JAKARTA, potretkita.net - Budaya literasi dan membaca masyarakat Indonesia masih rendah. Agar anggarannya bisa ditingkatkan, DPR meminta agar lembaga terkait punya obat mujarab untuk menyehatkannya.
"Tolong ajukan program nyata yang sudah dilakukan, sehingga mampu menjadi obat dalam bentuk program kerja, baik pemerintah pusat maupun daerah," kata Anggota Komisi X DPR RI Desy Ratnasari, Rabu (5/4) dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi X DPR RI dengan para perwakilan penggerak komunitas perpustakaan di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta.
Politisi Fraksi PAN itu meminta ‘obat’ berupa sejumlah rekomendasi dari para perwakilan tersebut. Pasalnya, rekomendasi yang berasal dari pengalaman, akan membantu Panitia Kerja Peningkatan Literasi dan Tenaga Perpustakaan maupun segenap pemerintah, untuk meningkatkan literasi membaca generasi bangsa supaya terlaksana efektif.
“Kita ini minim untuk mengeksplorasi. Apakah ada 'obat' yang paling tepat dari pengalaman saudara-saudaraku untuk kemudian meningkatkan minat eksplorasi tersebut buat tidak cukup hanya melihat satu info digital? Dan, obat yang mana sih yang paling cocok dari pengalaman saudara-saudaraku untuk merubah paradigma berpikir? Ketika (dihadapkan pilihan) membeli buku versus makan. Pasti menang makan, kan,” ujarnya.
Desy memahami kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat Indonesia sangat beragam sehingga tantangan yang dihadapi pun juga bermacam-macam. Dengan menerima masukan dan aspirasi dari para perwakilan tersebut, jelasnya, akan membantu mempercepat terciptanya solusi yang tepat sasaran sekaligus berdampak luas.
“Kami ingin mendekatkan perpustakaan kepada masyarakat. Itu saja, saya mohon 'obat-obat'nya disampaikan. Sehingga kita bisa berpikir (untuk) meningkatkan anggarannya yang kemudian bisa membantu kegiatan-kegiatan saudaraku semua (untuk meningkatkan literasi membaca),” tandas Legislator Dapil Jawa Barat IV itu, sebagaimana diberitakan laman resmi dpr.go.id, yang diakses dan dikutip pada Kamis (6/4).
Indeks Pembangunan Literasi pada tahun 2022 sebesar 64,48 dari skala 100. Skor ini menunjukan tingkat literasi masyarakat Indonesia masih belum sesuai harapan.
Data ini diperoleh dari unsur-unsur pembangun literasi masyarakat (UPLM) yang bersumber dari data sekunder dan aspek masyarakat (AM). Indeksi ini menjadi ‘termometer’ untuk pembinaan dan pengembangan perpustakaan sebagai wahana belajar sepanjang hayat.(*/ed. mus)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar