Dinamika Lempeng Tektonik Bumi Alami Peningkatan Keaktifan - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

25 Mei 2022

Dinamika Lempeng Tektonik Bumi Alami Peningkatan Keaktifan

DENPASAR, POTRETKITA.net - Masyarakat dunia menghadapi berbagai persoalan yang cukup berat. Selain karena perubahan suhu, juga akibat dinamika lempeng tektonik planet bumi yang menunjukkan tren peningkatan keaktifan.

Prof. Dwikorita Karnawati
Akibat perubahan iklim, menurut Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Prof. Dwikorita Karnawati, perisitiwa ekstrem semakin sering terjadi dengan intensitas yang lebih tinggi dan durasi yang lebih lama.


"Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) sendiri memproyeksikan bumi akan mengalami pemanasan jangka pendek hingga 1,5 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri lima tahun ke depan atau tahun 2026. Proyeksi tersebut memiliki peluang mencapai 50 persen," paparnya.


Hal tersebut disampaikan Dwikorita saat membuka acara Third Multi-Hazard Early Warning Conference (MHEWC-III) yang digelar di Bali, Senin (23/5/), sebagaimana dikutip dari publikasi Biro HUmas BMKG, Rabu (25/5) pagi. Acara tersebut dilaksanakan sebagai tindak lanjut Sendai Framework pada tahun 2015 silam, dan merupakan bagian dari Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR). Presiden Jokowi dijadwalkan hadir pada 25 Mei 2022.


Selain itu, imbuhnya, Katalog Komposit Sistem Seismik Nasional Lanjutan juga melaporkan bahwa terjadi peningkatan trend seismisitas secara global, yang juga dikuatkan dengan data historis BMKG. Hal ini benar-benar menjadi tantangan serius kita semua untuk mempercepat pencapaian Target G Kerangka Sendai, terutama untuk mempercepat pencapaian Resiliency atau Ketangguhan terhadap bencana melalui penerapan peringatan dini di level nasional dan lokal.


Dwikorita juga menyoroti pentingnya kolaborasi dan sinergi serta mengedepankan kearifan lokal sebagai manifestasi resiliensi (ketangguhan) dalam upaya selamat dari bencana. Penerapan Peringatan Dini Multi Bencana merupakan salah satu upaya utk mewujudkan resiliensi tersebut. Resiliensi atau ketangguhan menurutnya semakin kuat jika pengetahuan, budaya/kearifan lokal dipadukan dengan teknologi yang tepat.


Kearifan lokal dan pengetahuan tradisional yang diwariskan turun temurun, tegasnya, memiliki dampak signifikan terhadap keberhasilan peringatan dini bencana alam. Begitu juga dengan peran-peran komumintas dan organisasi kemasyarakatan.


"Ini disebut hybrid socio-technical early warning system yang tidak hanya efektif, tetapi juga lebih berkelanjutan dalam penerapannya. Resiliensi kolaboratif seharusnya tidak hanya dikembangkan di level nasional saja, tetapi juga diimplementasikan untuk memperkuat kapasitas pemerintah lokal, dan pemimpin lokal atau adat, dan komunitas, berdasarkan pengetahuan dan kebijaksanaan mereka," pungkasnya.


Dwikorita mendorong komunitas internasional untuk bergotong royong membangun Multihazard Early Warning System yang handal, guna menghadapi berbagai bencana alam dan perubahan iklim.(*/mus)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad