protokol yang ketat, membuat anak lebih merasa nyaman untuk tetap PJJ dibandingkan dengan PTM.


Keadaan covid-19 telah menyeret semua pihak masuk dalam dunia pembelajaran jarak jauh (distance learning), dan telah serta sedang melaksanakan program merdeka belajar. Murid telah mengalami kemerdekaan belajar dengan dirinya sendiri, belajar dengan tempat yang ia inginkan, mempelajari apa yang dia minati, belajar dengan siapa saja yang ia senangi, mempelajari apa saja yang ia ingin ketahui, belajar dari mana saja sumber yang ia dapati.


Kemerdekaan itu telah dirasakan sebagai seorang siswa. Tetapi yang menjadi permasalahan kemerdekaan guru masih terganggu, tagihan administratif , pantauan atasan, ritualisasi kepegawaian, upacara, rapat, pertemuan, kunjungan, arisan, mantenan, besanan sangat banyak dan menyita waktu.


Seharusnya wacana kemerdekaan guru dinikmati, guru diberikan kebebasan dalam berimprovisasi, berkreasi, berinovasi dalam rangka memberikan pelayanan yang utama, kepada siswanya. Guru diberikan kebebasan untuk memberikan pembelajaran kepada siswa yang lebih memberikan makna.


Guru diberikan kebebasan dalam mengembangkan dan mengadopsi beberapa inovasi tekhnologi dalam pembelajaran, sehingga interaksi guru dengan siswa lebih akrab dan intensif,  penilaian terhadap kinerja guru bukan dalam ukuran bagaimana keinginan dan kemauan sang pimpinan tetapi bagaimana penerimaan siswa terhadap dirinya.


Guru diberikan kebebasan dalam mengembangkan bahan ajar yang berbasis teknologi informasi, pengoptimalisasi pemanfaatan digitalisasi informasi dalam rangka memberikan layanan terbaik untuk kepentingan siswa. Guru diberikan kebebasan dalam melakukan komunikasi dan interaksi dengan siswa dan orang tua siswa, agar dapat melakukan pembelajaran, dimana yang mereka senangi, bagaimana yang mereka sepakati.


Pimpinan jangan lagi membatasi guru dalam melaksanakan pembelajaran dalam waktu dan tempat dengan mengeluarkan serta memantau pelaksanaan jadwal pembelajaran.


Profesi guru tidaklah akan lekang kerena panas dan tidaklah akan lapuk karena hujan, bagaimanapun rintangan dan tantangan zaman, guru tetap dibutuhkan oleh semua manusia di muka bumi.


Secara teologis, manusia memerlukan Tuhan, memerlukan agama, memerlukan nilai, memerlukan anutan, panutan, pembimbing, pengarah dan penasehat. Guru ada di situ. Guru yang memiliki nilai, senantiasaa bertransformasi kepada siswa, ia akan melekat dengan seorang siswa. Sekalipun banyak sumber belajar di muka bumi ini yang sudah dikembangkan oleh mbah google dan nyonya yahoo, peran guru  sebagai sumber belajar tidak akan tergantikan.


Secara humanis, manusia memerlukan hubungan manusia dengan manusia, anak akan bosan dan tidak akan terpuaskan dengan gadjet, gawai, tab, computer, leptop, di tangannya. Ia membutuhkan sosok manusia yang akan memberikan asupan nilai, spiritual, intelektual dan personal reffrence bagi dirinya.


Secara psikologis, manusia mengalami turun naiknya stress dalam dirinya, sekalipun manusia juga dibekali Tuhan dengan coping strtategy, kemampuan diri untuk mengendalikan diri dengan strategy tertentu untuk menghindari stress, tetapi yang namanya stress tetap menjadi hantu dalam kehidupan psikologis siswa.


Aneka persoalan, masalah, beban dan tantangan untuk hidup dan kehidupan yang komplek dan beragam membuat manusia tetap dihampiri oleh yang namanya stress. Demikian juga dalam aspek sosiologis, individualisasi dan liberaliasasi yang tengah menghantam kehidupan manusia membawa manusia tidak nyaman dalam kehidupan, ia membutuhkan manusia untuk berteman, berkawan, bersama dalam mengarungi rintangan dan tantangan kehidupan.


Ia butuh sosok seorang guru yang mampu memnjadi penetralisasi stress dalam dirinya, teman dalam bercakap menyelesaikan permasalahan kehidupan, manusia yang mampu meng drive dirinya dalam menyelesaikan persoalan kehidupan.


Guru ditantang untuk memiliki peran teologis, humanis, psikologis dan sosiologis tersebut dalam pembelajaran pada four-poin zero (4.0) kemerdekaan yang diberikan kepada guru untuk mengedepankan kepentingan siswa di atas kepentingan atasan dan teman guru, dibarengi dengan kemampuan spiritualisasi guru untuk mengisi ruang teologis, humanis, psikologis dan sosiologis.


Guru mengedepankan ramah terhadap anak. Keramahan terhadap anak dilakukan oleh guru melalui kata, wajah, dan perlakuan. Keras, kasar, tajam, menghantam dalam pilihan diksi membuat seorang guru terpisah dengan anak. Ia akan senantiasa ada dalam ruang memori anak menjadi guru yang tidak memiliki kenyamanan personalize.


Komunikasi psikologis dengan anak tergangu, terhijab, terhalang oleh tembok rakasasa rasa dan perasaan. Guru dituntut untuk terus belajar dan belajar dalam samudera keilmuan. Perkembangan keilmuan sekarang bukan dalam hitungan detik dan menit tetapi per nol detik, keilmuan selalu berkembang, berubah dan mengalami kemajuan yang signifikan.


Guru jangan hanya menjadi konsumen keilmuan dalam keadidayaan data yang yang difasilitasi oleh google dan yahoo, tetapi harus juga menjadi kontributor. Guru harus produktif berinovasi dan meneliti. Tidak hanya sekedar membaca dan menulis tetapi menjadi sebagai peneliti, mendalami dan memahami methodology penelitian dan produktif dalam karya tulis ilmiah, dipublikasikan dalam berbagai media. Jangan hanya tukang download tetapi juga upload.


Sekolah masa depan harus dijadikan sebagai pusat layanan pendidikan, pembelajaran tergantung dari kontrak siswa dengan gurunya. Mau di kebun, pantai, sungai, danau, cafe, restoran, pasar, mall, rumah. Sekolah lebih banyak didandani dengan sejumlah hotspot photo, ruang terbuka hijau yang lebih ekologis.


Ruangan kelas perlu dibatasi, karena tidak akan termanfaatkan, lebih mengedepankan ruang peribadatan, masjid, gereja, vihara, karena manusia ke depan lebih ingin dekat dengan Tuhan, guru dan teman. Orang tua bagian dari gurunya. Guru memang menjadi seorang pewaris nabi, warasatul anbiya, karena dia menebar, menabur, membangun dan menguatkan nilai pada diri anak. Wallahu ‘alam bish shawab. Nashrun minallah wa fathun qarib.(*)

1 komentar:

  1. Memnag itulah yg terjadi...disinilah bisa terlihat profesional nya seorang guru dalam mentransy ilmu pengetahuan dan membentuk sikap karakter dari peserta didik...dgn cara bebas berkreasi... menggunakan keunggulan teknologi...

    BalasHapus

Post Top Ad