KERAJINAN tenun dan songket sudah lama dikenal di Kabupaten Tanah Datar. Bila ada usaha kerajinan berbasis rakyat itu di daerah lain, dapat diyakini pengrajinnya memiliki sangkut-paut dengan Luhak Nan Tuo, terutama kawasan Nagari Pandaisikek, Kecamatan X Koto.
Kerajinan menenun itu sudah diwariskan sejak lebih dari satu abad silam. Kini, songket sudah melekat pada nama Pandaisikek itu sendiri. Menyebut songket, orang pasti akan ingat Pandaisikek. Menyebut Pandaiskek, ingatan langsung menuju ke tenunan dan songket.
Kini, kerajinan menenun sudah berkembang luas di Kabupaten Tanah Datar. Kawasan Lintau IX Koto sudah masuk perbincangan nasional di bidang pendidikan dan industri menenun. Nama Ibu Mufidah Jusuf Kalla, tentu tak bisa lepas dari pengembangan industri songket dan tenunan berbasis rumah tangga itu.
Lebih dari satu dasawarsa lalu, Ibu Mufidah ‘berjibaku’ memotivasi masyarakat Pandaisikek untuk melestarikan tenunan songket. Salah satu buah usahanya itu adalah berhasilnya dibangun pusat pendidikan songket di Jorong Kototinggi, Nagari Pandaisikek. Pusat pendidikan itu tetap berkomitmen kuat mendidik dan melatih generasi muda Pandaisikek untuk terampil menenun.
Dua tahun sebelum pandemi Covid-19 melanda dunia, Ibu Mufidah juga berada di garda terdepan untuk membagun pusat pendidikan tenunan tradisional di Nagari Tigo Jangko, Kecamatan Lintau Buo. Berbeda di Pandaisikek yang peserta didiknya tinggal di rumah sendiri, pusat pendidikan yang di Lintau menyediakan tempat tinggal bagi peserta didik.
Tersedia 35 kamar pada sebuah gedung rumah susun sewa (rusunawa) di Tigo Jangka itu. Rusunawa ini terletak berdekatan dengan sekolah dan sentra produksi. Sungguh, ini merupakan anugerah bagi Tanah Datar dalam melestarikan dan mengembangkan songket, sebagai sebuah karya seni yang bernilai ekonomis tinggi.
Kerajinan songket adalah usaha rakyat berbasis rumahtangga. Tapi pemasarannya meluas hingga ke pasar-pasar cinderamata berkelas dunia. Hasil kerajinan songket asal Pandaisikek dan Lintau juga merupakan benda budaya Minangkabau. Dengan demikian, songket melekat ke dalam budaya masyarakat setempat.
Lantaran sudah melekat pada budaya masyarakat itu pulalah, tak heran bila di keseharian masyarakat Pandaisikek, tenunan songket menjadi benda wajib yang dimasukkan ke dalam antaran pihak mempelai perempuan, ketika menggelar acara maanta tando. Bagi orang Pandaisikek, keahlian menenun diwariskan turun-temurun.
TETAP SEMANGAT
Di tengah pandemi Covid-19
yang masih belum menunjukkan tanda-tanda segera berakhir, Ketua Dewan Kerajinan
Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Tanah Datar Ny. Lise Eka Putta mengajak
para pengrajin songket tetap semangat dan terus berproduksi.
BACA JUGA Ayo Berwisata ke Tanah Datar, Kita Nikmati Pesona Danau Singkarak
Let's Go to Tanah Datar, Nasi Baka Nan Membuat Kita Rindu Padang Panjang
‘’Tetaplah semangat. Teruslah berproduksi. Kita punya harapan besar kepada tenunan songket produksi masyarakat Tanah Datar. Permintaan terhadap songet masih tetap tinggi, baik dalam skala nasional maupun internasional,’’ ujar Lise, Kamis (22/7), saat meninjau Sanggar Pengrajin Tenun Songket Batenggang di Banang Sahalai, Nagari Tanjuang Bonai, Kecamatan Lintau Buo Utara.
Lise didampingi Ny. Patty Richi Aprian mengatakan, pihaknya yakin tenunan songket Tanah Datar bisa berkembang, karena memiliki kekhasan, baik dari sisi motif maupun bahan baku pewarna yang digunakan. Hal itu pulalah, tegasnya, menyebabkan songket Tanah Datar banyak dicari konsumen.
Kita memang berupaya, ujarnya, songket bisa dimiliki semua kalangan dengan kualitas baik dan harga terjangkau. Dekranasda, sebutnya, akan memberi solusi bila ada masalah dalam hal pemasarannya.
Walinagari Tanjuang Bonai Luthfi Dt. Majo Besar menjelaskan, ada tiga lokasi kerajinan songket yang masih dikembangkan warganya saat ini, yakni Tanjuang Modang, Pamusihan, dan Tambose. ‘’Kualitasnya cukup baik, menggunakan pewarna alami, dan pengrajin sudah mengikuti berbagai bentuk pelatihan yang dilaksanakan dinas terkait,’’ ujar Luthfi.(MUS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar