YOGYAKARTA, POTRETKITA.net - 1 Muharram ditetapkan menjadi awal tahun hijriyah. Sejarah penetapan awal tahun Islam itu cukup panjang. Tapi satu hal yang pasti, Muharram termasuk salah satu bulan yang dimuliakan Allah bersama bulan lainnya; Zulqaidah, Zulhijjah, dan Rajab.
A. Khaeduddin Hamsin |
Pada bulan-bulan tersebut, Allah SwT menjanjikan pahala yang berlipat atas setiap amal saleh yang dikerjakan manusia. Sebaliknya, Allah SwT memberikan ancaman berlipat pula atas setiap dosa yang diperbuat manusia.
“Bulan Muharram merupakan salah satu bulan yang mulia, di mana Allah telah menciptakan 12 bulan, empat di antaranya adalah bulan haram: Zulqaidah, Zulhijah, Muharram, dan Rajab,” ujar Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Khaeruddin Hamsin, sebagaimana dikutip dari muhammadiyah.or.id; website resmi Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Menurutnya, kendati merujuk pada peristiwa hiijrahnya Nabi Muhammad SAW, penanggalan kalender Islam baru resmi digunakan saat sistem pemerintahan Islam dipimpin Khalifah Umar bin Khattab, atau 17 tahun setelah Hijrah dan tujuh tahun setelah Rasullah Wafat. Kebutuhan akan adanya sistem penanggalan ini, berangkat dari persoalan administratif surat-menyurat.
Saat Abu Musa Al-Asy’ari ditunjuk sebagai gubernur, dirinya kebingungan karena surat yang dikirim Umar kepadanya tertulis tanpa tanggal yang rinci dan detail. Ia mendapati surat pada Bulan Sya’ban, namun dirinya bingung Sya’ban tahun berapa.
Tentu hal tersebut menjadi persoalan serius, jika diarsipkan ke dalam administrasi kenegaraan. Ditambah lagi, banyak wilayah kekuasaan Islam yang memiliki penanggalannya sendiri, sehingga pengarsipan menjadi semakin rumit.
Akhirnya, Umar mengumpulkan para Sahabat untuk membahas soal penanggalan. Kemudian prosesi hijrah Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah akhirnya sepakat dipilih dari sekian usulan alternatif acuan tahun Islam, karena saat itulah titik awal membangun masyarakat Islami. Disepakati pula oleh para Sahabat untuk nama bulan yang pertama adalah Muharram.
“Setelah 17 tahun Nabi SAW hijrah, umat Islam baru membuat penanggalan kalender Hijriyah, yaitu perhitungannya dari Muharram. Kalau direnungkan, pasti ada hikmah di baliknya,” tutur Kepala Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.
Lantas, mengapa bulan Muharram yang dipilih sebagai awal bulan dalam penanggalan Hijriyah? Hikmah dari ditetapkannya Muharram sebagai awal bulan, karena Umar tidak ingin ada pengkulutusan yang berlebihan kepada Rasulullah. Bila Nabi SAW dikultuskan sedemikian jauh, barangkali bulan Rabiul Awal akan jadi bulan yang paling spesial di antara bulan yang lain. Pasalnya, pada bulan ini Nabi SAW dilahirkan dan melakukan hijrah.
“Betul kita sebagai umat Islam harus menjadikan Rasulullah Saw sebagai panutan. Tapi ada kekhawatiran dari Umar bin Khattab jangan-jangan kalau ditetapkan pada bulan Rabiul Awal, itu terjadi pengkultusan pribadi. Sementara umat Islam itu mengkulutuskan nilai-nilainya, bulan pribadinya,” terang Khaeruddin.
BUKAN BID'AH
Sementara itu, Wakil Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah Anhar Anshory menegaskan, kegiaan menyambut tahun baru Islam tidak serta-merta dianggap bid'ah. Bagi Muhammaiyh, hal demikian bisa saja diajadikan media dakwah.
Menurutnya, warga Muhammadiyah tidak boleh latah ikut-ikutan, sebab di Muhammadiyah misalnya dalam urusan akhlak sudah ada pedomannya yaitu Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM). “Akhlak bermuhammadiyah ini sangat menentukan, karena 16 akhlak bermuhammadiyah itu luar biasa. Himpunan dari khittah-khittah perjuangan Muhammadiyah,” ucapnya.
Ketua Lembaga Pengembangan Studi Islam (LPSI) UAD ini berharap, melalui kajian-kajian yang diadakan oleh Muhammadiyah, termasuk yang diadakan sayap-sayap organisasi dan lembaga Muhammadiyah bisa membangun kebersamaan. Kajian-kajian kita ini, tegasnya, semoga bisa memperkuat kohesi sosial, kohesi ukhuwah.
Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, Tafsir dalam kajiannya menyampaikan bahwa budaya juga merupakan dari media dakwah, termasuk budaya menyambut Tahun Baru Islam merupakan media dakwah Muhammadiyah.
Tafsir menuturkan, bahwa dalam Islam terdapat dua jenis hari besar, yaitu hari besar secara syariah dan hari besar secara budaya. Terdapat tiga hari besar secara syariah, yaitu hari idul fitri, iduladha, dan hari jumat.
“Sementara hari besar secara budaya itu ada PHBI Peringatan Hari Besar Islam, 1 Muharram, 12 Rabiul Awal, 27 Rajab, kemudian 12 Ramadan. Tahun baru hijriah, maulid nabi, kemudian isra’ mi’raj, nuzulul Qur’an itu hari besar secara budaya," ungkapnya seraya menegaskan, hari besar secara syariah yang mesti harus diperingati. Sementara untuk hari besar budaya tidak ada ritual tertentu dalam memperingatinya.
Menurutnya, mendakwahkan syariah tanpa dukungan budaya tidak lancar. Hemat Tafsir, dakwah membutuhkan empat dukungan meliputi sumber daya manusia, politik atau kekuasaan, ekonomi, dan yang terakhir membutuhkan dukungan kultur atau budaya.***
(mus dari muhammadiyah.or.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar