Problematika Tanah Wakaf di Muhammadiyah Sumatera Barat - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

10 September 2022

Problematika Tanah Wakaf di Muhammadiyah Sumatera Barat


PADANG, POTRETKITA.net - Seorang tokoh Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) Sumatera Barat; Muhammad Najmi, bertanya, mengapa tanah wakaf yang diserahkan ke Muhammadiyah harus balik nama menjadi atas nama Persyarikatan Muhammadiyah? Padahal yang menerima wakaf tersebut adalah ranting atau cabang Muhammadiyah.

SUDIRMAN NAWAWI

Pertanyaan Najmi membuat suasana media sosial Semarak Muhammadiyah jadi semarak. Dua tokoh senior Muhammadiyah di Sumatera Barat pun memberi penjelasan, yaitu Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Payakumbuh H. Asril Syamsu dan Ketua Majlis Wakaf Kehartabendaan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sumbar Sudirman Nawawi.

 

Asril menyebut, salah satu faktor kenapa tanah yang diwakafkan ke Muhammadiyah harus balik nama menjadi atas nama Persyarikatan Muhammadiyah –dalam hal ini adalah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, karena Muhammadiyah itu adalah  organisasi berbadan hukum, mulai dari tahun 1914 sampai sekarang.

 

“Badan hukum itu maksudnya adalah organisasi tersebut sama dengan perorangan di mata hukum, dianggap subyek hukum. Menurut Undang-undang Wakaf, sebagai nazir wakaf itu adalah pimpinan organisasi badan hukum. Bagi Muhammadiyah, nazir wakafnya adalah Pimpinan Pusat. Semua tanah wakaf dalam Muhammadiyah harus atas nama PP Muhamadiyah,” jelas Asril.

 

Menurutnya, tugas nazir wakaf adalah mengelola dan mengawasi seluruh tanah wakaf. Untuk mengelola dan mengawas tanah wakaf dari wilayah sampai ke ranting, imbuh Asril, maka PP Muhammadiyah telah menerbitkan surat penunjukan kepada PWM, PDM dan PCM sebagai perwakilan nazir wakaf. Namun, tegasnya, seluruh tanah wakaf harus tetap atas nama Persyarikatan  Muhammadiyah.

 

Ada lagi instruksi PP Muhammadiyah, sertifikat tanah wakaf atas nama Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) sampai dengan Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) atau  atas nama pribadi, harus di baliknamakan menjadi aas nama persyarikatan.

H. ASRIL SYAMSU

 
Sementara itu, Sudirman menegaskan, Pasal 34 Anggaran Dasar Muhammadiyah menegaskan, tanah wakaf yang diserahkan ke Muhammadiyah harus balik nama menjadi atas nama Pimpinan Pusat Muhammadiyah, walaupun diterima oleh pimpinan perserikatan di bawahnya.

 

Menurutnya, hingga kini urusan tanah Muhammadiyah di Sumatera Barat, sesungguhnya masih berhadapan dengan beberapa masalah. Hal itu, tegasnya, harus diselesaikan segera. Seharusnya, kata dia, setiap persil tanah Muhammadiyah di Sumatera Barat harus terdaftar dan bersertifikat  atas nama persyarikatan, dikuasai secara fisik, bebas dari beban hukum, bermanfaat, berdaya guna, berhasil guna untuk kesejahteraan umat, melalui amal usaha Muhammadiyah dan menunjang kegiatan dakwah Muhammadiyah.

 

Beberapa temuan di lapangan, tambahnya, urusan tanah wakaf di Muhammadiyah ada pula dalam bentuk belum berfungsinya seluruh Majelis Wakaf dan Kehartabendaan pada setiap tingkatan pimpinan persyarikatan , di antaranya PCM dan PDM.

 

Ada anggapan, tambahnya, dengan telah adanya akta ikrar wakaf dan akta jual beli, persoalan kepemilikan tanah sudah selesai tanpa diproses dengan sertifikasi, sehingga dokumen tersebut disimpan, lalu kemudian tidak ditemukan lagi, dan tidak diketahui siapa  yang  menyimpannya,  apalagi tidak adanya memori serah terima setiap pergantian pimpinan.

 

Masalah berikut, belum adanya sumber pendanaan untuk biaya pengurusan sertifikasi tanah. “Seyogianya ada seseorang atau beberapa orang yang mengurus masalah tanah aset ini , mulai dari PRM  di samping Majelis Wakaf dan Kehartabendaan  pada Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM), Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM), dan PWM yang secara kontinyu dan berkesinambungan, dan memorinya  tidak terputus.

 

Menurut Sudirman, surat-surat alas hak  seperti akta ikrar wakaf, akta jual beli dan sebagainya tidak perlu disimpan lama, dan harus langsung segera didaftarkan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat, untuk mendapatkan sertifikat atas nama Persyarikatan Muhammadiyah, yang berkedudukan di Jogjakarta dan Jakarta, karena  surat -surat alas hak itu kalau disimpan lama, akan menimbulkan permasalahan permasalahan. (MUSRIADI MUSANIF, BERSAMBUNG )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad