JAKARTA, potretkita.net - Mempunyai anak dari seorang ibu yang aktif di sosial media, tentu saja tidak terhindarkan, seringnya anak terekspos di ruang terbuka. Konsekuensinya, setelah seorang ibu berinisial NM oleh Kejaksaan, ketiga anaknya berhasapan dengan banyak masalah, khususnya persoalan pengalihan pengasuhan.
Idealnya, kata Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Dr. Jasra Putra, adalah orang yang biasa dipercaya anak, dan memang sudah tahu kondisi anak sejak kecil yang akan mengambil alih pengasuhan. Namun, tentu saja ada pertimbangan dari keluarga NM agar anak mendapatkan kepentingan terbaiknya.
"Dalam Undang Undang Perlindungan Anak dan PP Pengasuhan Anak, upaya pengalihan pengasuhan dapat dilakukan dengan memperhatikan sampai derajat ketiga di keluarga sedarah (kindship care). Namun bila anak telah memiliki pengasuhan yang telah berjalan sebelumnya, oleh seseorang yang ditunjuk atau ditugaskan NM, tentu saja menjadi (foster care existing) penggantinya, meski dalam prosesnya harus ada keikutsertaan lembaga berwenang yang bisa diakses untuk ikut mengawasi, sebagaimana yang di mandatkan dalam PP Pengasuhan Anak," ujarnya.
Seperti kehadiran Pekerja Sosial Anak, pendampingan dari Psikososial, Konselor anak yang selama ini bisa diakses atau di fasilitasi negara melalui UPTD PPA Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak atau Balai Kementerian Sosial.
KPAI mengingatkan, katanya, NM diketahui memiliki tiga orang anak yang masing-masingnya memiliki orang tua berbeda. Tentu saja, ujarnya, ada aspek psikologis yang akan dihadapi anak ke depan. "Namun ini menjadi bagian proses pemasyarakatan yang saya kira telah di atur tersendiri oleh Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham," katanya.
Hal yang perlu jadi perhatian juga, menurut Jasra, alternatif mengasuh tidak hanya orang terdekat atau penggantinya, tapi ada pengasuhan bersama, dengan peran netizen untuk memiliki literasi yang baik kepada persoalan NM, agar tidak berdampak buruk kepada anak kedepannya.
UU Perlindugan Anak, imbuhna, meminta semua pihak tidak melibatkan anak dalam konflik orang dewasa, karena berbagai pertimbangan. Mungkin hari ini anak tidak mendapatkan stigma langsung, tapi seiring mereka dewasa, apalagi ibunya sangat aktif di media sosial dan memilih isu satir, tentu jejak digital itu akan terbawa seiring anak bertumbuh dan berkembang. Mereka punya hak dilindungi dan dihindarkan dari situasi buruk pasca NM ditahan. Karena mereka memiliki hak masa depan.
Menurutnya, hal ini menjadi prinsip dari konvensi hak anak terkait non diskriminasi, mengedepankan tumbuh kembang yang berorientasi pada kepentingan terbaik bagi anak dan mendengar suara anak. Bahwa kebutuhan anak di masa dekat ini adalah dihindarkan dari konflik, mendapatkan alternatif pengasuhan untuk sementara dan ada pengawasan perpindahan pengasuhan.
"Kami juga mengingatkan, agar peristiwa ini, juga menjadi perhatian para orang tua yang sering melibatkan anak di medsos mereka, apalagi membawa isu satir atau rentan. Bahwa orang tua dengan segala aktifitasnya di medsos perlu mempertimbangkan atau menjauhkan anak dari stigma, atas resiko aktifitasnya."
Anak akan terus membawa dokumen orang tuanya dalam segala aktifitas, sebagai persyaratan di ranah publik, sehingga bila jejak digital ini mudah dilihat, kemungkinan bully bisa terjadi. Untuk itu netizen harus memisahkan soal ini, dan tidak membully anak, memisahkan proses hukum dan kebutuhan menjaga kondisi kondusif anak dalam tumbuh kembang di masa depan.
Karena jejak digital ibunya yang aktif di medsos di masa depan, kata Jasra, bisa saja membangkitkan trauma anak, meski saat ini anaknya masih kecil. Kita bisa melihat salah satunya anak artis yang memiliki klub sepakbola, kemudian nama anak digunakan untuk stigma klub sepakbola. Tentu ini sangat merugikan tumbuh dan kembang anak dan harus segera dihentikan. Begitupun peran yang berwenang penting dalam penegakan UU ITE sejak awal, bila ada yang masih menggunakan.
Kita perlu membangun budaya media sosial yang lebih ramah untuk anak, salah satunya tidak melibatkan anak dalam konflik orang tuanya. Karena hal ini masih terus terjadi, seperti yang terjadi sebelumnya pada anak anak public figure yang orang tuanya berhadapan dengan hukum.
Kasus kasus publik yang viral, tokoh publik, publik figure, mudah menjadi sorotan dan memang tak terhindarkan anak anak mereka akan terbawa ke sosial media akibat kasus tersebut. Dan informasi yang benar atau yang salah, tidak bisa ditahan di era sosial media.(rel/mus)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar