GURU disebut juga dengan suhu, pengisi intelektual dan spiritual muridnya. Beberapa murid melingkar bersama guru, ia berada di tengah muridnya untuk memberikan kekuatan, penguatan baik dalam aspek pendalaman keilmuan, penguatan pemahaman, penanaman nilai, penumbuhan spiritual, sehingga menghasilkan the power of personality kepada muridnya dalam bentuk self efficacy, capability dan cempetency.
DR. SUHARDIN, S.Ag. M.Pd. (Dosen Univ. Ibnu Chaldun Jakarta) |
Sumber belajar kitab klasik, standar,
dengan bahasa Arab dengan qhaidah tul
lughah yang sangat kental, nyaris tidak ada ruang kreatifity, improvisasi,
apalagi relaksasi. Pembelajaran fokus, serius, tidak ada ampun, sehingga
ketuaan wajah melampaui usia.
Guru kharismatik, berwibawa, memiliki
aura kebathinan yang sangat kental, sehingga pada diri sang guru memiliki
segudang keberkahan, memakan sisa guru sebuah keberuntungan bagi seorang murid
untuk mampu mendapatkan nilai keutamaan dari sang guru.
Fase kedua, disebut dengan klasikal dan
modern, pendidikan bukan lagi berorientasi pada personality guru. Magnitudo
personality guru, mulai dikurangi dengan berbasis kepada sistem dalam
manajerial yang kuat. Pembelajaran berorientasi kepada isi dan substansi pembelajaran.
Isi dan substansi tersebut telah dikembangkan dalam kurikulum.
Kurikulum disebut juga sebagai jalan
yang akan dilalui oleh siswa dalam melakukan pembelajaran. Kurikulum dirancang
sedemikian rupa sehingga ia berjenjang dan berjenis. Jenjang diawali dengan
Pendidikan Usia Dini, Pendidikan Dasar, Pendidikan Lanjutan Pertama, Pendidikan
Menengah Atas, dan Pendidikan Tinggi. Jenis dipilah umum dan khusus, umum dalam
bentuk menengah atas, khusus dalam bentuk kejuruan, vokasi, siap kerja, dan
akan dipekerjakan.
Fase ketiga, fase ditemukan berbagai
media komunikasi digital. Dunia masuk dalam kerangkeng four-point zero (4.0), spectrum globalize tidak bisa terhindarkan,
kehidupan mengalami penyempitan dalam satu ruang, batasan negara, daerah,
budaya, suku, bangsa, dan agama nyaris tidak ada, semua bergelut dalam diorama
kepentingan, keperluan, dan orientasi individual.
Pendidikan, pembelajaran, pengajaran,
bergeser dari dunia nyata ke dunia maya. Pembelajaran yang dulu dilakukan
dengan bertatap muka, bercengkrama, penuh canda dan tawa, pertemuan yang hangat
dalam bahasa lisan dengan gesture wajah serta tubuh yang akrab, sekarang
menjadi pembelajaran verbal, victure, virtual dan natural (V3N).
Interaksi guru dan murid full dalam
dunia maya, instruksi guru dikemas dalam massage
chating whatshap. Platform
pembelajaran disesuaikan dengan kemampuan guru dan murid, apakah dengan google classrom, blog, google dirive, zoom meeting, google meeting.
Sebelum
covid-19 pembicaraan, wacana, diskusi terkait dengan pembelajaran jarak
jauh (distance learning) agak tidak
begitu serius dilakukan oleh sekolah yang berbasis klasikal, luring, terprogram
dan tersistem, apalagi yang berasrama. Tetapi semenjak 16 Maret 2020 semua
sekolah melaksanakan kegiatan pembelajaran jarak jauh (distance learning), termasuk juga sekolah yang berbasis asrama.
Guru dituntut belajar cepat menyesuaikan
dengan keadaan, yang masih canggung dengan dunia ITC harus mampu dan menguasai,
sehingga profesi keguruan berjalan dengan baik. Sampai sekarang semua sekolah
tetap melaksanakan PJJ. Sekalipun ada beberapa sekolah yang melaksanakan PTM
(pembelajaran tatap muka), tetapi dengan protokol yang ketat, membuat anak
lebih merasa nyaman untuk tetap PJJ dibandingkan dengan PTM.
Keadaan covid-19 telah menyeret semua
pihak masuk dalam dunia pembelajaran jarak jauh (distance learning), dan telah
serta sedang melaksanakan program merdeka belajar. Murid telah mengalami
kemerdekaan belajar dengan dirinya sendiri, belajar dengan tempat yang ia
inginkan, mempelajari apa yang dia minati, belajar dengan siapa saja yang ia
senangi, mempelajari apa saja yang ia ingin ketahui, belajar dari mana saja
sumber yang ia dapati.
Kemerdekaan itu telah dirasakan sebagai
seorang siswa. Tetapi yang menjadi permasalahan kemerdekaan guru masih
terganggu, tagihan administratif , pantauan atasan, ritualisasi kepegawaian,
upacara, rapat, pertemuan, kunjungan, arisan, mantenan, besanan sangat banyak
dan menyita waktu.
Seharusnya wacana kemerdekaan guru
dinikmati, guru diberikan kebebasan dalam berimprovisasi, berkreasi, berinovasi
dalam rangka memberikan pelayanan yang utama, kepada siswanya. Guru diberikan
kebebasan untuk memberikan pembelajaran kepada siswa yang lebih memberikan
makna.
Guru diberikan kebebasan dalam
mengembangkan dan mengadopsi beberapa inovasi tekhnologi dalam pembelajaran,
sehingga interaksi guru dengan siswa lebih akrab dan intensif, penilaian terhadap kinerja guru bukan dalam
ukuran bagaimana keinginan dan kemauan sang pimpinan tetapi bagaimana
penerimaan siswa terhadap dirinya.
Guru diberikan kebebasan dalam
mengembangkan bahan ajar yang berbasis teknologi informasi, pengoptimalisasi
pemanfaatan digitalisasi informasi dalam rangka memberikan layanan terbaik
untuk kepentingan siswa. Guru diberikan kebebasan dalam melakukan komunikasi
dan interaksi dengan siswa dan orang tua siswa, agar dapat melakukan
pembelajaran, dimana yang mereka senangi, bagaimana yang mereka sepakati.
Pimpinan jangan lagi membatasi guru
dalam melaksanakan pembelajaran dalam waktu dan tempat dengan mengeluarkan
serta memantau pelaksanaan jadwal pembelajaran.
Profesi guru tidaklah akan lekang kerena
panas dan tidaklah akan lapuk karena hujan, bagaimanapun rintangan dan
tantangan zaman, guru tetap dibutuhkan oleh semua manusia di muka bumi.
Secara teologis, manusia memerlukan Tuhan, memerlukan agama,
memerlukan nilai, memerlukan anutan, panutan, pembimbing, pengarah dan
penasehat. Guru ada di situ. Guru yang memiliki nilai, senantiasaa
bertransformasi kepada siswa, ia akan melekat dengan seorang siswa. Sekalipun
banyak sumber belajar di muka bumi ini yang sudah dikembangkan oleh mbah google dan nyonya yahoo, peran guru sebagai
sumber belajar tidak akan tergantikan.
Secara humanis, manusia memerlukan
hubungan manusia dengan manusia, anak akan bosan dan tidak akan terpuaskan
dengan gadjet, gawai, tab, computer, leptop, di tangannya. Ia membutuhkan sosok manusia yang akan
memberikan asupan nilai, spiritual, intelektual dan personal reffrence bagi dirinya.
Secara psikologis, manusia mengalami
turun naiknya stress dalam dirinya, sekalipun manusia juga dibekali Tuhan
dengan coping strtategy, kemampuan
diri untuk mengendalikan diri dengan strategy tertentu untuk menghindari
stress, tetapi yang namanya stress tetap menjadi hantu dalam kehidupan
psikologis siswa.
Aneka persoalan, masalah, beban dan
tantangan untuk hidup dan kehidupan yang komplek dan beragam membuat manusia
tetap dihampiri oleh yang namanya stress. Demikian juga dalam aspek sosiologis,
individualisasi dan liberaliasasi yang tengah menghantam kehidupan manusia
membawa manusia tidak nyaman dalam kehidupan, ia membutuhkan manusia untuk
berteman, berkawan, bersama dalam mengarungi rintangan dan tantangan kehidupan.
Ia
butuh sosok seorang guru yang mampu memnjadi penetralisasi stress dalam dirinya,
teman dalam bercakap menyelesaikan permasalahan kehidupan, manusia yang mampu
meng drive dirinya dalam menyelesaikan persoalan kehidupan.
Guru ditantang untuk memiliki peran
teologis, humanis, psikologis dan sosiologis tersebut dalam pembelajaran pada four-poin zero (4.0) kemerdekaan yang
diberikan kepada guru untuk mengedepankan kepentingan siswa di atas kepentingan
atasan dan teman guru, dibarengi dengan kemampuan spiritualisasi guru untuk
mengisi ruang teologis, humanis, psikologis dan sosiologis.
Guru mengedepankan ramah terhadap anak.
Keramahan terhadap anak dilakukan oleh guru melalui kata, wajah, dan perlakuan.
Keras, kasar, tajam, menghantam dalam pilihan diksi membuat seorang guru
terpisah dengan anak. Ia akan senantiasa ada dalam ruang memori anak menjadi
guru yang tidak memiliki kenyamanan personalize.
Komunikasi psikologis dengan anak
tergangu, terhijab, terhalang oleh tembok rakasasa rasa dan perasaan. Guru
dituntut untuk terus belajar dan belajar dalam samudera keilmuan. Perkembangan
keilmuan sekarang bukan dalam hitungan detik dan menit tetapi per nol detik,
keilmuan selalu berkembang, berubah dan mengalami kemajuan yang signifikan.
Guru jangan hanya menjadi konsumen
keilmuan dalam keadidayaan data yang yang difasilitasi oleh google dan yahoo, tetapi harus juga menjadi kontributor. Guru harus produktif
berinovasi dan meneliti. Tidak hanya sekedar membaca dan menulis tetapi menjadi
sebagai peneliti, mendalami dan memahami methodology
penelitian dan produktif dalam karya tulis ilmiah, dipublikasikan dalam
berbagai media. Jangan hanya tukang download
tetapi juga upload.
Sekolah masa depan harus dijadikan
sebagai pusat layanan pendidikan, pembelajaran tergantung dari kontrak siswa
dengan gurunya. Mau di kebun, pantai, sungai, danau, cafe, restoran, pasar,
mall, rumah. Sekolah lebih banyak didandani dengan sejumlah hotspot photo,
ruang terbuka hijau yang lebih ekologis.
Ruangan kelas perlu dibatasi, karena tidak akan termanfaatkan, lebih mengedepankan ruang peribadatan, masjid, gereja, vihara, karena manusia ke depan lebih ingin dekat dengan Tuhan, guru dan teman. Orang tua bagian dari gurunya. Guru memang menjadi seorang pewaris nabi, warasatul anbiya, karena dia menebar, menabur, membangun dan menguatkan nilai pada diri anak. Wallahu ‘alam bish shawab. Nashrun minallah wa fathun qarib.(*)
Memnag itulah yg terjadi...disinilah bisa terlihat profesional nya seorang guru dalam mentransy ilmu pengetahuan dan membentuk sikap karakter dari peserta didik...dgn cara bebas berkreasi... menggunakan keunggulan teknologi...
BalasHapus