SEBULAN belakangan, keluhan yang paling viral di lintasan jalan nasional, dari Padang menuju Bukittinggi atau sebaliknya, adalah macet akut sejak dari Lembah Anai, Padang Panjang, Koto Batu, hingga pusat Kota Bukittinggi, dan sebaliknya.
Kendaraan mengular terjebak macet di ruas Padangpanjang-Bukittinggi (fb maison pisano) |
Bila selama ini aktifitas di Pasar Kotobaru, Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar, kerap menjadi penyebab macet, sehingga kendaraan tidak dapat bergerak berjam-jam, baik dari arah Kota Padang Panjang maupun Bukittinggi, plus kemacetan baru di Batu Palano bagi kendaraan yang hendak masuk jalan nasional di Kotobaru dari arah Payakumbuh, kini tidak terlalu jadi masalah lagi. Kalaupun macet juga, itu hanya berlangsung beberapa jam setiap Senin, pagi hingga siang.
Penyebab macet Jumat-Ahad di jalur ini hanya masalah ‘sepele dan lucu-lucu’ saja. Tapi karena jumlah kendaraan meningkat berlipat-lipat dari hari biasa sejak pekan ketiga Desember 2021 hingga kini, pekan kedua Januari 2022, maka macet terjadi dengan antrian hingga belasan kilometer dan bisa memakan waktu berjam-jam.
Musriadi Musanif (wartawan utama) |
Benar, penyebabnya ‘sepele dan lucu-lucu’ saja. Sesungguhnya bisa diantisipasi petugas sejak dini, sebelum macet menjadi parah. Misalnya, ada beberapa unit truk tronton bermuatan berat yang beriringan melewati tanjakan sepanjang Lembah Anai hingga Padang Panjang ke Kotobaru.
Lantaran bosan mengiringi dari belakang dengan ritme putaran roda yang sangat pelan, akhirnya ada saja pengendara yang nekat menerobos. Lalu, tersumbatlah arus dari arah berlawanan. Macet pun tak dapat dielakkan lagi. Dalam waktu kurang satu jam saja, kemacetan bisa mengular hingga beberapa kilometer.
Beberapa tahun lalu, Polres Padang Panjang punya cara terbilang jitu mengantisipasi masalah seperti itu. Truk-truk berat itu diseleksi di Lembah Anai, tidak boleh jalan beriringan menaiki tanjakan Singgalang Kariang hingga Bukit Berbunga Silaing Bawah. Jarak antar kendaraan diatur hingga satu kilometer. Dengan demikian, kendaraan lain di belakangnya bisa dengan mudah bermanuver untuk mendahului.
Hal serupa juga dilakukan di lintasan sejak dari Terminal Bukit Surungan hingga Panyalaian dan Aie Angek. Iring-iringan truk yang menjadi pemicu macet, diantisipasi sejak dini.
Selain karena truk, macet pada lintasan terpadat di Sumatera Barat ini juga dipicu oleh kendaraan rusak di jalur menanjak. Selain truk dan bis, kerusakan juga ditemukan pada kendaraan roda empat angkutan pribadi. Kendaraan yang rusak menyebabkan terjadinya penyempitan jalan. Arus kendaraan dari kedua arah jadi terganggu. Nah, lantaran padatnya jalan raya, dalam waktu satu jam saja, kemacetan bisa tembus belasan kilometer.
Pernah terjadi beberapa hari lalu, sebuah truk dari arah Bukittinggi mengalami kerusakan di penurunan tajam Pasa Rabaa. Satu jam kemudian, antrian kendaraan dari arah Bukittinggi sudah sampai ke Kotobaru. Tak lama kemudian, sebuah bus pariwisata yang sedang menanjak dari arah Padang Panjang rusak pula. Posisinya bersebelahan dengan truk yang rusak sebelumnya.
Akibatnya, arus kendaraan terkunci dari kedua arah. Antrian kendaraan dari arah Padang Pajang mencapai Simpang Lapan dan Terminal Bukit Surungan. Dari arah Bukittinggi, kemacetan mencapai Kayu Tanduak. Sungguh, akibat truk dan bus rusak itu, ribuan orang jadi terganggu perjalanannya. Ini jelas keteledoran yang luar biasa. Awak dan pemilik truk beserta bis pariwisata itu, terkesan memaksakan kendaraannya jalan tanpa memastikan kelayakannya beroperasi.
Dalam keadaan arus kendaraan yang terkunci dari kedua arah, banyak pula pengendara minibus yang umumnya adalah travel atau angkutan keluarga memilih jalur alternatif, misalnya masuk ke jalan Kotolaweh tembus ke Nagari Singgalang dan keluar di Lubuk Mata Kucing, atau belok kiri di Pasa Rabaa menuju Paninjauan dan keluar di jalan lingkar utara Padang Panjang.
Lancarkah perjalanan mereka melewati jalur alternatif itu? Tidak, ternyata. Tidak sedikit pula mobil yang terjebak macet di jalan-jalan sempit dan banyak berlobang itu, karena masyarakat menggelar pesta pernikahan atau kendaraan warga setempat yang parkir di sembarang tempat dengan memakan badan jalan. Lebih separuh jalan kabupaten milik Pemkab Tanah Datar itu jadi tertutup. Tidak sedikit pula kendaraan yang terjebak di situ.
Penyebab macet lainnya di jalan nasional itu adalah kendaraan-kendaraan besar yang sedang antri solar. Sedikitnya, ada tiga SPBU di jalur ini yang kerap memicu kemacetan akibat antrian solar itu, yaitu SPBU di Silaing Bawah, Ganting (dekat MTsN Padang Panjang), dan SPBU Batagak. Terkadang, truk-truk besar sudah antrian dan menyumbat arus lalu lintas, padahal solar di SPBU itu belum tersedia. Sungguh, memilukan sekaligus memalukan.
Mencermati kondisi sebulan belakangan, terasa benarlah betapa pentingnya disegerakan membangun jalan tol di ruas Sicincin-Padang Panjang-Bukittinggi. Tidak mendahulukan ruas Padang-Sicincin seperti yang dikerjakan saat ini. Ruas tol Sicincin-Bukittinggi jauh lebih penting daripada Padang-Sicincin. Kenapa tidak ini yang didahulukan?
Kemacetan akut kerap terjadi di ruas Sicincin-Padang Panjang-Bukittinggi, bukan di ruas Padang-Lubuk Alung-Sicincin. Kalau masih memungkinkan, tolonglah ruas Sicincin-Padang Panjang-Bukittinggi itu yang didahulukan. Marasai kami. Kapan perlu, tundalah dulu Padang-Sicincin, lalu kejarkan membangun Sicincin-Bukittinggi dahulu.
Rumit dan sulit? Ndak apa-apalah, tolong saja bapak antisipasi penyebab kemacetan akut itu terlebih dahulu. Kalau sudah ada tanda-tanda akan macet, segera ambil langkah antisipatif. Tidak seperti yang sudah-sudah, pengaturan arus lalu lintas baru dilakukan, ketika kendaraan sudah mengular dan terkunci akibat macet dari kedua arah. Butuh waktu berjam-jam untuk mengurai kemacetan itu.(MUSRIADI MUSANIF, wartawan utama)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar