Oleh Masnurdin Tanjung
SEPANTASNYALAH tiap detakan jantung, tiap helaan nafas, dan tiap denyutan nadi dijalani dengan Asma Allah. Dengan tawakal kepada Allah dan dengan pengakuan tiada daya dan kekuatan kecuali karena karunia Allah semata.
Sesungguhnya, pengakuan atas ketidakberdayaan di hadapan Yang Maha Perkasa adalah sumber kekuatan yang tak pernah kering, tak pernah habis, dan tak pernah berakhir, serta tak ada batasnya.
Pada zaman dahulu, ada sebuah negeri yang bernama Saba’, Allah menjamin mereka dengan air yang jernih, sedap dan sejuk. Allah melimpahi mereka dengan buah-buahan yang manis, lembut dan harum. Allah mencukupi mereka dengan biji-bijian yang halus dan berserat, berukuran kecil dan besar, serta mudah diolah dan awet disimpan.
Allah menyediakan bagi mereka melalui ternak-ternaknya daging yang lezat, susu yang sehat, dan minyak yang pekat. Dan Allah mengaruniakan kepada mereka pakaian indah dari bulu domba yang dipintal menjadi wol dan serat kapas yang ditenun menjadi katun.
Mereka hidup di Negeri yang amat baik, dengan penuh kesyukuran. Sementara Tuhan mereka Maha Pengampun atas segala dosa, selama tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun juga.
Tetapi… Kemudian mereka berpaling dan ingkar dari tauhid yang murni dan lurus, serta mengkufuri nikmat dan membanggakan dosa-dosa, karena merasa sudah bisa apa saja, dan dengan mudah kemana-mana. Lupa bahwa semua itu adalah karunia dari Allah Yang Maha Pemurah.
Maka Allah menimpakan musibah kepada mereka dalam bentuk kesusahan, penderitaan dan kesempitan, agar mereka mau kembali untuk merendahkan diri di hadapan-Nya yang Maha Pemberi. Karena nikmat telah membuat mereka lupa diri dan berpaling, semoga musibah menjadi jalan untuk insyaf. Karena sentosa telah membawa alfa, semoga kesusahan menyadarkan lalainya.
Lantaran bersebab kenikmatan telah melahirkan amal durhaka, semoga penderitaan bisa membuat mereka bertaubat. Sebab kelapangan hanya diisi dengan kesia-siaan dan membuang buang waktu, semoga kesempitan membuat mereka mau mengisi hidup mereka dengan penuh makna.
Dari keadaan sebelumnya, anak Adam yang dicurahi kenikmatan karena beriman, berubah menjadi manusia ingkar dan diliputi kemalangan. Iman yang berubah jadi kufur mendatangkan bencana bagi negeri yang semula makmur.
Jika sudah demikian, mentari yang bersinar bukan lagi untuk menerangi hidup melainkan mengeringkan dan membunuh. Langit menurunkan hujan bukan lagi menjadi sumber pangan dan kehidupan, melainkan menyebabkan longsor dan banjir genangan yang menebarkan wabah racun dan penyakit.
Allah berfirman dalam Alquran Surat 34 (Saba) ayat 15-17 yang artinya: ”Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun". Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr. Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu) melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir”.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar