PADANGPANJANG, POTRETKITA.net - Ada tanah yang bisa dipakai untuk membangun jalan raya, sebagai salah satu solusi mengatasi kemacetan pada jalan nasional Padangpanjang-Bukittinggi, khususnya akibat aktivitas pasar tumpah di Kotobaru Kecamatan X Koto, Tanah Datar.
Sebagaimana diketahui, kemacetan selalu menghantui pengguna jalan raya ketika akan melintasi Padangpanjang-Bukittinggi, atau sebaliknya. Macet yang paling menakutkan itu adalah ketika hendak menuju Bukittinggi. Pasalnya, kendaraan harus menaklukkan tanjakan panjang, sejak dari Padangpanjang hingga ke Pasar Amur. Sangat rawan kecelakaan.
Berbagai solusi memang sudah ditawarkan. Namun sejauh ini belum ada yang mangkus. Macet dan kendaraan mengular hingga batas Panyalaian tak dapat dielakkan. Dari arah Bukittinggi, barisan kendaraan yang lajunya tertahan terkadang mencapai SPBU Batagak.
Selama ini, bila terjadi kemacetan, kendaraan ukuran kecil diarahkan masuk ke jalan alternatif dari Pasa Rabaa menuju simpang Pasa Amur melewati Kotolaweh, Tanjuang, dan Kototinggi atau sebaliknya. Jalan itu sempit, tanjakan dan turunan ekstrim, kiri kanannya banyak jurang. Kalau arus kendaraan sudah padat masuk jalur altrnatif itu, maka macet di jalan nan sempit itu pun tak bisa terhindarkan.
BACA JUGA : Menghindar dari Macet Kotobaru Malah Terperangkap Macet di Kotolaweh,
Sudah Lima Gubernur dan Empat Bupati Gagal Atasi Macet Kotobaru
Hal yang amat memiriskan, warga di Nagari Kotolaweh dan Nagari Pandaisikek jadi terganggu pula. Arus kendaraan yang padat merayap dan terkadang tersendat, menyusahkan mereka ketika melewati jalan raya, baik pergi ke ladang maupun pulang ke rumah dan aktivitas harian lainnya.
"Kalau oto lah rami bana, urang kampuang wak nan taniayo, dima garobak jo masin bajak diparkir samantaro, onda dima lo kadilatakan, payahnyo, amai-amai wak ndak bisa manyubarang labuah untuk pai ka surau jo ka pancuran untuk bauduak," tulis seorang warga di media sosial.
Maksudnya, orang kampungnya di Kotolaweh dan Pandaisikek itu jadi susah, terutama untuk meletakkan gerobak, mesin bajak, sepeda motor dan lain-lain untuk sementara, misalnya ketika ada keperluan sebentar ke rumah. Menyeberang jalan juga jadi susah. Para orangtua kesulitan ketika mereka hendak pergi surau atau harus menyeberang jalan menuju tepian untuk berwudhuk.
SN Hamdi, salah seorang pemuka masyarakat Kota Padangpanjang mengusulkan, jalan nasional Padangpanjang-Bukittinggi itu memang sudah sangat membutuhkan pelebaran. Dia menawarkan solusi, jalan kereta api yang kini tak terpakai lagi dijadikan saja jalan raya. "Tak mungkin lagi menghidupkan kereta api Padang-Padangpanjang-Bukittinggi-Payakumbuh itu. Jadikan saja jalan raya," ujarnya.
Membebaskan lahan milik PT Kereta Api Indonesia (KAI) Persero itu tentu tak serumit membebaskan lahan milik masyarakat. Pasalnya, kata dia, perusahaan kereta api adalah milik negara, sementara pemerintah daerah yang terkena kewajiban membebaskan lahan, juga merupakan bagian negara. Yang akan dibangun, tegasnya, jalan negara.
Mohd. Syukri, warga lainnya, mengusulkan agar jalur kereta api itu saja yang diaktifkan. Sehingga masyarakat mempunyai pilihan. Teknologi kereta api saat ini, ujarnya, sudah demikian maju. Soal tanjakan sejak di Lembah Anai hingga ke Kotobaru, menurutnya, tentu telah ada pula teknologinya. "Kini tinggal niat dan keseriusan peerintah saja lagi. Janganlah jalan tol yang berbayar itu saja yang diseriusi," ucapnya.
Dikatakan, kini tinggal lagi bagaimana pilihan teknologi perkeretaapian yang dipakai. Tambahan, sebutnya, agar menjadi pilihan maka kereta apinya harus punya jadwal keberangkatan yang teratur, terukur, gerbong yang nyaman. Justru hal seperti ini, tegasnya, lebih aman dan ekonomis.
Tanggapan dan tawaran solusi juga muncul dari warga Padangpanjang Batlimus, dan warga Kotolaweh Asril Erich. "Jalan kereta api dan bangunan lama di Pasar Kotobaru itu dibongkar saja, lalu dijadikan jalan raya. Atau, bangunan lama dimundurkan. Otomatis kegiatan bongkar muat sayur dan hasil tani jadi lancar," ujar Asril.
Asril yang juga merupakan ketua Forum Masyarakat Peduli Padangpanjang Batipuh X Koto (Pabasko) itu menjelaskan, bekas jalan kereta api yang ada saat ini di jalur Padangpanjang-Bukittinggi-Payakumbuh tak mungkin dipakai lagi. Sudah ratusan bangunan berdiri di atas rel. Daripada hanya dinikmati oknum-oknum tertentu saja, bagi Asril, lebih baik bekas jalan kereta api itu dijadikan jalan negara.
"Selain karena terus bertambahnya jumlah mobil, kemacetan di Kotobaru itu karena pembatas jalan yang sudah dibangun tidak berguna, digunakan pedagang, petugas kepolisian dan petugas parkir kendaraan angkut sayur disinyalir kurang tegas. Diduga ada oknum-oknum tertentu yang mendapat keuntungan dari macet itu," jelas Asril yang banyak beraktivitas di sektor angkutan umum, baik di Bukittinggi maupun Padangpanjang.
Aril juga menyebut sebuah ironisme yang terhidang, bahwa pembebasan lahan sejak dari depan Bika Simariana hingga jalan Batu Palano sudah dilakukan sejak zaman Gubernur Sumbar Zainal Bakar, tetapi pembangunan jalannya tidak dikerjakan hingga saat ini. Padahal, tegasnya, sudah miliaran dana terpakai untuk pembebasannya. Nah...
(MUSRIADI MUSANIF, Wartawan Utama dan Korda Harian Singgalang Tanah Datar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar