TANAH DATAR, potretkita.net - Dahulu, Kabupaten Tanah Datar terkenal sebagai penghasil kopi. Kini, biji kopi didatangkan dari daerah lain, lalu diolah masyarakat menjadi bubuk kopi. Ada sejumlah masalah yang dihadapi petani, sehingga kopi tidak lagi menjadi tanaman utama di perkebunan rakyat.
Seorang perempuan sedang marandang kopi di Nagari Koto Tuo. |
‘’Selain permasalahan produksi, petani juga menghadapi masalah dalam hal penanganan pascapanen, pengolahan, dan pemasaran,’’ kata Plh. Sekda Tanah Datar H. Edisusanto, Selasa (30/11), di Gedung Islamic Center, saat membacakan sambutan tertulis Bupati Eka Putra.
Edi mengatakan hal itu, pada kegiatan
Workshop Kopi yang diikuti petani kopi, pelaku usaha kopi, dan pengusaha kafe
di Sumatra Barat. Melalui pelatihan itu, diharap petani dan pengolah kopi dapat
mengelola produk sesuai standar, berkualitas, dan bisa dijual ke pasaran dengan
harga terbaik.
Menurut Edi, bupati berharap
terjalinnya kerjasama saling menguntungkan antara petani, pengolah kopi, dan
pengusaha kafe, dalam upaya memperpendek mata rantai pemasaran kopi, sehingga
petani bisa mendapat margin harga yang lebih menguntungkan.
Terkait dengan pemasaran, bupati
menyarankan dilakukan secara offline dan online. Untuk itu, imbuhnya, peranan
petani milenial dalam pengembangan jaringan pemasaran yang memanfaatkan ilmu
dan teknologi sangat diperlukan, sehingga produk kopi dapat dikenal lebih luas
oleh berbagai kalangan.
‘’Saya juga berharap, kiranya
penggiat kopi, pengusaha kafe, dan hotel yang ada di Tanah Datar, termasuk
jajaran pemerintah daerah, menyuguhkan kopi yang berasal dari daerah kita
sendiri. Ada banyak ragam kopi berkualitas, seperti Kopi Arabika Salimpaung,
Tabek Patah, Pato, dan Pariangan,’’ tuturnya.
Selain kopi arabika, masyarakat Tanah
Datar juga mengembangkan kopi jenis robusta, seperti ditemukan di Pincuran
Tujuah, Guguak Malalo, Situmbuak, dan Tanjuangbarulak Kecamatan Tanjung Emas.
Setiap nagari, imbuhnya, diharap memiliki produk kopi yang memiliki keunggulan
komparatif, sehingga Tanah Datar bisa menjadi sentra baru kopi di Sumbar.
Untuk mewujudkan harapan itu,
menurutnya, para petani kopi dan petugas dari instansi terkait, sepatutnya
melakukan pemeliharaan maksimal terhadap tanaman kopi mereka. Bahkan, tegasnya,
tanaman kopi yang sudah tidak produktif lagi bisa diremajakan.
‘’Organisasi Perangkat Daerah (OPD)
terkait diminta agar bersinergi dan berkolaborasi dalam memajukan usaha kopi,
di antaranya Dinas Koperindag memfasilitasi kemasan dan pemasaran, Dinas
Pariwisata melakukan promosi, dan Dinas Kominfo melakukan publikasi,’’ sebut
bupati.
Permintaan kopi, tegasnya, beberapa
tahun ke depan akan terus meningkat, seiring dengan berkembangnya kegiatan
pengolahan kopi, dan tumbuhnya kafe-kafe yang menawarkan minuman kopi dengan
beragam variasi.
Dahulu, tegasnya, sebagian besar
bahan baku untuk usaha pengolahan bubuk kopi berasal dari Tanah Data sendiri,
kini bahan baku justru didatangkan dari daerah lain, seperti Bengkulu dan
Lampung.(musriadi musanif)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar