Itulah yang terjadi dari ritual tolak bala di pantai Jember yang memakan sebelas orang meninggal, beberapa waktu lalu. Ritual yang bernama Tolak Bala Tunggal Jati Nusantara telah memakan jiwa anak umur 13 tahun. Karena anak-anak belum matang memahami sebab akibat, mereka masih mengikuti keinginan orang dewasa.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (PAI) menghaturkan belasungkawa, dan menyesali ritual tolak bala yang diikuti anak-anak dengan mengancam jiwa tiga anak itu. Tidak seharusnya anak berada di bawah bahaya, apalagi hanya alasan sebuah ritual dengan masuk ke pantai yang memiliki ombak, yang sewaktu-waktu dapat menggulung anak. Seperti korban meninggal P 13 tahun. Begitupun 2 korban anak yang selamat D 17 th dan N 2 th. Bagaimanapun, anak-anak tidak sekuat orang dewasa.
Pemerintahan setempat diharapkan ikut mengawasi ritual ritual yang melibatkan anak-anak. Apalagi ritual ini dikabarkan sudah lama. Artinya ada kemungkinan ritual ini telah dilaksanakan berulang. Mereka lakukan, sebenarnya bisa terancam pidana jika mengancam keselamatan, apalagi jiwa anak.
Hal ini juga sering diingatkan KPAI, di berbagai ajang yang melibatkan anak-anak, seperti ketika anak-anak berada dalam lautan massa, aksi demontrasi, lingkungan kawasan limbah industri, wilayah pertambangan dan sekarang ritual tolak bala.
Saya juga menghimbau, di tahun politik ini, bisa menahan diri untuk tidak melibatkan anak anak, belajar dari pelibatan anak anak di masa lalu, karena bisa menjadi peristiwa trauma dan sangat kelam untuk anak anak, karena kondisi sewaktu waktu yang tidak bisa di kontrol. Apalagi sampai meninggal, seperti ritual ini. Tentu sesuatu yang sangat disayangkan, karena sangat bisa di cegah kita semua.(DR. Jasra Putra, M.Pd., Komisioner/Kadivwasmonev KPAI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar