BOGOR, POTRETKITA.net - Semenjak tahun lima puluhan, seorang putra Batahan bernama Marah Karma merantau ke Jakarta. Secara nasab beliau adalah turunan dari Pagur Mandailing Natal, terlahir di Batahan, di pelosok pesisir Barat, jauh dari akses kemajuan.
Marah Karma memiliki visi jauh ke depan untuk membangun masa depan yang lebih baik. Cita-cita beliau ini terwujud dengan suksesnya semua anak dan cucu beliau di Jakarta jadi pengusaha, jadi bankir dan jadi ASN. Beliau personal rujukan oleh setiap orang Batahan yang datang ke tanah Jawa, ada diantaranya Masmudin Jambak, Fahmi HS, Muhammad Husni, disusul oleh generasi berikutnya Suwardi, Janiruddin, Saiful Ferry, Salman Bunasti, dan Hamdan.
Sekarang banyak putra putri Batahan yang bermukim di Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Depok, Sukabumi, Bandung, Semarang, Surabaya, Yogyakarta dan Bali. Pada umumnya adalah pedagang, ASN, pekerja perusahaan, dan pelajar. Mereka aneka profesi tetapi intensif melakukan komunikasi, koordinasi baik melalui virtual dan saling kunjung baik waktu suka maupun waktu duka.
Hubungan dalam persaudaraan se-kampung dan persaudaraan dalam pertalian nasab, terbina akrab. Kumpulan orang pantai dalam pertemuan tentulah heboh. Cimeeh, personal bullying sangat kental, kadang berlebihan tapi hal ini jadi bumbu penyedap keakraban pergaulan.
Persatuan Perantau Batahan di tanah Jawa ini, mereka namakan Serumpun Batahan. Serumpun artinya satu garis keturunan. Tiga suku utama Batahan; Mandailing, Minangkabau dan Aceh, telah melebur dalam persemaian keluarga besar Batahan, dimana satu sama lainnya punya ikatan ke-famili-an dalam istilah Batahan dikenal dengan pakhoghunan.
Hubungan kefamilian Batahan ada empat pilar hubungan, pertama dari uci (sebutan ibuk dari ibu kandung), persauadaraan horizontal uci menjadi basis keluarga yang terikat dalam hubungan ke-famili-an. Kedua, garis keturunan ongku (bapak dari ibu kandung) persauadaraan horizontal ongku menjadi basis keluarga yang terikat dalam hubungan kefamilian.
Ketiga, ongku (bapak dari bapak), persaudaraan horizontal ini juga basis keluarga. Keempat, uci (ibu dari bapak), persaudaraan horizontal ini menjadi lingkup anggota keluarga. Empat pilar ini disebut dengan keluarga besar yang dalam bahasa Batahan disebut dengan koghun.
Semua anggota ini terlibat dalam kejadian buruk dan kejadian baik yang tengah dilakukan oleh anggota keluarga. Tatkala anggota keluarga memiliki hajat untuk pesta perkawinan, semua koghun diundang melakukan iuran untuk pembiayaan pelaksanaan pesta pernikahan. Demikian juga dalam kematian semua iuran untuk pembiayaan penyelenggaraan jenazah anggota koghun tersebut.
Keunikan hubungan kefamili-n Batahan anti tesis dari hubungan patrilineal dan materilineal. Patriliniel mengambil garis keturunan dari pihak orang tua laki-laki dari atas sampai ke bawah yang diwujudkan dalam marga. Matrilineal mengambil garis keturunan dari ibu untuk pengelompokkan anggota suku, maka gelar mamak turun ke keponakan.
Dua jenis hubungan ini diadopsi di Batahan dengan pakhoghunan tersebut. Batahan tidak lagi mengenal marga dan mengenal suku. Namun bila ditelisik dari terombo masih ada beberapa suku asli Mandailing masih tetap eksis di Batahan terutama Nasution dan Lubis. Demikian juga suku Minang, jambak dan tanjung. Tetapi kebanyakan sudah tidak jelas lagi marga dan suku di Batahan, karena tidak di tata dengan baik semenjak awal.
Sisi tertentu ini bentuk dari egaliter orang pesisir, yang tidak begitu mementingkan kasta dan turunan. Mereka lebih bangga dengan karya personal dan personal investement dalam bentuk kegiatan partisipasi dalam membantu segenap anggota keluarga dalam suka dan duka.
Personal yang memiliki partisipasi yang banyak disebut dengan “capek kaki ringan tangan” yang senantiasa terlihat dalam berbagai suasana. Orang-orang yang seperti ini sering diberikan tugas-tugas kemasyarakatan sebagai bagian dari penghormatan. Belum tentu orang kaya yang ditugaskan tetapi adalah orang yang rajin dan peduli terhadap permasalahan kemasyarakatan.
Kumpulan perantau Batahan dalam beberapa tahun tidak berkumpul secara luring, tetapi sering bertemu di alam maya dengan perangkat daring. Mereka antar sesama saling menyapa dan saling berbagi, tentu sapaan khas Batahan yang tidak luput dari pembulian. Tetapi anehnya yang membuli dan yang dibuli sama-sama tidak memperkarakan, sekalipun secara manusiawi ada yang tersinggung, mungkin di tahan dan dimaklumi, sebab kalau tersinggung malah membuat pertemanan bisa terganggu.
Tetapi seiring dengan banyaknya bermunculan bibit-bibit aktifis dan intelektual, para pemain lama sudah mulai merasa bosan juga mengurus Serumpun Batahan, kader-kader muda banyak yang bermunculan, maka bully dan cimeeh akan mulai berkurang, kesopanan dan keadaban mulai di kedepankan.
Tahun ini Serumpun Batahan mencoba untuk berkumpul di alam terbuka, megamendung menjadi pilihannya, villa Purnama menjadi tempatan halal bi halal. Tempat yang indah diantara dua gunung Pangrango dan gunung Salak. Udara sejuk, bersih, nyaman dan mempesona, membuat para hadirin HBH betah dan berselfi ria dengan mengambil berbagai spot photo.
HBH-nya sangat sukses hampir seluruh sesepuh dan pinisepuh hadir dalam HBH. Seluruh keluarga besar Marah Karma hadir dalam HBH demikian juga seluruh para junior, pelajar yang ada di tanah Jawa hadir dalam HBH tersebut.
Ada beberapa hal pokok pikiran mendasar yang dikembangkan dalam wacana perbincangan HBH diantaranya penguatan rantau dan ranah. Rantau sebagai kekuatan kontributor terhadap ranah perlu diperkuat dengan berusaha melakukan mapping potensi. Antar kekuatan perlu diintegrasikan agar terjadi sinergitas.
Pengusaha perlu disinergikan dengan para pemain finance. Birokrat perlu disatukan dengan akademisi. Pekerja perlu disinergikan dengan pengusaha. Kegiatan usaha dan pekerjaan perlu menopang kesuksesan para pelajar yang tengah berjuang menggali dan menimba ilmu pengetahuan dan tanah jawa. Mereka adalah kader Batahan ke depan yang membutuhkan perhatian dan uluran tangan semua pihak.
Kekuatan rantau yang demikian dahsyat perlu dikonstribusikan ke ranah. Batahan sekarang perlu dipikirkan bagaimana ke depan. Sekarang masih enak bersawit ria, tetapi lima sampai sepuluh tahun ke depan perlu dipikirkan semenjak sekarang.
Bagaimana replanting perkebunan sawit, bagaimana kontrak perusahaan perkebunan sawit. Bagaimana pengelolaan ke depan, tentu generasi millenial yang tengah menjadi insan akademik sekarang yang perlu berpikir keras untuk strategi ke depan. Inilah peran-peran strategis serumpun Batahan.(DR. SUHARDIN, M.Pd)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar