Limbah Medis Covid-19 Mencapai 383 Ton Sehari - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

28 Juli 2021

Limbah Medis Covid-19 Mencapai 383 Ton Sehari

JAKARTA, POTRETKITA.NET - Limbah medis penanganan Covid-19 di Indonesia mencapai 383 ton dalam sehari. Pemerintah daerah diminta tidak lengah, karena bisa berdampak luas dan mengancam kesehatan.

Sampah meds Covid-19.(blorakab.go.id)
Demikian dikatakan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Rabu (28/7), saat memberi keterangan paxa konferensi video, setelah mengikuti rapat terbatas dengan presiden membahas pengelolaan limbah berbahaya dan limbah medis Covid-19 di Indonesia.


Berdasarkan data yang ada di Kementerian LHK, jelasnya, jumlah limbah medis COVID-19 sampai dengan tanggal 27 Juli mencapai 18.460 ton, yang bersumber dari fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes), rumah sakit darurat, pusat karantina/isolasi, rumah tangga (isolasi mandiri), serta tempat uji deteksi COVID-19 dan vaksinasi-COVID-19.


Limbah tersebut antara lain infus bekas, masker, vial vaksin, jarum suntik, face shield, perban, hazmat, alat pelindung diri (APD), pakaian medis, sarung tangan, alat PCR/antigen, dan alcohol swab.


Menteri mengatakan, data mengenai jumlah limbah B3 medis COVID-19 ini dihimpun berdasarkan laporan dari provinsi. Namun Siti memperkirakan data yang diterima tersebut belum lengkap, untuk itu Kementerian LHK  akan terus melengkapinya. “Kalau perkiraannya asosiasi rumah sakit itu limbah medisnya itu besar sekali, bisa mencapai 383 ton per hari,” imbuhnya.


Untuk mengelolanya, Presiden Joko Widodo agar ditangani dengan serius. Rp1,3 triliun kurang lebih yang diminta oleh Bapak Presiden untuk di-exercise untuk membuat sarana-sarana terutama insinerator dan sebagainya. Nanti akan dibahas oleh Pak Menko dengan Kepala BRIN dan KLHK dan semua kementerian yang terlibat.


Presiden, tegasnya, juga meminta pemerintah daerah (pemda) untuk memberikan perhatian terhadap pengelolaan limbah medis ini. Pemerintah daerah jangan lengah soal limbah medis ini. Ikuti perkembangan di lapangannya, sarana-sarananya.


Siti menyebut, dari dana Rp1,3 triliun yang diproyeksikan, sekitar Rp600 miliar merupakan dana yang dialokasikan untuk transfer kepada daerah.


PENGOLAH LIMBAH MEDIS


Sementara itu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dilaporkan sedangkan mengembangkan teknologi pengolah limbah medis berskala kecil dan bersifat mobile. Hal ini dilakukan untuk membantu meningkatkan kapasitas pengolahan limbah secara signifikan yang sangat diperlukan seiring dengan meningkatnya jumlah dan volume limbah medis Covid-19.


Kepala BRIN Laksana Tri Handoko usai mengikuti Rapat Terbatas mengenai Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3) Medis COVID-19, yang dipimpin oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), melalui konferensi video, Rabu (28/07).


“Ada beberapa teknologi yang sudah proven yang dikembangkan untuk membantu peningkatan jumlah kapasitas pengolahan limbah ini secara signifikan. Khususnya adalah teknologi yang bisa dipakai untuk pengolahan limbah di skala yang lebih kecil dan sifatnya mobile,” ujar Handoko.


Teknologi ini, imbuh Kepala BRIN, dapat dimanfaatkan untuk pengolahan sampah di daerah yang memiliki penduduk relatif sedikit dengan skala limbah yang tidak banyak.


“Kalau kita harus membangun incinerator besar, itu tentu akan jauh lebih mahal dan juga menimbulkan masalah terkait dengan pengumpulan, karena pengumpulan dari limbah ke insinerator yang terpusat itu juga menimbulkan biaya tersendiri,” imbuhnya.


Selain itu, di dalam rapat Kepala BRIN juga mengusulkan sejumlah teknologi daur ulang limbah medis yang juga berpotensi memunculkan nilai tambah secara ekonomi.


“Ada insentif finansial dari sisi bisnis akibat daur ulang tersebut dan tentu itu akan berpotensi juta mengurangi biaya pengolahan limbah secara keseluruhan,” terang Handoko.


Salah satu teknologi yang dikembangkan BRIN adalah alat daur ulang jarum suntik yang bisa menghasilkan residu berupa bubuk stainless steel murni. Selain itu terdapat juga alat daur ulang plastik medis yang dapat digunakan untuk mengolah limbah Alat Pelindung Diri (APD) dan masker.


“APD dan masker yang bahannya adalah polypropylene, sehingga kita bisa peroleh polypropylene (PP) murni, jenis plastik polypropylene murni yang nilai ekonominya juga cukup tinggi,” papar Kepala BRIN, sebagaimana disiarkan laman resmi Sekretariat Kabinet RI.


Dalam keterangan persnya, Kepala BRIN mengungkapkan bahwa saat ini sarana pengelolaan limbah medis masih belum merata di seluruh Tanah Air.


“Baru 4,1 persen dari rumah sakit yang memiliki fasilitas insinerator yang berizin, kemudian juga di seluruh Indonesia baru ada 20 pelaku usaha pengolahan limbah, dan yang terpenting adalah hampir semuanya itu masih terpusat di Pulau Jawa. Jadi distribusinya belum merata,” ujar Kepala BRIN.


Dengan adanya teknologi pengolahan dan daur ulang limbah yang dikembangkan BRIN ini, Handoko berharap dapat membantu fasilitas layanan kesehatan dalam pengolahan limbah medis.


“Dengan ini kami berharap itu bisa meningkatkan motivasi untuk mengumpulkan dan mengolah limbah, meningkatkan kepatuhan, dan di sisi lain itu berpotensi juga menjadi lahan baru, bisnis bagi para pelaku usaha di daerah-daerah, khususnya para pelaku usaha skala kecil,” pungkasnya.(*/mus)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad