Mana Gubernur, Bupati, dan Walikota yang Peduli dengan Muhammadiyah - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

08 Agustus 2022

Mana Gubernur, Bupati, dan Walikota yang Peduli dengan Muhammadiyah

PADANG, POTRETKITA.net – Pembahasan tentang kepemimpinan di Muhammadiyah terus bergulir, setelah ketua PDM Kota Payakumbuh H. Asril Syamsu ‘menyindir’ kepemimpinan di persyarikatan ini baru berada pada tipe panitia.




“Terlalu harap burung yang terbang, punai di tangan dilepaskan. Artinya, terlalu harap dengan pejabat yang terpilih untuk memperhatikan Persyarikatan Muhammadiyah kita ini, kekuatan anggota diabaikan,” ujar Buya Zainal Akil, salah seorang unsur pimpinan di Pimpinan Wilayah Muhamamdiyah (PWM) Sumatera Barat.

 

Menurutnya, saat ini sudah ada di kalangan warga Muhammadiyah berkembang berpendapat, kalau tidak bisa menggaet bantuan dari pejabat, itu bukan pemimpin yang handal di Muhammadiyah. Padahal, tegasnya, pondok pesantren, sekolah, dan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) lainnya, didirikan oleh kader Muhammadiyah yang militan.

Zainal Akil


Buya Zainal menyebut, saat ini kondisi sekolah-sekolah Muhammadiyah banyak yang memprihatinkan, karena jumlah siswa yang sangat sedikit. Tapi, katanya mempertanyakan, mana ada gubernur, bupati, dan walikota yang peduli dengan sekolah Muhammadiyah yang antara hidup dan mati itu.


Malah, ucapnya, kebijakan para kepala daerah itu yang diklaim sebagai orang Muhammadiyah, atau didukung unsur pimpinan Muhammadiyah, menjadi salah satu penyebab tidak lakunya sekolah Muhammadiyah. “Semua calon sisw disedot oleh sekolah negeri yang notabenenya berada di bawah kepala daerah itu,” sebutnya.


Terkait dengan lemahnya aktivitas dan kepedulian unsur pimpinan di lingkungan Muhammadiyah, kendati kebanyakan berasal dari kalangan pejabat pemerintah, akademisi, pengusaha, dan tokoh masyarakat, Wakil Ketua PWM Sumbar Dr. Bakhtiar, M.Ag, menyatakan hal itu tak bisa dibantah.


Tapi, katanya, anggota pimpinan persyarikatan memang umumnya memiliki pekerjaan pokoknya di tempat dia bekerja, bukan di persyarikatan. Berbeda dengan karyawan yang ada di amal usaha, mulai dari pimpinannya sampai pada staf.


“Ironisnya, untuk mengetik surat saja masih ditangani oleh ketua dan sekretaris sampai mendistribusikan pun begitu. Padahal ada amal usaha yang berada di bawahnya yang memiliki karyawan. Mungkin ini yang tata kelolanya harus kita benahi bersama,” katanya.


Pendukung saja

Terkait dengan bantuan pemerintah untuk Muhammadiyah dan AUM, yang oleh Buya Zainal disinyalir sudah ada yang menyebut sebagai salah satu ciri sukses pimpinan Muhammadiyah, sebenarnya tidaklah begitu. Bantuan itu hanya sebagai pendukung saja.

Apris


“Bantuan pemerintah hanya salah satu faktor pendukung, sementara pemahaman dan semangat jihad dalam ber-Muhammadiyah ini yang harus jadi faktor utama, dan kita gelorakan terus dalam setiap pertemuan dan pengajian Muhammadiyah pada semua tingkatan,” jelas H. Apris.


Bakhtiar pun menyatakan sependapat. “Sekarang pengelolaan uang negara oleh pemerintah sudah berbeda denga 10 tahun yang lalu. Begitu pula paradigma orang berdonasi terhadap Muhammadiyah, juga sudah mulai bergeser dan berubah,” katanya.


Menurut koordinator LPCR PWM Sumbar itu, cara pandang orang untuk menyerahkan pendidikan anak-anaknya ke lembaga pendidikan Muhammadiyah juga terjadi pergeseran. Selain kualitas, sarana dan cassing pendidikan juga menjadi ukuran sekarang.


Oleh karenanya, imbuh dia, harus ada keberanian pimpinan persyarikatan dan pimpinan amal usaha untuk berutang pada pihak tertentu, dalam membangun dan melengkapi sarana. Tentunya, tegas Bakhtiar, dengan perhitungan. Kalau tidak, tidak mungkin kita bisa merubah cassing amal usaha kita. Tetapi yang sifatnya donasi tetap saja digarap secara masif.


BACA PULAKini Giliran Ekonom yang Pantas Memimpin Muhammadiyah

Memilih Pimpinan Muhammadiyah Lebih dari Sekadar Persentase


Bakhtiar mengatakan, sekarang sudah mulai muncul, seperti Universitas Muhammadiyah berutang pada konsorsium, sehingga ada uang untuk melengkapi sarana agar lebih baik dan layak.


“KMM berutang untuk membangun asrama, SDM di Payakumbuh juga berutang dulu. Muallimin juga berutang untuk membagun gedung. Alkautsar sekarang juga sedang mengajukan. PCM Kinali untuk membangun asrama juga sedang proses pengajuan. Ponpes Maalip Talu juga,” katanya.


Ke depan, menurut Bakhtiar, hal inilah yang harus dikonsolidasikan lebih intens dan masif lagi. Kita juga mendorong pengeolaan keuangan satu pintu, misalnya di UM, BTM, PCM Kinali, KMM antara MA dan MTs-nya juga sudah. Sekarang, lagi sedang proses PCM Tamiang.


“Mudah-mudahanan kebijakan itu akan semakin lebih baik bagi persyarikatan. Beberapa sekolah MTs dan MA biasa, juga sedang didorong kuat untuk bertransformasi menjadi ponpes. Alhamdulillah, Talu sudah mulai jalan dan sudah memiliki santri. Yang lain, tentu dalam proses kajian,” sebutnya.***

(MUSRIADI MUSANIF)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad