JAKARTA, POTRETKITA.net - Melepas anak untuk mengikuti pendidikan berasrama adalah sebuah niat yang sangat baik, apalagi memasukkan ke pesantren. Tapi niat baik saja tidak cukup, karena kita sekarang sedang perang dengan paparan pornografi, narkoba, perang ideologi.
"Artinya, pesantren dan sekolah berasrama tidak bisa hanya memenuhi kebutuhan niat baik untuk pendidikan," kata Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Dr. Jasra Putra.Belum lama ini, jelasnya, KPAI bertemu dengan Menteri Agama untuk menjawab fenomena angka besar kekeraaan seksual yang disampaikan Gus Menteri bagai fenomena puncak gunung es, yang fenomenanya kita saksikan hari ini.
Selain itu, ujar Jasra, KPAI memberi masukan tentang pentingnya mengeluarkan Peraturan Menteri Agama (PMA) tentang penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di lembaga keagamaan.
"Peristiwa di Jombang dengan teribat ratusan orang melawan hukum. Tentunya ini menjadi keprihatinan besar buat sekolah berasrama dan pesantren, untuk membongkar kesadaran anak anak didik nya tentang kekerasan seksual," tuturnya.
Jasra mempertanyakan, bagaimana mengembalikan kepercayaan ke pesantren? Tentu saja perlu upaya lebih dari Menteri Agama, terutama dalam memayungi aturan pesantren yang ada di Indonesia. KPAI menitipkan pentingnya dunia pesantren membangun gugus tugas penanganan, mekanisme referal yang terbuka, safe child guarding, bagaimana bekerja dengan anak, sehingga pesantren benar benar siap kembali menerima santri jelang tahun ajaran baru ini. Tentunya ini kerja besar yang harus didukung semua.
Menurut Jasra, Peran para Ibu Nyai juga menjadi sentral, agar menguatkan peran peran perempuan pimpinan pesantren, dan sekaligus istri para pimpinan pesantren. Termasuk wadah organisasi pesantren se Indonesia untuk aktif mengawal pengawasan pesantren dalam memiliki mekanisme penanganan dan pencegahan kekerasan seksual.
Sebenarnya untuk kasus di Jombang, kata aktivis nasional asal Pasaman Barat itu, KPAI sudah melaksanakan Evaluasi Kota Layak Anak bersama KemenPPPA di Jombang. Saat itu di 2021 kita mendapatkan laporan kasus Jombang oleh Kepolisian. Dan tentunya kita apresiasi atas kerja keras kepolisian sampai saat ini, dalam memburu pelaku.
BACA JUGA : Sendirian Berteriak Minta Tolong di Kandang Harimau, Fenomena Perundungan di Angkutan Publik
"Saya kira sejarah penegakan hukum kekerasan dan kejahatan seksual di negara kita terus progressif, baik di KUHP maupun di RKUHP yang terus berproses, termasuk UU 35 2014 tentang Perlindungan Anak, UU 17 2016 tentang Pemberatan Hukuman untuk pelaku kejahatan seksual pada anak dan terakhir UU TPKS. Bahwa pemberatan hukuman bagi pelaku berada di ruang yang hidup, seperti contoh yang terjadi pada HW," sebut Jasra.
Kita berharap, tegasnya, dengan pencabutan izin operasional pesantren dan pindahnya para santri, tidak menjadi tertutup, bila ada korban korban yang lain. Karena kita tahu peristiwa ini dibawah kekuasaan pelaku, yang dari 2019 sampai sekarang baru bisa tertangkap. Artinya tidak tertutup korban korban yang lain masih ada.
Bicara pengawasan terhadap lembaga lembaga yang dititipkan anak anak, dalam evaluasi Kota Layak Anak, kita juga masih menghadapi belum efektif berjalannya pembagian tugas dan kewenangan antara pemerintah dan pemerintah daerah. Yang mengamanatkan daerah untuk melakukan pembinaan dan pengawasan lembaga lembaga yang dititipkan anak anak.
"Dalam pengawasan KPAI masih perlunya penguatan komitmen daerah dalam kebijakan dan menganggarkan, agar anak anak ini terjangkau oleh kebijakan, sejak dari daerah, sebelum mereka dititipkan dalam lembaga-lembaga," tegas kepala Divisi Pengawasan, Monitoring, dan Evaluasi (wasmonev) KPAI itu.(*/mus)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar