Oleh Dr. Suhardin, M. Pd.
(Dosen UIC Jakarta dan BPH STKIPM Bogor)
OPINI, POTRETKITA.net - Lingkungan dimaknai oleh sebagian orang tempat berada atau tempat tinggal makhluk hidup. Makna sederhana tersebut ada benarnya.
Soerjani, guru besar Universitas Indonesia membagi lingkungan dalam tiga bagian, pertama, lingkungan alam (natural environment), tempat berlangsung kehidupan makluk yang diciptakan Tuhan, ada yang berbentuk tumbuh-tumbuhan (fauna) ada yang berbentuk makhluk bernyawa dan bisa bergerak (flora), keduanya saling berinteraksi dan saling membutuhkan untuk melangsungkan kehidupan.
Kedua, lingkungan buatan (artificial environment), tempat yang sudah direkayasa, dikembangkan dan dibuat sedemikian rupa untuk terciptanya kehidupan makluk hidup secara baik dan nyaman, seperti pasar, pemukiman, kampus, sekolah, taman, tempat rekreasi. Ketiga, lingkungan sosial (social environment), interaksi antar manusia dalam komunitas tertentu yang saling memberi manfaat satu dengan lainnya.
Ketiga jenis lingkungan tersebut bukan berdiri sendiri (monolitik), tetapi saling ada dalam satu habitat. Dalam lingkungan sosial, tidak ada kenyamanan kalau tidak ada mengembangkan lingkungan alamiah dalam bentuk penghijauan, tidak ada keteraturan dan ketentraman kalau tidak ada pembangunan, rekayasa dan pembenahan tata letak, tata kelola untuk terciptanya suasana nyaman, tenang dan tentram.
Demikian juga dalam lingkungan alam, dibutuhkan proteksi manusia dalam menjaga keberlangsungannya. Tiga komponen tersebut terintegrasi dalam tempat tertentu yang disebut dengan lingkungan (environment).
Lingkungan ini sekarang yang menjadi permasalahan serius dalam kehidupan manusia sekarang, pertama, lingkungan sudah terjadi ketidak nyamanan, karena lingkungan panas, kotor, dan bising.
Panas bagian dari isu pemanasan global, karena memang secara global dunia mengalami pemanasan, suhu bumi naik karena emisi karbon di atmosfier bumi dan berkurangnya jumlah hutan (deforestrasi).
Kotor karena banyaknya limbah domestik, sampah sisa makanan, sampah plastik, dan sampah organic. Sampah menimbulkan gas metana yang membuat aroma tidak enak dan mengganggu pernapasan. Bising banyaknya polusi suara, baik suara mesin, suara manusia, suara hewan yang mengganggu ketentraman dan kenyamanan.
Kedua, lingkungan sudah terjadi ketidak amanan, banyak tempat tinggal yang penghuninya khawatir dan senantiasa waspada, awas, dan takut. Hal ini disebabkan oleh banyaknya gangguan binatang buas jika memang berada di lingkungan alamiah, di hutan.
Takut dengan buaya jika memang sedang berada di sungai dan di pinggir pantai. Takut dengan premanisme jika tengah berada dalam keramaian. Takut akan terjadi longsor karena berada di pingiran tebing.
Takut akan terpaan badai dan angin puting beliung. Takut akan tersambar petir karena tengah berada di daerah rawan petir. Takut kena banjir karena lingkungan yang tidak memiliki ketaraturan drainase dan resapan air.
Ketiga, tidak tentram berada pada lingkungan, karena tergangu oleh berbagai hal, udara yang kotor, polusi yang dapat menimbulkan berbagai penyakit. Air yang kotor tidak sehat dapat mendatangkan berbagai penyakit. Udara yang panas dan suara yang bising, berisik yang tidak memberikan ketentraman dalam beristirahat dan menikmati kehidupan.
Hal-hal terebut terjadi akibat manusia sudah lama terjebak dalam paradigma antroposentrism, paham yang berpandangan bahwa manusia penguasa alam dan lingkungan, semua yang ada di alam adalah untuk manusia dan manusia leluasa untuk mengekploitasi, menggunakan, dan mengkapitalisasi dengan sebanyak-banyaknya, tanpa hirau dan peduli dengan keberlangsungan (sustuinable system) dan keharmonisan, kebergantungan satu dengan lainnya (equalibrium system).
Pandangan inilah yang perlu dirubah dengan memuliakan lingkungan. Pertanyaannya mengapa kita memuliakan lingkungan dan bagaimana cara memuliakan lingkungan. Mengapa memuliakan lingkungan? Karena manusia bagian dari lingkungan.
Lingkungan ciptaan Tuhan yang membutuhkan perawatan, penataan, dan pendayagunaan. Manusia makhluk yang diutus oleh Allah SWT untuk mengelola lingkungan dengan sebaik-baiknya. Tugas khalifah yang diberikan Allah bukan untuk hanya mengekploitasi alam, tetapi merapikan dan menatalaksanakan dan mendayagunakan dengan sebaik-baiknya, mempertimbangkan harmonisasi lingkungan sebagai bagian dari keanekaragaman hayati (biodiversity).
Keanekaragam makhluk ciptaan Tuhan terkait satu dengan lainnya, eksistensi satu makhluk hidup tergantung dengan makhluk hidup yang lain. Seekor ayam tidak sempurna kehidupannya, tanpa ada cacing di dekatnya.
Cacing tidak dapat hidup tanpa humus tanah, tanah yang digundulin membuat eksistensi cacing terganggu dan mengganggu eksistensi makluk yang lain. Inilah yang disebut dengan equalibrium system, siklus kehidupan (cycle life), rantai makanan (food chain).
Semua yang diciptakan Allah SWT sangat mulia, dan membutuhkan pemuliaan, rabbana maqalakta haza bathila, ya tuhan tidak ada yang engkau ciptakan dengan sia-sia. Semua yang diciptakan Allah SWT memiliki keunikan dan fungsi tertentu dalam sistem kehidupan, yang perlu dijaga kelestariannya, jangan sampai punah, putus, dan hilang, sebagai bagian dari konsep sustuinable system.
Manusia perlu menjaga kemuliaan eksistensi makluk hidup yang berada di tengah lingkungan sebagai bagian dari akhlak, sikap dan perilaku manusia menjaga hubungan dengan khalik dan makhluk yang diciptakan Tuhan. Ketinggian akhlak manusia memberikan kemuliaan kepada manusia tersebut, kerendahan akhlak memberikan kerendahan pada manusia tersebut.
Memuliakan lingkungan, perlu dilakukan, pertama, mengasah kecerdasan natural (natural intelligence). Kecerdasan natural mendekatkan seseorang kepada yang maha kuasa, yang maha pencipta, maha pemelihara, maha pengasih dan maha penyayang.
Kedua, mengenal diri, penguasa diri dan teman diri. Manusia berpikir siapa dirinya, apa yang melangsungkan kehidupan diri, dengan apa dia bisa mendapatkan kesejahteraan, dengan apa dia mendapatkan kebahagiaan.
Pengenalan terhadap diri, membuat manusia menghormati dirinya dan menghormati segala sesuatu yang dapat memberikan kemuliaan terhadap dirinya.
Ketiga, diri bagian dari lingkungan, kerusakan dari satu bagian dari lingkungan akan memiliki effect (pengaruh) sistemtik terhadap keberlangsungan semua kehidupan di tengah lingkungan. Manusia seenaknya melakukan pengeboman di sungai untuk memudahkan mendapatkan ikan, tetapi berbagai biota lain ikut mati dan hancur akibat perbuatan tersebut, sehingga mendatangkan kesulitan hidup pada dirinya dan orang lain.
Manusia seenaknya membuang limbah ke daerah aliran sungai untuk mengurangi pembiayaan, tetapi mengakibatkan hancurnya biota sungai, rusaknya ekosistem sungai. Demikian juga kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan trawl, yang menghabiskan semua jenis biota laut dan merusak terumbu karang di dasar laut, yang mengakibatkan kepunahan ikan di ikan laut.
Keempat, membiasakan diri untuk berbagi dengan alam, melakukan penanaman pohon, dimanapun dan kapanpun, karena semua yang ditanam adalah sedekah. Pemanfaatan tanaman oleh manusia menjadi sedekah, dimanfaatkan oleh hewan dan tumbuhan menjadi sedekah bagi yang menanam.
Kelima, bersedekah sampah, sampah yang dimiliki, akan dapat dimanfaatkan oleh orang lain, justru itu jangan dikapitalisasi dalam bentuk bank sampah, tetapi sedekahkan kepada lembaga yang mampu melakukan pemanfaatan terhadap sampah yang kita miliki, sehingga kita tetap bersedekah walaupun hanya sampah dan berang bekas.
Keenam, memuliakan lingkungan bagian dari pesan moral, akhlak terhadap lingkungan, yang menjadi spirit jiwa seorang muslim, mukmin untuk senantiasa menabur kebaikan untuk semua ciptaan Tuhan. Kegiatan yang senantiasa memuliakan lingkungan menjadikan muslim dan mukmin dalam bingkai ketaqwaan kepada Allah SWT. Ketaqwaan jalan utama menuju Allah SWT mendapatkan fasilitas surga-Nya.***

Tidak ada komentar:
Posting Komentar