Danau Sumpu, Si Manis dari Filipina dan Jorong Nagari - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

23 Juni 2021

Danau Sumpu, Si Manis dari Filipina dan Jorong Nagari

SEPERTINYA belum banyak yang tahu, Danau Singkarak yang indah dan mempesona dalam wilayah Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat itu, dulunya bernama Danau Sumpu.

Artis Sherina Munaf saat pulang kampung ke Nagari Sumpu.(travel.tribunnews.com)

Sumpur adalah nama salah satu nagari yang ada di selingkar Danau Singkarak saat ini. Berada daalam wilayah Kecamatan Batipuah Selatan.


Diketahuinya pernah bernama Danau Sumpu terhadap danau penghasil ikan bilih dan sasau tersebut, berdasarkan penelusuran rupa bumi Nagari Sumpu.


“Orang-orang yang tinggal di Sumpu ini, dari dahulu mata pencaharian utamanya adalah menangkap ikan di danau. Dulu, hasil tangkapan mereka luar biasa. Kala itu, Singkarak disebut sebagai Danau Sumpr,” ujar salah seorang pemuka masyarakat serempat Fahmi Malik, yang saat berbincang dengan penulis masih menjabat sebagai walinagari.

Danau Sumpu, eh...Danau Singkarak dilihat dari Payorapuih.(musriadi musanif)

Dijelaskan, setelah Belanda berhasil mengalahkan Kaum Paderi dan mengendalikan situasi sepenuhnya, nama Dana Sumpu mereka ganti dengan Danau Singkarak, dan berstatus sebagai daerah onder afdelling sendiri dengan nama Onder Afdelling 20 Koto di bawah perintah seorang kontreliur yang berkedudukan di Nagari Singkarak.


Menilik kepada sejarahnya, Nagari Sumpu adalah bagian dari Kelarasan Bodi Caniago, tidak termasuk ke Batipuh yang bagian dari Kelarasan Koto Piliang. Berdasarkan keterangan tetua nagari, ahli adat dan ahki akal, Sumpu bermula dari turunnya sejumlah lelaki dan perempuan dari Pariangan Padang Panjang.


“Mereka sampai pada suatu tempat, lalu berdiam dan mencari penghidupan di sana dengan cara berladang. Melihat sukses mereka, berdatanganlah yang lain ke situ. Akhirnya mereka keluar hingga sampai ke tempat yang dikenal dengan nama Jilatang Binanjai, di daerah Pincuran Tujuah yang kini masuk ke dalam Nagari Batipuah Baruah,” terang Fahmi.


Mereka tidak bertahan lama di Jilatang Binanjai, sebagian berjalan menuju ke sebuah bukit dan bermukim di sana. Jumlahnya terdiri dari enam orang lelaki dan delapan belas orang perempuan. Inilah cikal-bakal orang Sumpu itu.


Menurut Fahmi, setelah lama bermukim di bukit tersebut, datang pulalah pemukim lain. Mereka berbaur di tempat tersebut dan membangun apa yang dikenal dengan Perumahan Campur atau Rumah Yang Empat.


Dikatakan, tatkala Datuak Perpatih Nan Sabatang dan Datuak Katumanggungan mengembangkan adat kelarasan masing-masing, Nagari Sumpu memutuskan untuk ikut kelarasan yang dikembangkan Datuak Perpatih Nan Sabatang dan diberi empat suku, yakni koto, panyalai, sumagek dan jambak.


Suku Koto memiliki tujuh perut (kampung), yakni Arek Baruah, Arek Bukik, Arek Ilie, Arek Mudiak, Pusaro, Singkuan dan Kuciang Jalang. Suku Panyalai memiliki ampek paruik, masing-masing Pauah, Subarang Hulu, Subarang Ilie dan Jangkaro. Sumagek memiliki paruik Batu Ampa, Cik Kundiak, Banda Liko dan Karobong Dama, sedangkan Suku Jambak memiliki tiga paruik, yakni Jambak, Kumpai dan Sikumbang.


Kini Sumpu telah berkembang pesat, kendati Singkarak tidak lagi bernama Danau Sumpu. Selain menjadi ibu kecamatan Batipuh Selatan, Sumpu tercatat pula sebagai teladan dalam hal pengadaan peraturan nagari yang menjaga kelestarian danau kebanggaan masyarakat Minangkabau itu. Nagari Sumpu terdiri dari Jorong Nagari, Kubu Gadang, Batu Baraguang, Subarang Aie Taman dan Jorong Suduik.


JORONG NAGARI

ADA nagari dalam nagari. Begitulah kenyataan yang dapat ditemui ketika kita berada di Nagari Sumpu.


Sebagaimana lumrahnya di Minangkabau, sebuah kecamatan terdiri dari beberapa nagari, sebuah nagari didirikan atas sejumlah jorong. Nah, untuk Nagari Sumpu, ada sebuah kejorongan yang bernama Jorong Nagari. Maka jadilah ia Nagari dalam nagari.


Penelusuran yang sejarah dilakukan, termasuk keterangan para tetua nagari dan data rupa bumi yang ditulis Pemerintah Nagari Sumpur, Nagari adalah kampung tertua di wilayah yang memiliki garis pantai ke Danau Singkarak sepanjang tiga kilometer itu


Berdasarkan sejarah, Nagari adalah kampung pertama di Sumpu. Di sinilah bermula nenek moyang kami yang menurut cerita bermukim di Perumahan Empat. Nagari adalah jorong tertua. Buktinya, hingga kini tanah pertanian dan sawah yang ada di Batubaraguang, Kubugadang dan lain-lain, tetap dimiliki oleh penduduk Jorong Nagari.


Menurut Fahmi, setelah Nagari mulai dihuni banyak penduduk, akhirnya dilakukanlah pengembangan pemukiman baru. Itulah yang kini dikenal dengan Jorong Kubugadang. Dinamakan demikian, karena kawasan tersebut adalah salah satu tempat pertahanan yang besar dan sangat strategis.


Kubu itu artinya tempat pertahanan, sementara gadang maknanya adalah besar. Kini, setelah kampung itu berkembang pesat karena pertambahan penduduk, maka secara administrasi pemerintahan, Kubugadang ditetapkan menjadi sebuah jorong yang berdiri sendiri.


Ada pula Jorong Batubaraguang, nama ini diambil dari cerita turun-temurun yang menyebut, di lokasi itu ada batu yang apabila dipukul, akan bisa mendatangkan bunyi seperti bunyi gong alias aguang.


Perkembangan nagari pun terus terjadi seiring dengan perkembangan zaman, setelah itu dibangun pulalah pemukiman yang kini dikenal dengan nama Jorong Suduik dan Jorong Subarang Aie Taman.


Untuk mengenali wilayah administrasi Nagari Sumpu berdasarkan sejarahnya, maka setidaknya kita bisa berpedoman kepada dua relief berbentuk bukit dan lembah. Relief pertama bernama Puncak Palano, yakni bukit tertinggi yang ada di Sumpur.


Bukit itu adalah tempat berhentinya orang-orang berkuda untuk melepas lelah dan menambatkan pelana kuda mereka. Itu pulalah sebabnya, bukit itu dinamain Puncak Palano.


Relief lainnya adalah Sarang Alang, suatu kawasan hutan yang dahulu kala disebut-sebut sebagai tempat bersarangnya burung elang. Ada pula Bukit Batu Bakaruik, suatu perbukitan yang berbatasan dengan Nagari Padanglaweh Malalo (kini). 


Di perbukitan dimaksud, menurut Fahmi, terdapat batu-batu yang berkerut-kerut. Sementara relief berbentuk lembah, ada tempat yang dinamakan Parak Gadang, yakni suatu lembah yang berada di Bukit Puncak Palano dan Sartang Alang yang luas dan subur.


Ciri lainnya adalah perairan, yakni Batang Sumpur yang membelah nagari, Danau Sumpu yang oleh penjajah Belanda telah diubah namanya menjadi Danau Singkarak, dan rawa-rawa Ganting Payo. Rawa-rawa ini terdapat di Jorong Batubaraguang, dan berbatasan langsung dengan Nagari Batutaba yang selalu berair.


SI MANIS DARI FILIPINA

Ada banyak potensi kesejahteraan yang terpendam di Nagari Sumpu. Sebagian sudah dieksplorasi dan eksploitasi, sebagian lainnya belum tergarap sama sekali. Potensi besar yang masih minim digali itu,di antaranya di bidang pariwisata.


Walinagari Sumpu Ade Hendrico pada suatu kesempatan menjelaskan, besarnya potensi wisata itu,karena nagari tersebut berada di satu sisi Danau Singkarak yang dikenal amat mempesona. Lebih dari itu, di Sumpu juga terdapat rumah gadang warisan kejayaan arsitektur Minangkabau.


“Potensi pariwisata di Nagari Sumpu tergolong sangat besar, salah satu di antaranya adalah Danau Singkarak yang melingkupi Jorong Batubaraguang dan Jorong Suduik. Potensi ini bisa digali, bila didukung dengan sarana jalan lingkar yang baik menghubungkan Batubaraguang dengan Ngalau, Batubasurek, dan Batubajanjang,” katanya.


Ade menjelaskan, kendati kini sudah ada hotel dan homestay rumah gadang, namun bila segenap potensi wisata digali dan dikembangkan dengan sungguh-sungguh, maka tidak menutup kemungkinan, usaha perhotelan dan penginapan akan dapat terus berkembang.


Jenis usaha wisata lain, ujarnya, di antaranya adalah objek pemancingan di danau, boat, sepeda air, dan sebagainya. “Potensi itu besar, tapi sampai kini belum menampakkan perkembangan yang baik, karena belum digali maksimal” tutur walinagari.


Selain sektor pariwisata, Nagari Sumpu juga dikenal dengan perkebunan rakyat. Salah satu jenis tanaman perkebunan yang tumbuh subur sejak puluhan tahun silam adalah sawo. Sejarah sawo di nagari itu telah melewati jalan jauh dan menapak waktu yang panjang.


“Pemasaran produksi sawo kini sudah menampakkan hasil menggembirakan, karena sudah mampu menembus pasar Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Jakarta, dan kota-kota lainnya, termasuk kawasan Sumbar. Kini usaha peremajaan tanaman sawo yang telah berusia puluhan tahun itu sedang giat-giatnya dilakukan petani,” sebutnya.


Berdasarkan penelitian Dosen Fakultas Pertanian Unand Syahyana Raesi, sebagaimana dipublikasikan Jurnal Agribisnis Kerakyatan (2013), tanaman sawo memang mendominasi pilihan petani di Sumpu. Mulanya ditanam di pekarangan, kini sudah meluas hingga ke perkebunan.


Si manis itu berasal dari Filipina yang mulai diperkenalkan penjajah Belanda kepada masyarakat Sumpu sejak 1812. Bibit sawo itu sampai ke Sumpu setelah melewati Batavia dan Bukittinggi. Pada waktu itu, Belanda mewajibkan satu keluarga menanam sawo di pekarangan minimal tiga batang per keluarga.


“Peraturan ini berlaku bagi semua anggota masyarakat Nagari Sumpu yang akan berumahtangga. Tujuannya agar hasil produksi diberikan kepada Belanda sebagai pajak, dan sebagian lagi untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Peraturan tersebut kini sudah berubah menjadi kebiasaan,” terangnya.


Bisa jadi, lantaran berasal dari Filipina itu pulalah sebabnya, masyarakat di Nagari Sumpu biasa menyebut buah sawo dengan istilah buah manila.


Walinagari Ade menjelaskan, selain pengembangan tanaman sawo, kini juga dilakukan pengembangan tanaman coklat dan padi. Sayangnya, sulitnya akses transportasi ke persawahan masyarakat, masih jadi kendala dalam usaha meningkatkan produksi.


“Pengembangan produksi pertanian, khususnya dari hamparan Sawah Baruah, kini masih terkendala karena belum adanya jalan representatif yang bisa dilalui kendaraan bermotor, roda dua dan roda empat, untuk membawa hasil pertanian ke jalan nagari atau jalan kabupaten,” katanya.


Untuk pembangunan jalan itu, ujarnya, terkendala ketiadaan lahan. Pemilik sawah ada juga yang belum bersedia membebaskan tanah mereka untuk keperluan pembangunan jalan. Akibatnya, untuk membawa produksi pertanian, mereka mengeluarkan biaya yang cukup tinggi dan menyita waktu,” katanya.


Kalau Anda ingin berkunjung dan menginap di Nagari Sumpu, aplikasi boleh dikirimkan ke musriadi@gmail.com untuk titik penjemputan Dharmasraya, Pasaman, Mandailing Natal, dan Pasaman Barat.(MUSRIADI MUSANIF)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad