NARASUMBER PADA DISKUSI GWA SEMARAK MUHAMMADIYAH:
Muhammad Najmi (Padang)
Syaiful Indra (Batusangkar)
Bakhtiar (Padang)
Mukhzendra Yusuf (Lubukbasung)
PADANG, POTRETKITA.net – Dengan potensi finansial yang luar biasa, sayang sekali, Persyarikatan Muhammadiyah belum memiliki bank yang kuat. Padahal ada jutaan anggota, puluhan ribu amal usaha, dan ditaksir triliunan uang beredar di internal Muhamadiyah.
![]() |
ilustrasi gelora.co |
Sekitar dua puluh tahun silam, organisasi yang didirikan KHA Dahlan ini pernah mendirikan bank, namanya Bank Persyarikatan. Sayangnya, pekembangan lembaga keuangan itu tidak seperti yang diharapkan. Keberadaannya tidak mampu menjangkau potensi finansial Muhammadiyah secara maksimal, baik di dalam maupun luar negeri.
“Dalam perjalanan sejarah, Muhammadiyah sudah pernah mempunyai bank, namanya Bank Persyarikatan. Akan tetapi tidak semudah yang dibayangkan, ternyata. Pada akhirnya beralih menjadi Bank Bukopin Syariah. Kini, telah hampir 20 tahun,” sebut Muhammad Najmi, salah seorang aktivis muda Muhammadiyah di Sumbar.
Syaiful Indra, bendahara PDM Kabupaten Tanah Datar mencermati, sesungguhnya Muhammadiyah sudah punya “segalanya”. Dia pun heran, persoalan menjalankan roda organisasi masih berhadapan banyak kendala. Harus disadari, tegasnya, untuk membesarkan persyarikatan itu adalah ekonomi, dan untuk mengatur ekonomi itu adalah bank.
“Saya kira, sekitar 30 persen nasabah bank konvensional di Indonesia adalah warga Muhammadiyah. Kenapa Muhammadiyah tidak berani membuka sendiri dan mengembangkannya, sementara uang warga dan pesyarikatan di simpan di bank,” ucapnya bernada tanya.
Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sumatera Barat Dr. Bakhtiar, M.Ag menyatakan, pada dasarnya dia seprinsip dengan gagasan perlunya Muhammadiyah punya bank sendiri, yang kuat dan mampu menangkau seluruh kebutuhan pesyarikaran beserta amal usaha dan anggotanya.
“Kita di Sumbar sebenanya tidak perlu menunggu lahirnya bank itu. Kita sudah punya tiga lembaga keuangan, yaitu Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM) Sumatera Barat, PT Bank Perkreditan Rakyat Syariah Mentari Pasaman Saiyo (BPRS-MPS), dan BPRS Kiat Cerana Andalas,” katanya.
Ketiga lembaga keuangan itu, tuturnya, selain sudah berpengalaman puluhan tahun, kondisinya juga dalam keadaan sehat. Kalau pun ada masalah, itu hanya pada level pemegang saham dalam hal memenuhi persyaratan modal yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yakni Mentari Pasaman Saiyo yang berkantor pusat di Pasaman Barat.
Sementara BPS Kiat Cerana Andalas yang berpusat di Bukittinggi, saham terbesarnya kini dimiliki Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, sedangkan BTM Sumbar dalam bentuk koperasi syariah berpusat di Padang, dengan aset mencapai Rp29 miliar dan terbaik III di Kota Padang.
BACA PULA : Kini Giliran Ekonom yang Pantas Memimpin Muhammadiyah
Idealnya Muhammadiyah Sudah Punya Bank Besar
“Apabila ini dapat dikonsolidasikan dan semua dana persyarikatan ditempatkan di sini, tentu berpotensi besar untuk mengkapitalisasi aset kita secara keseluruhan. Jika di suatu daerah belum terjangkau, dengan komitmen dan kesepakatan, tentu bisa lembaga keungan ini ditempatkan sebagai bagian dari cabang atau jejaring,” jelas Bakhtiar.
Menurutnya, konsolidasi yang menyeluruh ini yang masih sangat berat buat Muhammadiyah beserta amal usaha dan warganya. Tetapi, imbuhnya, kita masih sangat optimis pada saatnya akan bisa diwujudkan. Apalagi beberapa contoh yang konret sudah ada dan ternyata lebih memajukan.
Sebuah survey yang dirilis inisiator Bank Syariah Muhammadiyah pada akhir 2020 lalu menyebut, sekitar 90 persen warga Muhammadiyah ingin agar Muhammadiyah punya bank sendiri, dan cenderung memilih nama Bank Syariah Muhammadiyah.
Untuk itu, timbul keinginan untuk menarik dana amal usaha Muhammadiyah dan persyarikatan yang selama ini ditempatkan pada salah satu bank syariah. “Mereka dengan tegas meminta PP Muhammadiyah dalam Muktamar ke-48 untuk merekomendasikan Bank Syariah Muhammadiyah,” jelas Arifuddin, salah seorang inisiator.
LAGI... : Ayo Selamatkan BUMM Mentari Pasaman Saiyo
Dapen Muhammadiyah dan Saham BPRS Mentari Pasaman Saiyo
Responden dalam survey itu terdiri dari 3.620 orang warga Muhammadiyah kelahiran 1940-2000. Mereka berasal dari seluruh Indonesia dan luar negeri.
Hasil survey menunjukkan, 90 persen warga Muhammadiyah menginginkan dibentuknya Bank Syariah Muhammadiyah, BPRS 21,2 persen, Baitul Maal wat Tambil (BMT) 17,3 persen, dan 10,6 persen BTM.
Visi pimpinan
Mumpung saat ini Muhammadiyah sedang bersiap-siap melakukan konsolidasi, seiring dengan pelaksanaan muktamar, lalu kemudian disusul musyawarah wilayah, musyawarah daerah, musyawarah cabang, dan musyawarah ranting, persoalan aset dan finansial persyarikatan tentu bisa dicarikan solusi, di antaranya dengan memperkuat program kerja di bidang ekonomi, dan memilih pimpinan yang punya visi ekonomi, baik dari kalangan pakar maupun praktisi.
“Saya tidak ingin membanggakan ahli dan praktisi ekonomi, lalu mendiskreditkan kemampuan kiyai, guru, dosen, ulama dan para ustad dalam memimpin organisasi, tetapi saya sangat berharap, Muhammadiyah bisa bangkit di sektor ekonomi, memiliki Badan Usaha Milik Muhammadiyah (BUMM) yang kuat, dan sumber keuangan menggerakkan organisasi,” sebut Sekretaris Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Agam Mukhzendra Yusuf.
Kita sudah berpengalaman, sebutnya, berada di bawah pimpinan profesor, doktor, magister dan pakar lainnya. Tapi apa yang terjadi? “Kalau mereka akademisi, mereka memantau Muhammadiyah hanya dari kampus saja; pejabat, memantau Muhammadiyah dari kantornya saja; kiyai pun banyak juga yang tak mau meninggalkan jadwal ceramahnya, ketika berbenturan dengan agenda di Muhammadiyah.”
Dia tetap berharap, pimpinan Muhammadiyah ke depan adalah pekerja keras. Kita, tegasnya, tak butuh lagi teori-teori yang takkan dijalankan, kita tak butuh lagi pimpinan dengan pakaian rapi yang lengan bajunya tak bisa disingsingkan, kita tak butuh lagi pimpinan yang penampilannya tak bisa diubah dari pakai dasi dan jas kepada penampilannya seperti petani.
“Yang kita butuhkan adalah pemimpin yang siap bekerja, siap berada di daerah, siap berada di tengah-tengah warganya, siap menangis mengeluarkan air mata kalau perlu. Itulah pemimpin yang mampu mengayomi, tidak saja kita membantu dengan uang, tapi kita bisa bersama membangkitkan ekonomi mereka. Jika hidup mereka sejahtera, maka Muhammadiyah akan kental di hatinya,” sebutnya.***
(MUSRIADI MUSANIF)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar