Kesalehan Sosial - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

19 Agustus 2022

Kesalehan Sosial

Oleh Dr. Suhardin, M Pd.

(Dosen UIC Jakarta dan BPH STKIPM Bogor) 



OPINI, POTRETKITA.net - Saleh dalam bahasa sederhana dapat diartikan baik. Ungkapan masyarakat mengatakan semoga menjadi anak yang shaleh, berbakti kepada orang tua dan berguna bagi masyarakat. 


Semoga menjadi istri shalehah, berbakti dan taat kepada suami. Demikian juga suami shaleh sayang istri bertanggungjawab terhadap keluarga. Kesalehan proses Bahasa Indonesia yang melakukan afiksasi terhadap kata dasar saleh, yang membawa konsekwensi makna dari kata dasar menjadi kata sifat.


Shaleh secara lafziyah artinya baik dan kesalehan maknanya adalah kebaikan seseorang terhadap sesuatu yang dapat diukur dan dilihat dampaknya. 


Kata sosial berasal dari Bahasa Latin socius yang berarti segala sesuatu yang lahir, tumbuh dan berkembang dalam kehidupan bersama. Sosial juga diartikan masyarakat, atau segala sesuatu yang menyangkut kepentingan umum, kepentingan bersama, di atas kepentingan individu.


Keshalehan bila dipadukan dengan keshalehan sosial merupakan kebaikan individu, seseorang manusia untuk kebaikan secara umum atau terkait dengan kepentingan umum, kepentingan masyarakat, kepentingan manusia secara universal.


“Barang siap yang mengerjakan kebaikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik. Dan kami beribalasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (QS. An-Nahl (16):97).

  

Elmiati, dosen UIN Suska, mendefenisikan kesalehan sosial adalah perilaku orang-orang yang peduli dengan nilai-nilai islami, yang bersifat sosial. Seperti santun, menolong, peduli dengan masalah ummat, memperhatikan dan menghargai hak sesama, berpikir berdasarkan perspektif orang lain, empati dengan penderitaan teman.


Kesalehan sosial menurut beliau membuat orang lain merasa tentram, nyaman dan damai berinteraksi. Lebih lanjut beliau menegaskan bahwa kesalahan seorang muslim bukan hanya kethaatan dalam menunaikan ibadah ritual, shalat, puasa, dan haji tetapi yang paling utama adalah kesalehan sosial dalam kehidupan kemasyarakatan, berbangsa dan bernegara. 


Kementerian Agama Republik Indonesia yang digawangi oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Pembinaan Masyarakat, berusaha untuk mengembangkan konstruksi kesalehan sosial sebagai wujud dari kebaikan individual, untuk kemaslahatan umum dalam bentuk, pertama, terjalinnya harmonisasi interaksi dan interrelasi manusia di tengah kehidupan sosial kemasyarakatan.


Interaksi berjalan baik dengan melaksanakan kesepahaman, saling memahami dan saling menghargai antar individu dalam pergaulan sosial. Relasi individi, kelompok, komunitas etnis berbaur dalam kebinekaan, semua menyatu dalam kohesivitas sosial yang kuat.


Tidak ada pertentangan dan konflik antar individu dalam kelompok, antar kelompok dalam komunitas dan etnis, antar etnis dalam masyarakat dan antar masyarakat dalam bangsa. Semua bertekad mewujudkan bangsa yang damai, maju, makmur, aman, sentosa dan bahagia di dunia dan akhirat. 


Kedua, menjujung tinggi moralitas, etika dan etos religius yang dianut oleh masing-masing agama. Agama bukan hanya sumber moralitas spiritual dan ritualitas individual, tetapi sumber inspirasi dan sumber energi dalam kehidupan sosial masyarakat.


Kehidupan nyata yang dapat diukur dan diobservasi serta di nilai. Ketiga, sikap dan perilaku melestarikan lingkungan. Kesalehan sosial dapat dilihat dari kepekaan diri dalam berbuat dan melakukan sesuatu untuk kebaikan lingkungan, kerusakan lingkungan memang andil yang paling besar dari coorporate, tetapi sikap dan perilaku hidup individu tidak kalah konstributif terhadap kerusakan lingkungan.


Perilaku membuang sampah sembarangan, menghasilkan lingkungan kotor, mendatangkan gas metana, menimbulkan bauk tidak sedap, menbuat ketidak nyamanan di tengah lingkungan. 


Keempat, solidaritas sosial, semua agama dan keyakinan mengajarkan tentang pentingnya memupuk, menumbuhkan dan mengembangkan sikap solidaritas sosial, bersama-sama dan hidup bersama, dan saling membutuhkan antar sesama.


Kelebihan satu individu perlu didistribusikan kepada individu dan kelompok lain yang membutuhkan. Solidaritas sosial yang akan membangun saling ketergantungan antar satu dengan lain. Ketergantungan wujud nyata bahwa manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan, tidak dapat hidup sendiri di tengah-tengah masyarakat.


Sikap individualistik, egoistik, superioritas, perlu dibuang dan dikebiri dengan merias dan menata sikap dan perilaku soliditas dan solidaritas. Kelima, relasi masyarakat dan negara. 


Lima hal inilah yang dijadikan dimensi pengukuran oleh puslitbang dalam mengembangkan instrumen pengukuran kesalehan sosial masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Dari hasil pengukuran yang sudah dikembangkan terpotret hasil bahwa memang kesalehan sosial masyarakat Indonesia sudah relatif sangat tinggi mencapai angka indek 84,55.


Ini artinya, dalam pandangan dan penilaian tim yang sudah melakukan research, bahwa bangsa Indonesia sudah nyaris sempurna kebinekaannya, sudah sangat kuat pluralitasnya, sudah sangat guyub, memiliki kohesivitas sangat tinggi, sudah memiliki standar nilai kuat, moralitas baik, etika agama tercermin dalam kehidupan nyata, sangat care dan peduli terhadap lingkungan, dan sudah final dan sangat harmonis hubungan masyarakat dengan pemerintah.



Tentu banyak yang mempertanyakan dan banyak yang tidak setuju, namun hasil quantitative research, harus dibantah dengan hasil quantitative research juga. Quantitative asasnya adalah kepercayaan. Hasil apapun yang diperloleh dari pengukuran harus dipercaya, boleh dikeragui tetapi tidak boleh dijustifikasi sebagai sebuah temuan yang tidak benar, karena seorang peneliti berangkat dari metodologi yang dapat dipertanggungjawabkan, menghasilkan desain yang sudah rasional dan sistematis, dan menghasilkan skor yang objektif, realitas, dan diolah, dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan inffrensial, semua dapat dipertanggungjawabkan. 


Hasil tersebut dapat direfleksikan bahwa anak bangsa Indonesia sangatlah baik, punya nilai kebinekaan yang kuat, moralitas dan etika tinggi, kepedulian terhadap lingkungan yang sangat baik, soliditas dan solidaritas yang kuat dan tangguh serta kecintaan terhadap bangsa dan negara yang sangat tinggi.


Ada beberapa temuan bahwa ada beberapa daerah dan beberapa personil yang kritis dan nyinyir terhadap pemerintah, tetapi itu bukan karena ia tidak cinta terhadap negara, tetapi bukti kecintaan terhadap negara, mereka sangat risau dengan aparatur pemerintah yang tidak amanah dan tidak profesional.


Oknum-oknum pejabat diduga pula banyak yang menghambur-hamburkan uang  untuk kehidupan glamour.  Mereka bersenang-senang dan bermegah-megah di atas penderitaan jutaan rakyat yang menderita kemiskinan. Satu pejabat dapat menyimpan uang kes bermiliar-miliar rupiah di luar akuntabilitas negara. Uang tersebut sebagai dana entertain yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan yang diduga ilegal, dipergunakan untuk kepentingan geng dan kelompok tertentu dalam kesatuan.

   

Ada juga temuan, bahwa banyak diantara warga yang Shalat Terus Maksiyat Jalan (STMJ), ibadah ritual sebagai wujud kesalehan individual, tidak berbekas dan berdampak terhadap kesalehan sosial. Padahal pesan kitab suci bahwa shalat mencegah perbuatan keji dan munkar.


Ada juga ritual klenik, ibadah dijadikan sebagai bentuk praktek klenik, perdukunan dan peramalan. Ahli ibadah yang berprofesi menjadi orang pintar, atribut tokoh agama yang dimanfaatkan untuk meyakinkan orang tertentu dan di kapitalisasi untuk kepentingan individual.


Jelas ini bukan kesalehan, tetapi adalah bentuk kesesatan yang juga akan menjadi praktek kriminalisasi berbasis ritualisasi keagamaan. Kesalehan sosial tidak bisa dilepaskan dari pembangunan sosial yang berwujud dari mekanisasi kehidupan sosial yang senantiasa bergerak menuju kebaikan dan perbaikan secara berkesinambungan.


Mekanisasi diikuti dengan organisasi, gerak kebaikan dibangun dalam tatanan regulatif, sehingga ia diatur sedemikian rupa untuk diterapkan dan diaplikasikan dalam bentuk perangkat sistem. Maka kesalehan sosial, menurut Adlin adalah humanisasi, kemanusiaan yang realistis dan aktual di tengah kehidupan, menjunjung harkat dan nilai-nilai universal.


Lebih dari itu, kesalehan sosial juga humanis ekologis, selain menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan juga menjaga kelestarian dan keseimbangan ekologis di tengah kehidupan. 


Konsistensi dan komitmen yang tinggi untuk senantiasa menabur kebaikan diri untuk kemaslahatan umum, berbuah amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan, akan diganjari oleh Allah SWT dengan kehidupan yang lebih baik.


Tetapi sebaliknya, kemudharatan yang diperbuat akan diganjari dengan kesulitan kehidupan, betapa banyak orang yang sudah berkarir cemerlang, dengan kemudharatan yang ia perbuat, perilaku keji yang ia sembunyikan terkuak, akan menggugurkan kesuksesan karir yang sudah ia perjuangkan. 

Kabaikan dan keburukan itu akan diperlihatkan Allah di atas dunia, tentu lebih dahsyat di akhirat kelak. Wallahu ‘alam bishawab, nashrun minallah wal fathun qarib, wabassyiril mu’minin.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad