BERKUNJUNG ke Kota Bengkulu tak lengkap rasanya, bila Anda tak mampir ke Danau Dendam tak Sudah. Selain untuk menikmati keindahan, Anda juga akan menemukan banyak legenda dan kekhasannya.
Danau Dendam tak Sudah.(foto-foto bengkulukota.go.id) |
Khusus untuk wisatawan luar, pesona ini tentu hanya dapat dinikmati sebelum Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Kota Bengkulu. Semoga saja, pandemi ini cepat berlalu, sehingga kita bisa pula ke Bengkulu untuk menikmati pesona Danau Dendam tak Sudah bersama puluhan destinasi menarik lainnya di kota itu.
Merujuk dari referensi yang disediakan Pemko Bengkulu, dapat diketahui, danau ini berlokasi di Kelurahan Dusun Besar, Kecamatan Singaran Pati, Kota Bengkulu. Luas keseluruhan kawasan sekitar 557 hektare, tapi permukaan danau hanya sekitar 67 hektare. Tidak besar memang, terutama bila dibanding dengan Danau Toba di Sumatera Utara atau Danau Singkarak di Sumatera Barat, dan Danau Kerinci di Provinsi Jambi.
Percayalah! Kendati tidak luas-luas amat, tapi pesonanya tidak kalah. Apalagi, ada banyak legenda yang beredar luas di tengah-tengah masyarakat terkait dengan danau dengan nama yang luar biasa itu.
Oleh Pemerintah Hindia Belanda, kawasan danau seluas 11,5 hektare ditetapkan sebagai cagar alam, kemudian diperluas menjadi 430 hektare oleh Pemerintah Republik Indonesia. Perluasannya sebagai kawasan cagar alam menjadi 577 hektare ditetapkan pada tahun 1999.
BACA JUGA Cobalah, Berziarah ke Barus itu Beda
Mengutip informasi yang ditulis wikipedia.org, di Danau Dendam tak Sudah ditemukan anggrek matahari, plawi, bunga bakung, gelam, terentang, sikeduduk, brosong ambacang rawa, dan pakis. Sedangkan fauna khasnya adalah kera ekor panjang, lutung, burung kutilang, babi hutan, ular piton, siamang, siput, dan berbagai jenis ikan langka seperti kebakung dan palau.
Ada banyak legenda yang beredar di tengah-tengah masyarakat, terkait dengan keberadaan danau ini. Legenda itu diceritakan turun-temurun, sehingga menjadi bagian dari keseharian masyarakat, di antaranya buaya buntung, keramat pintu air, keramat danau, lintah raksa, dan dam tak sudah.
Bisa jadi, pemberian nama Dendam tak Sudah bermula dari salah satu legendanya itu, yakni dam tak sudah. Tersebutlah pada zaman kolonial Belanda, mereka membangun dam untuk bendungan dan menampung banjir, tapi sampai berakhirnya masa penjajahan, dam itu tak kunjung selesai.
BACA JUGA Menikmati Pesona Madina
Akhirnya, kolonial Belanda meninggalkannya begitu saja, sehingga menyebabkan luka dan dendam penduduk Bengkulu menjadi tak kunjung berkesudahan.
Ada juga yang menyebut, pemberian nama Dendam tak Sudah itu berasal dari pertarungan buaya habitat asli danau itu melawan buaya asal Lampung dan Sungai Musi Palembang. Buaya danau itu berhasil mengalahkan lawannya, tapi harus rela kehilangan ekornya.
Buaya buntung itu pun bersumpah, kalau buaya lampung itu datang lagi maka tidak akan dikasih makan. Dendam tak sudah. Menurut warga, buaya yang sudah buntung tersebut kerap muncul menjelang hari-hari besar seperti Idul Fitri. Bahkan, saat gempa besar berkekuatan 7,3 SR yang mengguncang Bengkulu pada tahun 2000 dan 7,9 SR pada tahun 2007, warga juga melaporkan munculnya sang buaya buntung ke permukaan danau.
Cerita dan legenda yang berkaitan dengan Danau Dendam tak Sudah banyak beredar di tengah masyarakat, mulai dalam bentuk buku cerita anak, sampai kepada kisah-kisah yang dipublikasikan melalui media dalam jaringan (daring) internet. So, kapan kita bisa ke Bengkulu lagi, ya? (MUSRIADI MUSANIF, dari berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar