Oleh Dr. Suhardin, S.Ag., M.Pd.
(Dosen UIC Jakarta dan BPH STKIPM Bogor)
OPINI, POTRETKITA.net - Adab makna lebih dalam dari akhlak dan moral. Adab wujud dari kesopanan dan kahalusan budi pekerti seseorang dan sekelompok orang dalam tata pergaulan di tengah masyarakat secara umum.
Adab telah terasah sekian lama dalam diri dan komunitas untuk diwujudkan dalam kehidupan, pembiasaan yang sudah berlangsung lama, terlihat dalam karakter diri. Karakter diri yang berada di tengah komunitas sosial, menjelma menjadi karakter komunitas.
Karakter komunitas merupakan keunikan komunitas tersebut dibandingkan dengan komunitas lain, bersifat membedakan dan menjadi identitas komunitas, baik dinyatakan secara resmi, maupun telah menjadi persepsi publik terhadap karakter yang dimiliki oleh komunitas tertentu.
Komunitas sosial tentulah sebutan dari kelompok sosial yang berhimpun, berserikat, berjamaah dalam kesatuan visi dan kesamaan paham dalam melangsungkan gerakan tertentu yang terukur dan terstruktur. Visi dan misi terjelma menjadi orientasi gerakan, yang diwujudkan dalam bentuk program dan kegiatan organisasi.
Model dan bentuk kegiatan masing-masing organisasi menjadi pembeda antar organisasi dengan organisasi lain, tetapi ada masing-masing organisasi memiliki kesamaan visi, misi dan gerakannya, pada akhirnya dalam perjalanan menyatu dan berkolaborasi serta bersinergi untuk mempercepat perwujudan visi dan misinya dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
Komunitas sosial yang memiliki visi dan misi tersebut berusaha untuk membina dan menempa para kadernya untuk memiliki kepribadian sesuai dengan visi gerakan yang dicita-citakan dan diimpikan oleh para pendirinya. Kader juga berusaha untuk membiasakan diri memiliki karakter diri sesuai dengan visi dan misi gerakan jamaah yang ia geluti, sehingga menjelma menjadi budaya organisasi. Budaya organisasi ini yang sudah tersaring, terseleksi, menjadi sebuah identitas dan kepribadian organisasi, boleh jadi kepribadian itu dideklarasikan dan didokumentasikan sebagai dokumen resmi organisasi.
Dokumen resmi organisasi tidak bisa dipahami dan dibaca oleh orang lain di luar komunitasnya. Kepribadian, identitas dan adab sebuah komunitas terlihat dari pembiasaan warga jamaah, organisasi dan komunitas tertentu tersebut secara keseharian.
Identitas yang melekat pada organisasi dan komunitas sosial tertentu dipersepsi publik dalam bentuk stigmatisasi. Stigma itu boleh jadi diwujudkan dalam bentuk tegline organisasi, dalam diksi tertentu, pencerahan, berkemajuan, nusantara, damai, pengayom, pelindung, dan lain-lain.
Organisasi boleh buat tegline, tetapi publik, netizen, memiliki kuasa untuk memberikan stigma tertentu pada komunitas tertentu, ini tidak bisa direkayasa, tetapi terjadi secara natural.
Kebiasaan sebuah komunitas secara automaticlie menjadi stigmatisasi dari netizen, warga masyarakat. Tentu semua organisasi baik formal maupun non formal yang berhimpun dan berjamaah membuat gerakan, dalam dokumen resminya masing-masing tidak ada yang bertentangan dengan norma hukum yang berlaku di negara.
Semuanya pastilah baik dan terpuji dan memiliki cita-cita luhur, tetapi dalam realitas sosial, kebiasaan komunitas tersebut menjadi penanda, pembeda, dan sebutan tersendiri dari warga masyarakat.
Komunitas yang terbiasa memberi dan berbagi di tengah masyarakat, lantas ketahuan sebagian pimpinannya berperilaku hedonis, bermewah-mewah dengan fasilitas publik tersebut, menjadikan komunitasnya kehilangan trust, kepercayaan, dan langsung distigmatisasi menjadi gerakan penipuan dan gerakan pencitraan.
Demikian juga halnya lembaga yang menjadi pengayom masyarakat, pelindung warga, menegakkan hukum, dan memberikan hak-hak warga, tetapi diketahui oleh publik ternyata kebanyakan aparatnya melindungi praktek dan perilaku yang tidak terpuji, maka warga memberikan stigmatisasi bahwa identitas sebenarnya adalah kebalikan dari tegline yang disematkan pada lembaga tersebut.
Adab, sopan santun dan kehalusan budi pekerti sebagai wujud moralitas menjadi aset kekayaan yang tidak ternilai harganya dibandingkan dengan kekayaan material yang berlimpah ruah. Betapa kaya rayanya seorang oknum penegak hukum.
Dengan kekuasaan yang ia miliki, ia bisa meraup kekayaan yang berlimpah ruah, menjadi sumber penghasilan dari kekuatan tertentu dari negara, keluarga hidup bermandikan harta benda, rumah mewah, fasilitas menakjubkan, semua masalah diselesaikan dengan rekayasa, tetapi dengan tetesan air mata sang bunda dan kekuatan nilai adab, imperium dan kerajaan yang sudah terbangun tumbang, hancur berantakan dan tengah mengalami pesakitan dalam proses hukum negara. Diri dan keluarga hancur, lembaga tercoreng oleh perilaku oknumnya.
Adab komunitas terbangun dengan komitmen yang tinggi dari segenap warga dan pimpinan, diikuti dengan produk legalitas dalam wujud dokumen resmi kelembagaan. Tetapi yang menjadi terlihat nyata dalam kehidupan adalah keadaban yang ditonjolkan oleh segenap warganya yang mengakumulasi menjadi adab komunitas.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar