JAKARTA, POTRETKITA.net - Pandemi Covid-19 yang melanda masyarakat dunia hampir tiga tahun ini, berdampak signifikan terhadap bermunculannya kemskinan ekstrim. Di Indonesia, banyak anak-anak yang tiba-tiba menjadi yatim piatu, karena kedua orangtuanya meninggal dunia.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Dr. Jasra Putra, Jumat (29/7) mengatakan, bicara soal pandemi Covid-19 yang akhir-akhir milai berjangkit lagi, seiring dengan meningkatnya kasus aktif dan munculnua klaster-klaster penularan baru, maka tidak boleh lepas dari pembahasan terkait dengan strata ekonomi.
"Ekonomi rakyat secara keseluruhan sangat terdampak. Dari laporan yang kami terima, banyak anak yang kehilangan figur pencari nafkah dalam keluarga. Banyak anak yang menunggak membayar biaya sekolah, karena orangtua meninggal atau jatuh miskin. Kemiskinan ekstrim akibat wabah ini memang perlu kita antispasi cepat," ujarnya.
Menurutnya, mitigasi Covid-19 kita harus dihidupkan lagi, agar peristiwa saat Juli-Agustus 2021 ketika varian Delta menyeruak, dan banyak orangtua yang meninggal juga anak. Kita baru sadar banyak data anak yatim piatu yang berserak. Ada orang tua yang kehilangan pasangan, ada anak kehilangan berkali-kali keluarganya.
Artinya, kata tokoh muda asal Pasaman Barat itu, pembacaan data Satgas Covid-19 yang menyatakan kita kembali harus waspada, jangan sampai sektor lain tidak membaca dan merespon, karena dari pengalaman kemarin, ada keterbatasan fokus pekerjaan di masing masing kementerian, lembaga, pemerintah dan pemerintah daerah.
KPAI yakin, imbuhnya, ada jalan keluar yang baik untuk para orang tua, setelah pengalaman sekolah dua tahun dalam situasi pandemi. "Karena pengalaman kemarin, kita bisa kok antisipasi, mencegah, sehingga data penularan turun drastis, bahkan sempat nol di Jakarta," katanya.
Penelusuran situasi keluarga dan anak yang dilakukan KPAI, dalam rangka menyambut Hari Anak Nasional (HAN) pada 23 Juli 2022, menemukan beberapa fakta yang memerlukan kesiapsiagaan dan kepedulian semua elemen bangsa. Mereka merasa program pemerintah mengendur, dan keluarga-keluarga ini butuh penjelasan, akhirnya mereka menghubungi petugas.
Dari keterangan petugas menyampaikan, pemerintah sedang merumuskan kembali program bantuan sosial, karena akan ada perubahan kebijakan. Keluarga merasa penting mendapat kabar ini, agar mereka dapat merencanakan kehidupan anak anak yatim piatu ini lebih baik ke masa depan.
"Bahwa sudah 2,5 tahun pandemi berjalan, bagaimana kabar perhatian pemerintah kepada anak-anak yang ditinggalkan orang tua akibat Covid? Dalam penelusuran KPAI, mereka menyampaikan, selain bantuan pemerintah, mereka juga hidup dari perhatian masyarakat," kata Jasra.
Untuk bantuan pemerintah kadang ada kadang tidak. Seperti Ismi Suci Anggraini (22) yang kini mengasuh tiga adiknya yang masih sekolah SMK, SD dan TK. Ia menjadi orang tua untuk adik-adiknya sejak ibunya menikah lagi dan ayahnya meninggal 15 Juli 2021.
Ia menyampaikan, petugas Dinsos datang ke tempat kami, pasca ayah meninggal. Bantuan yang disampaikan sembako di saat peristiwa terjadi, berlanjut dengan 3 bulan mendapatkan bantuan pemerintah berupa uang per bulan buat ketiga adikku, 2 orang dapat Rp200 ribu dan yang paling kecil RP300 ribu.
Sejak Juli Ayah meninggal, bantuan itu diterimanya 3 kali di tahun 2021. Kemudian 2022 petugas datang lagi memperpanjang bantuan untuk Januari sampai Maret, tapi setelah print buku, hanya Maret saja yang masuk. "Saat Ismi tanya ke petugas, orangnya juga ga tau dikira dia keluar 3 bulan, tapi pas Ismi print rekening koran keluar cuma di bulan Maret."
"Kami juga bertanya kepada Mama Dinar dan Nindi yang juga ditinggal suami akibat Covid pada Juli lalu. Ia ditinggalkan suami 5 anak. Saat ini ia mengandalkan diri penghasilan dari menjual gorengan bersama anak anak. Petugas Kemensos datang kerumah dan melakukan asessment. Dan memberi bantuan selama 3 bulan di tahun 2021 untuk ketiga anaknya," jelasnya.
Ketika ditanya bagaimana di tahun 2022, tidak pernah ada kabar lagi. Keluarganya berharap bantuan dari masyarakat, syukurnya ada masjid yang peduli, sedikit sedikit bisa menambah kekuatan saya menghidupi anak anak.
"Saya memiliki tiga yang masih umur anak usia sekolah, satu anak Alhamdulillah dapat beasiswa kuliah di Universitas Muhammadiyah Jakarta, itu juga sebenarnya anaknya mah mau kerja aja, bantu saya. Tapi saya bilang kamu harus berpendidikan. Sedangkan yang tua satu lagi baru lulus kuliah dan masih cari kerja yang pas untuk dia, doakan saja mudah mudahan bisa bantu Ibunya," jelasnya kepada tim KPAI.
Perngalaman Prisca Juniver yang ditinggalkan 2 anak balita suaminya, menyampaikan tidak pernah ada petugas yang datang ke tempatnya. Namun masih ada perhatian dari masyarakat, meski tidak selalu. Hanya saja memang tantangannya ia harus bekerja dan meninggalkan 2 anak balitanya.
Masyati Sri Aryani seorang Ibu Rumah Tangga menyampaikan hal yang sama, anaknya tidak pernah mendapat kunjungan atau petugas, namun ia tetap berusaha bangkit. Nur Aisah Jamil juga menceritakan sejak Juli ditinggal suaminya, kedua anaknya mendapat bantuan sekali dari Kemensos.
Ada lagi cerita dari Maya Cahaya dan Eduardus Marung, pasangan yang di titipkan 3 anak yatim piatu. Sejak menyampaikan mendapat kunjungan bulan September dari pemerintah. Mereka mendapat bantuan tahun 2021 sebanyak 3 kali masuk rekening di bulang September, Oktober dan November. Dengan kedua anaknya yang sekolah mendapat Rp200 ribu dan satu yang belum sekolah Rp300 ribu. Di tahun 2022 bantuan itu berhenti. Dan baru saja ada pendataan ulang kembali dari pemerintah, katanya.
"Kami juga di datangi lembaga zakat, yang komitmen selama setahun membantu beasiswa pendidikan dan internet. Bantuan itu berjalan 4 bulan di 2021. Namun tahun 2022 bantuan itu tersendat, mestinya kalau dari publikasi mereka setahun, bantuan sampai September. Namun sudah 2 bulan ini beasiswa pendidikan berhenti, dan mereka hanya bayar internet saja, itupun setelah diputus."
Maya menyampaikan bantuan tidak diberikan karena adanya pendataan ulang dan perubahan kebijakan. "Meski saya dititipkan tiga anak, namun karena suami saya TNI bantuan di hentikan. Meski sebenarnya masih sangat butuh. Informasi itu di sampaikan Pekerja Sosial Kemensos waktu kerumahnya, katanya ada perubahan kebijakan dengan pendataan ulang dan menghentikan bantuan jika orang tuanya adalah PNS/TNI/POLRI," ujar Kepala Divisi Pengawasan, Monitoring dan Evaluasi KPAI itu.
Lebih kurang 20 ribu anak, dengan bantuan Rp200 ribu dan RP300 ribu per bulan. Saya kira, jelas Jasra, jelas kebijakan Kementerian Sosial dan Komisi 8VIII DPR RI terkait intervensi Data YAPI Covid-19 di 2022. Untuk itu kebijakan perlu diperkuat lagi pengawasannya, agar penyalurannya tetap sesuai kebijakan.
Dari Kementerian Sosial terlaporkan data YAPI Covid-19 2022 sebanyak 37.951 anak dengan yang sudah di verifikasi dan validasi sebanyak 24.481 anak. Sedangkan data DTKS PPKS 2020 menyampaikan anak yang berada di panti atau LKSA sebanyak 44.181 anak. Dan data DTKS 2020 juga mencata ada 3.978.622 anak berada dan diasuh dalam kondisi keluarga tidak mampu.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyampaikan data anak yatim, piatu dan yatim piatu Covid selama pandemi telah bertambah menjadi 32.216 anak yang dihimpun dari Rapidpro PPA 2022. Data tersebut laporan langsung lapangan yang perlu terus di perbaharui update perkembangannya karena memerlukan verifikasi dan asessment kebutuhan lebih lanjut. Saat ini sudah 10.548 anak yang mendapat bantuan KPPPA.
Jasra Putra berharap program pemerintah tepat sasaran, jangan seperti yang terjadi di Kota Tangerang yang disampaikan BPK, kebijakan Pemerintah Kota Tangerang yang harusnya penyaluran 4 kali bantuan untuk data anak yatim piatu di 2021 selama pandemi Covid-19, tetapi realisasinya hanya sekali. Dan menjadi temuan BPK.
Jangan sampai ini juga terjadi di tempat lain, untuk itu penting memperhatikan kembali setelah 2,5 tahun pandemi, bagaimana kabar bantuan untuk anak-anak yatim piatu Covid-19. Juga asessment yang harus berkelanjutan oleh para petugas lapangan, karena situasi yang dinamis dan dampak panjang ikutan dari pandemi yang masih berlangsung di keluarga YAPI Covid kita.
"Saya melihat program ini mengendur, karena kurang perhatian, atau mungkin karena ada kebijakan baru. Sehingga penyaluran bantuan dikaji kembali. Saya melihat bantuan ini, masih ada kendala dalam menginformasikan yang benar di lapangan, seperti petugas lapangan yang dilaporkan anak, tentang bantuan yang tidak sesuai informasinya, dan petugas lapangan juga merasa tidak diberi tahu dari atas, kalau realisasinya hanya sekali," tuturnya
Ini menjadi temuan yang penting menjadi masukan, agar komunikasi antara petugas yang menyalurkan dengan penerima tidak terhambat. Dan penerima juga memiliki hak informasi, kenapa tidak dilanjutkan, agar mereka tenang dan bisa berfikir kembali tentang hidupnya ke depan.***
(musriadi musanif)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar