Dr. Suhardin, M.Pd.
(Dosen Universitas Ibnu Chaldun Jakarta
OPINI POTRETKITA.net - Perwujudan perdamaian dan pencapaian kebahagiaan merupakan keinginan luhur semua manusia di muka bumi ini.
Kajian tentang damai negatif yang berimpitan dengan coping strategy berbasis stratifikasi sosial dan gender adalah hal yang sangat menarik.
Artikel ini mencoba untuk mengungkap persemaian coping strategy dalam habitat masyarakat dalam tekanan covid-19 dan usaha semua pihak mewujudkan damai negatif.
Damai negatif berpengaruh terhadap naik turun coping strategy masyarakat pada status sosial tinggi dan rendah serta male dan female pada masyarakat yang status sosial tinggi dan rendah. Metode yang digunakan library research dengan menghimpun, mengkaji dan menganalisis sumber-sumber sekunder yang autentic.
Dari hasil kajian di peroleh kesimpulan bahwa negara harus hadir mewujudkan perdamaian abadi di tengah masyarakat dengan melakukan apresiasi terhadap para tokoh masyarakat yang berpartisipasi membantu pemerintah. Melakukan edukasi kepada masyarakat terkait dengan dampak segala sesuatu hal yang akan menimpa masyarakat.
Melakukan sinergitas dengan segenap komponen sosial agar senantiasa bergotong groyong mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dan mengembangkan regulasi yang mendekatkan masyarakat dalam keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Atmosfier sosial ini menyuburkan tumbuh dan berkembang coping strategy masyarakat untuk menggapai kebahagian hidup tanpa memandang status sosial dan gender.
Dalam situasi pandemi, masyarakat dituntut untuk berada di rumah (stay at home), bekerja di rumah (work from home), Belajar Dari Rumah (BDR), tidak banyak melakukan mobilitas, tetap di rumah saja, karena takut terjadi penyebaran covid-19.
Masyarakat tertekan, tidak boleh beraktifitas di luar rumah, tetapi kebutuhan diri dan keluarga yang tidak mencukupi. Situasi yang seperti ini jelas akan mengalami beberapa indikator menuju stress. Takut, cemas, khawatir, marah, pasrah (apatis) malah ada juga yang agresif dan depresi (keinginan untuk mengakhiri hidup).
Variasi stress dan coping startegy pada masing-masing individu memiliki perbedaan tingkatan. Ada yang tinggi, sedang dan rendah. Dalam situasi ini tidak ada gejolak, ketegangan sosial, protes, demonstrasi besar.
Situasi ini apakah coping strategy masyarakat yang sudah cukup membaik dengan adanya musibah pandemi covid-19 apakah pemerintah sudah cukup tanggap untuk menciptakan perdamaian, dengan damai negatif (negative peace).
Penelitian tentang pandemi covid-19 banyak dilakukan, terkait dengan pembelajaran di rumah selama covid-19. (Suhardn, 2021) Peranan orang tua dalam mendukung pembelajaran anak di rumah di masa pandemi. (Lilawati, 2020) Pembelajaran Jarak Jauh di Masa Pandemi Covid-19. (Sari, Widya Rifki, Andi Muhammad Karmila, 2020).
Penelitian yang dilakukan seputar mencari beberapa alternatif solutif terhadap permasalahan yang tengah dihadapi warga masyarakat berdiam di rumah selama pandemi covid-19. Peneliti sendiri dengan kawan-kawan juga mencoba meneliti pengembangan materi ajar pendidikan agama dalam pendidikan di rumah (Suhardin, Hayadin, Sugiarti, 2021).
Novelty artikel ini lebih menonjolkan kajian kepustakaan tentang keterpaduan antara coping strategy, damai negatif, status sosial dan gender dalam kajian library untuk menambah wawasan terhadap empat konsep di atas dalam kajian dan analisis psikologi dan sosiologi pendidikan.
Permasalahan yang terlihat dalam kajian ini bagaimana pemerintah dan masyarakat dalam menciptakan damai negatif selama pandemi covid-19? Bagaimana damai negatif ini mempengaruhi coping strategy masyarakat? Bagaimana status sosial dengan strategy coping masyarakat? Bagaimana dengan coping strategy male dan female pada status sosial tinggi? Bagaimana coping strategy male dan female pada status sosial rendah? Bagaimana gender dengan coping strategy?
Status Sosial dan Coping Strategy
Status sosial melekat pada individu berbasis alamiah dan rekayasa. Alamiah telah ditakdirkan oleh sang pencipta, rekayasa ada usaha dan kebijakan yang memberikan kedudukan, peran, dan fungsi pada individu di tengah kehidupan sosial. Status sosial dilihat berbasis individu, pendidikan, lingkungan, sosial, ekonomi, budaya dan politik.
Dari beberapa aspek tersebut dapat diberikan skoring, penilaian, jusment kepada individu berada pada zona, status, kedudukan pada level tinggi, menengah dan sedang.
Coping strategy kemampuan individu dalam beradaptasi pada permasalahan diri yang tengah berada pada situasi, lingkungan, lingkup kerja yang mencakup appresial (penilaian) dan coping (penanggulangan). Individu yang tengah dihadapkan pada situasi dan kondisi di luar dirinya sering mengalami tekanan, percepatan, konfrontasi, pertentangan, agitasi, dan konflik, sehingga berbuah kepada situasi emosional yang berbentuk takut, marah, agresi, apatis dan depresi.
Manusia memiliki potensi diri untuk mampu menilai permasalahan eksternal diri dengan memberikan kalkulasi, identifikasi, simulasi, dan kategorisasi. Perhitungan yang dilakukan pada dimensi kognitif berbarengan dengan penyelarasan tekanan emosional dengan menyeimbangkan padanan tuntutan dengan kemampuan diri, sehingga jiwa manusia tetap pada level ketenangan, ketangguhan, keuletan, kemampuan, kesenangan, dan kebahagiaan.
Suasana takut, lemah, lemas, apatis, marah, agresip dan depresi dapat dikelola dengan baik sehingga menjadi manusia yang optimis, aktif, kreatif, dinamis, progresif dan kalkulatif. Coping strategy membuat individu tangguh, faith (yakin), optimis, strong (kuat), kompetitif, adaptive (menyesuaikan) dan opportunity (peluang).
Status sosial tinggi memiliki tingkat kemampanan yang representasi. Hidup dalam kecukupan malah serba berlebih. Suasana psikologis yang demikian membuat individu rentan dengan kelabilan diri. Temuan Coping strategy pada status sosial tinggi rendah dibandingkan dengan status sosial rendah.
Pada status sosial rendah, individu sudah terbiasa dalam kesederhanaan, terbiasa dalam kekurangan, tidak terlalu mengharapkan kesempurnaan. Mereka senantiasa optimistik dalam menjalankan kehidupan, bahagia dengan segala yang ada, senantiasa berusaha untuk mendapatkan peluang maju. Tidak ada terlihat kegelisahan dalam menghadapi himpitan dan tekanan kehidupan sosial.
Sebaliknya status sosial tinggi telah berada pada zona nyaman, mereka menikmati situasi, sedikit turbulensi kehidupan pada masa pandemi mereka mengalami stess. Coping strategy mereka rendah, mereka mengalami ketakutan dalam berhadapan dengan suasana pandemi, mereka khawatir kekayaannya berkurang, sibuk dengan menumpuk perbekalan, takut dirinya terpapar.
Mereka lemah, karena sudah terbiasa dilayani. Mereka tidak siap dengan kesulitan hidup, karena sudah menikmati kehidupan dengan senang dan nyaman. Mereka kurang bahagia, karena senantiasa dihantui oleh ketakutan.
Status sosial berpengaruh terhadap coping strategy individu di tengah kehidupan sosial. Sebenarnya bukanlah status sosialnya yang berpengaruh, tetapi kebiasaan individu pada level status tertentu dalam stratifikasi sosial.
Pada status sosial tinggi kebiasaan dilayani lebih dominan ketimbang melayani. Mendapatkan penghormatan proporsinya lebih besar ketimbang menghormati. Mendapatkan hadiah lebih besar ketimbang bersedekah. Mengumpulkan kekayaan lebih sering ketimbang berbagi kepada yang lemah. Memberikan tekanan lebih sering ketimbang mengayomi.
Menuntut lebih besar ketimbang membimbing. Kebiasaan yang kurang baik ini berimplikasi kepada suasna bathin yang mengalami cemas, khawatir, takut, marah, agresi, apatis dan depresi. Inilah beberapa hal yang membuat mereka mengalami kelemahan dalam coping strategy.(BERSAMBUNG)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar