(Dosen Universitas Ibnu Chaldun Jakarta)
TABUHAN genderang kemerdekaan belajar yang dibunyikan oleh mas menteri memberikan harapan baru bagi aktifis pendidikan. Dosen, Guru, Pendidik, Tenaga Kependidikan, Ormas dan Yayasan Pendidikan. Semua berdecak kagum terhadap kecerdasan seorang menteri yang sangat millenial, visioner, teknokrat dan pekerja keras. Orang yang mapan dan tidak minta pamrih terhadap negara.
Merdeka belajar sangat ideal, dimana murid diberikan kebebasan belajar bagaimanapun, luring, daring, di dalam kelas (in door) dan di luar kelas (out door). Guru diberikan kebebasan untuk berimprovisasi untuk mendesain pembelajaran, menyelenggarakan pembelajaran, melakukan kolaborative yang interaktive, dan menyenangkan kepada siswa.
Kepala sekolah diberikan kebebasan untuk berkolaborasi dengan guru penggerak, bergerak serentak untuk memberikan pelayanan terbaik kepada anak bangsa mengejar mimpi melalui dunia pendidikan.
Sekolah laksana taman surga yang memberikan kenyamanan, kedamaian dan ketentraman kepada semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan. Pendidikan benar-benar mengantarkan anak untuk mengejar mimpi mengasah kemampuan diri.
Pendidik dan pimpinan sekolah berkolaborasi untuk melakukan layanan literasi, numerasi dan pengembangan karakter anak didik. Siswa dibangun dirinya dengan kokoh melalui pondasi competence, creativity, communication, capability, dan collaboration. Kemampuan diri anak yang mengarahkan ia untuk menjadi entreprenuer di masa depan.
Inovasi dan kreatifitas sesuatu hal yang sangat dibutuhkan di masa depan. Profesionalitas tanpa kreatifitas akan hilang ditelan kerasnya persaingan kehidupan manusia di muka bumi ini. Banyak sekali profesi yang dahulunya membanggakan dan diimpikan oleh anak bangsa, ternyata sekarang sudah tidak laku lagi.
Betapa bangga dan bergengsi pegawai PT Pos Negara di tahun seribu sembilan ratusan yang lalu, tetapi dengan dibukanya persaingan jasa titipan kilat, sehingga PT Pos tidak begitu diminati pasar lagi. Berbagai jasa pengiriman tumbuh laksana cendawan di musim hujan. Ditambah dengan digitalisasi sekarang, membuat pengiriman fisik juga, tidak terlalu dibutuhkan, semua dapat dikirim dengan perangkat digital.
Profesi yang agak sukar diganti memang profesi guru dan dosen. Beliau profesi bukan hanya sebatas bekerja melayani anak-anak untuk mendapatkan pelayanan pembelajaran. Ia juga personal modelling yang di gugu dan ditiru untuk sebuah nilai yang sangat berharga.
Guru dan dosen bukan hanya memberikan transformasi ilmu pengetahuan dan competensi kepada muridnya, tetapi juga memberikan nilai kehidupan kepada muridnya. Guru dan dosen memberikan arah dan orientasi kehidupan murid di masa depan, membimbing sikap dan perilaku di masa sekarang. Guru dan dosen berpikir dan bekerja untuk siswa dan menderma baktikan dirinya kepada negara selama dua puluh empat jam.
Nyaris tidak ada waktu berpikir dan berbuat untuk diri dan keluarga demi tugas dan profesi yang diembannya.
Merdeka belajar memberikan mimpi indah bagi guru dan dosen untuk berlari mengejar mimpi menggapai pendidikan bangsa Indonesia yang lebih unggul, sejajar dengan negara maju yang lain. Pendidikan yang bukan hanya berbasis pembelajaran di kelas, tetapi memang pendidikan yang memberikan penguatan terhadap competence, creativity, communication, capability, dan collaboration.
Anak bangsa yang terlahir dalam generasi millenial, dapat meloncat menjadi manusia merdeka yang mampu berkompetisi dengan anak bangsa lain dalam entrepreuner. Muncul kreator dan inovator yang membuat aneka profesi dan produk unggulan yang berbasisi global.
Tahun ini, berbagai pelatihan dilakukan untuk peningkatan kapasitas dan capability guru agar mampu menerapkan konsep merdeka belajar dalam pembelajaran di sekolah. Tetapi sangat disayangkan pelatih dan yang dilatih tetap menggunakan tradisi lama, dengan melahirkan beberapa buku ajar yang berbasis kurikulum merdeka belajar dengan merubah berbagai istilah-istilah yang ada pada kurikulum dua ribu tiga belas, yang disebut dengan kurtilas, yang sering diplesetkan dengan kurikulum tidak jelas.
Melihat kenyataan ini, tentu mimpi yang menggebu pada guru-guru yang sudah menjadi guru pelopor, kepala sekolah pelopor, mulai redup kembali, karena pameo ganti pejabat ganti kebijakan benar adanya dalam negara kita ini. Tentu pikiran liar muncul pada masing-masing kita, jangan-jangan ini hanya proyek yang nantinya akan melahirkan permasalahan baru, berujung pada lembaga peradilan dan penegakkan hukum.
Langkah yang harus ditempuh dalam penerapan merdeka belajar dan perbaikan pendidikan mendasar tentu pada peningkatan kapasistas guru. Peningkatan kapasitas guru dan dosen perlu dilakukan berawal dari mapping kompetensi. Guru dan dosen dijadikan ikon perubahan mendasar pendidikan kita.
Guru tidak diperlukan lagi mencekokkinnya dengan memberikan buku ajar yang digandakan sedemikian massifnya. Guru membutuhkan diklat reguler dan terprogram sesuai dengan temuan-temuan permasalahan pada lokus khusus. Pelatihan yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan guru. Jangan pelatihan yang bersifat proyek nasional. Tentu pertanyaan klasik bagaimana menyusun mata anggaran. Ini dibutuhkan ahlinya.
Guru dan dosen yang masuk kelas, guru yang benar-benar siap dalam beberapa hal, pertama siap dengan keilmuan (kompetensi profesional). Mata pelajaran yang diampu adalah mata pelajaran yang dikuasai oleh guru secara keilmuan.
Guru memiliki reffrence standar, dan mengembangkan bahan ajar dari reffrence standar tersebut, berwujud menjadi buku ajar, modul, bahan ajar, lembaran kegiatan siswa. Bukan bersandar pada buku paket dan mengandalkan buku paket.
Pemerintah harus tegas untuk tidak mencetak buku paket tetapi membebankan kepada guru untuk membuat buku ajar. Tentu guru yang membuat buku ajar diberikan tambahan kesejahtereaan. Dengan demikian guru berlomba untuk meningkatkan kreatifitas yang berkorelasi dengan kesejahteraannya.
Kedua, siap dengan strategi inovatif dan interaktif serta menyenangkan (kompetensi paedagogik) guru dituntut untuk merancang strategy yang dapat memberikan kenyamanan dan kesenangan kepada siswa dalam mengikuti pembelajaran.
Berbagai model dan strategi pembelajaran dibutuhkan harus dikuasai oleh guru. Termasuk dalam hal ini tentu digitalisasi, sebagai bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam pembalajaran di era 4.0 ini. Jangan ada lagi guru yang gagap teknologi, malas berinovasi, malas mengikuti perkembangan, malas dalam belajar. Belajar tidak ada henti dari mulai lahir sampai ajal menjemput, harus terlibat dalam perkembangan teknologi informasi dan teknologi pembalajaran.
Ketiga, siap administrasi. Guru selama ini telah terbiasa membuat program tahunan, program semester, Rencana Pokok Pembelajaran dan bahan ajar. Tetapi kebanyakan guru, lebih senang dengan copy paste dari yang sudah di buat oleh teman. Atau difasilitasi oleh MGMP.
Di sinilah fungsionalisasi pelatihan untuk peningkatan kapasitas guru dan di sinilah letak kreatifitas berbasis kesejahteraan. Uang yang banyak dikelola sekolah harus dimanfaatkan seutuhnya untuk peningkatan kesejahtreaan warga sekolah, jangan hanya pimpinan sekolah bermain dengan mitra untuk mendapatkan rente.
Keempat, siap mental. Guru harus siap melepaskan feodalisme yang selama ini terbangun, sebagai orang terhormat yang harus dihormati secara formal oleh anak. Kemerdekaan anak sekarang dengan guru haruslah dalam bentuk frandly.
Guru dan murid sahabat, teman akrab, teman curhat, dan pelayan siswa yang profesional dipayungi oleh nilai-nilai agung dan universal. Sekalipun frandly, jangan terjadi guru jatuh hati kepada murid, guru melecehkan murid. Norma dan etika tetap dijunjung tinggi dalam bingkai profesional.
Kemerdekaan hanya akan menjadi wacana tanpa makna kalau tidak melakukan penguatan pendidikan berbasis guru dan dosen. Guru dan dosen tidak akan memunculkan kreatifitas tanpa payung kebijakan. Kebijakan diarahkan kepada peningkatan kesejahteraan guru dan dosen berbasis kreatifitas. Tanpa itu akan menghasilkan keterjajahan baru kepada guru untuk mengajarkan buku ajar yang sudah digandakan oleh kementerian.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar