Guru Mekar - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

27 November 2021

Guru Mekar

OLEH  DR. SUHARDIN, M.Pd

(Dosen Universitas Ibnu Chaldun/Pimpinan Pusat Muhammadiyah)


OPINI, potretkita.net - Banyak ucapan selamat yang diberikan kepada guru, dalam rangka hari ulang tahun Persatuan Guru Republik Indonesia(PGRI).


Banyak juga ungkapan yang bersifat memotivasi, penguatan moralitas guru, diantaranya, guru bukanlah orang hebat, tetapi orang hebat terlahir karena guru, guru pahlawan tanpa tanda jasa dan berbagai ungkapan lain yang diberikan atas apresiasi peran, fungsi dan kedudukan guru dalam dunia pendidikan.


Guru memiliki peran strategis dalam dunia pendidikan, tanpa guru, mustahil pendidikan dapat berjalan, sehingga ada juga yang menyebutkan guru bagaikan gula dalam perpaduan antara kopi gula dan rasa, berperan siginifikan tetapi tidak dihargai dan dipandang.


Penghargaan terhadap guru belum seimbang dibandingkan dengan signifikansi perannya dalam dunia pendidikan. Karena besarnya peran strategis guru, profesi lain nyaris tidak diperbincangkan. Peran dosen, peran tutor, peran isntruktur, peran penyuluh, peran asessor, dan peran widyaswara, peran mekanik, peran teknisi dan berbagai profesi lain.  


Di balik apresiasi yang tinggi secara diksi dan narasi kepada guru, juga banyak caci dan maki serta tuduhan yang dilontarkan kepada guru.


Banyak analis, peneliti, pengamat dan aktifis pendidikan yang menggugat guru, akibat lemah dan rendahnya kualitas pendidikan kita. Seperti dilansir oleh PISA (Programme for International Student Assessment) 2018  yang memotret masalah pendidikan Indonesia. Dalam kategori kemampuan membaca, sains, dan matematika, skor Indonesia tergolong rendah karena berada di urutan ke-74 dari 79 negara.


Sontak semunya menatap wajah guru, menyalahkan dan mengatakan bahwa guru kurang mampu memberikan layanan pendidikan yang bermutu dalam dunia pendidikan, padahal telah diberikan berbagai fasilitas, semenjak dengan sertifikasi Guru, tunjangan kesejahteraan berbasis kemampuan daerah, dan berbagai anggaran lain.


Tetapi perlu diingatkan tidak semua guru mendapatkan fasilitas tersebut, banyak guru yang belum bernasib baik, guru honorer, gaji guru swasta yang masih di bawah upah minimum regional, banyak guru yang tidak terima gaji, memgajar sebagai kewajiban dan konstribusinya terhadap peningkatan kecerdasan anak bangsa. 


Di balik penderitaan, apresiasi dan hujatan kepada guru, guru dihadapkan lagi dengan tantangan pendidikan masa depan merdeka belajar, menjadi seorang guru merdeka, guru penggerak, sekolah penggerak dan kepala sekolah penggerak. Berbarengan dengan itu, perkembangan teknologi informasi, yang telah membentuk peradaban baru dikenal dengan 4.0 (four point zero) membuat guru dapat beradptasi dengan nuansa baru pembelajaran di era baru ini.


Dua tahun sudah belajar dari rumah (BDR) yang tengah dan sedang dilakukan membuat guru harus mampu mengembangkan diri belajar dengan V3+N (verbal, visual, virtual, dan natural). Verbal, guru dituntut untuk mampu mengolah kata dengan narasi yang tajam penuh makna.


Visual, pointer yang dikembangkan dideskripsikan dengan gambar yang memiliki nuansa memikat, mengundang perhatian penuh anak, merangsang curiosity (rasa ingin tahu), dalam nuansa refleksi dan gembira. Virtual dilakukan secara on-line systems, real time, dengan memakai perangkat platform media sosial zoom meeting, google meeting, googlr class room. Natural dilakukan secara alamiah, apa adanya dan sesuai dengan kondisi waktu yang dimiliki anak.


Pekikan, slogan dan uforia,  merdeka belajar (mekar) yang dilontarkan oleh pejabat dan disambut oleh stakeholder pendidikan, dimaknai merdeka untuk menentukan tempat belajar, merdeka untuk menentukan kapan belajar, merdeka untuk menentukan apa yang akan dipelajari dan merdeka untuk menentukan bagaimana cara belajar yang akan dilakukan.


Peran guru sangatlah dilematis. Di satu sisi guru dengan  idealisme yang melekat dalam dirinya ingin memberikan sesuatu yang terbaik kepada peserta didik, tetapi disisi lain, peserta didik memiliki kemerdekaan individual untuk memilih apa yang menjadi pihan dirinya. Guru yang dikenal selama ini sebagai sumber ilmu pengetahuan, pelita dalam kegelapan, berubah secara revolusioner menjadi seorang pelayan, fasilitator, mediator, motivator anak.


Anak sosok manusia merdeka yang membutuhkan fasilitas dari seorang guru untuk penguatan kompetensi dirinya, setidaknya critical thinking, kemampuan berpikir kritis, analitis, sistematik dan problems solving.


Collaborative, kemampuan anak untuk bekerja sama dengan orang lain dalam rangka menyelesaikan tugas, beban pembelajaran yang diberikan.


Communication, sebagai kelanjutan dalam bekerja, dibutuhkan interaksi dan komunikasi yang baik, penggunaan diksi, pilihan kata yang tepat pada orang yang tengah berkomunikasi, bagaimana berbahasa terhadap sebaya, berkomunikasi dengan adik, berkomunikasi dengan senior dan berkomunikasi dengan orang yang disegani, latihan pilihan kata, pembentukan kalimat dalam narasi yang tepat dan benar dibutuhkan oleh anak.


Computational, kecakapan, kehandalan dan kemahiran dalam mengaplikasikan sistem komputer melalui keterampilan coding, praktek pemakaian satu paket sistem aplikasi.


Di samping kemampuan di atas, kemampuan yang sangat dibutuhkan anak adalah kemampuan untuk membaca (literasi). Literasi berawal dari membaca yang memang tersurat dalam bacaan, atas perpaduan antara huruf menjadi kata, kata menjadi kalimat, kalimat menjadi paragraf, dan paragraf menjadi narasi.


Tetapi jauh dari itu, kemampuan untuk memaknai kalimat dalam bentuk kontekstualisasi dengan menarik makna berdasarkan pemahaman terhadap variabelitas yang ada di tengah masyarakat, sehingga anak mampu menangkap fakta, realitas dan kebenaran. Kemampuan membaca membawa anak untuk bisa memilih dan memilah sesuatu hal yang ada di tengah-tengah dirinya.


Anak membaca berbagai media, bahan ajar, sumber belajar. Membaca teknologi informasi, sehingga menjadi sumber belajar yang efektif. Membaca budaya sehingga memiliki kepekaan terhadap budaya setempat, mampu menempatkan diri dalam arus kebudayaan. Membaca hukum, agar tidak terjebak dengan hukum, akibat ketidak tahuan atas norma yang ada di tengah kehidupan sosial.


Membaca politik, agar paham dan mengerti tentang situasi politik, bukan untuk menjadi seorang pilitisi. Membaca keuangan, agar mampu mengelola anggaran, dan mampu berhemat dalam penggunaan keuangan pribadi. Membaca ekologi, agar mempunyai kesadaran, kepedulian dan tanggungjawab terhadap lingkungan. Membaca agama, agar menjadi hamba yang thaat terhadap doktrin kegamaan dan menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan. 


Peran guru memberaikan fasilitasi anak didik menggapai kemampaun ciritical thinking, collabarative, communication, computation tersebut dengan baik dan benar. Tentu guru tidak lagi sebagai sumber, tetapi mediator, fasilitator dan kontributor dalam bentuk bahan bacaan (literasi) dengan mengoptimalisasikan beberapa sumber informasi agar anak memiliki kemampaun literasi diri, literasi budaya, literasi teknologi, literasi keuangan, literasi keagamaan, literasi ekologi sehingga ia mampu beradaptasi dan berkompetisi dalam kehidupan nyata.


Peran-peran guru dapat dikembangkan dengan berusaha untuk melakukan humanisasi dengan anak melalui interaksi pembelajaran baik yang bersifat tatap muka (luring) maupun yang bersifat online system.


Pembelajaran yang bersifat literatif diberikan guru bisa langsung dalam suasana realtime bisa juga dalam waktu lain dengan mengemasnya dalam bentuk pembelajaran berbasis digital, sehingga anak bisa belajar sendiri dalam kamar sendiri, waktu yang disukai, di tempat yang disenangi, dengan perangkat teknologi yang dijangkau. Wallahu ‘alam bishawab.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad