JAKARTA, potretkita.net - Pengumuman nama-nama perusahaan industri farmasi, terkait penyebab beredarnya obat-obatan, yang kemudian diduga jadi penyebab kematian anak memasuki babak baru.
Balai Pengawasan Obatan dan Makanan (BPOM) dengan tegas meminta Kepolisian menindak perusahaan farmasi tersebut.
“Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengapresiasi
kerja BPOM yang progresif, dalam rangka menyelamatkan anak Indonesia dari sakit
parah dan kematian mendadak akibat obat. Kejadiannya telah membawa duka
mendalam di 26 provinsi,” kata Komisioner KPAI Dr. Jasra Putra, dalam press
release-nya yang disampaikan Selasa (1/11) pagi.
Jasra menyebut, sebelumnya juga ada
peringatan asam oksalat di makanan dan obat-obatan yang bisa memicu multifaktor
penyebab gagal ginjal akut. Begitupun pernyataan BPOM terakhir tentang produk herbal
yang tercampur zat kimia.
“Saya kira selangkah lebih maju ya, ada
manajemen kedaruratan yang ditingkatkan dalam kewaspadaan masyarakat terhadap
industri obat dan makanan. Sangat penting dikedepankan, agar ada kehati-hatian di
masyarakat, dan anak-anak yang tidak mengerti apa-apa tidak terus menjadi
korban,” ujarnya.
Penindakan atas pelanggaran industri
farmasi yang sudah disampaikan BPOM, menurut tokoh muda asal Pasaman Barat itu,
harus tegak lurus, karena sudah sangat terang benderang penyebabnya, jangan
sampai kasusnya masuk angin, karena ada amanah ratusan kematian dan tangisan
pedih keluarga korban.
Bagi KPAI, kata Jasra, tentu perlu
menyegerakan proses hukum, dalam rangka mengembalikan kepercayaan masyarakat
pada dunia pengawasan obat dan makanan. Proses hukum yang tegak lurus, juga menjadi
bagian pemulihan keluarga korban.
“Kita berharap segera pihak pihak yang
disebut BPOM bertanggung jawab, karena perlu menjadi pembelajaran yang membawa
efek jera industri farmasi, apalagi peredaran obat yang mengandung zat
berbahaya ini, disinyalir terjadi sejak pandemi. Jangan sampai pelakunya kabur,
atau ada upaya pengalihan kasus, dengan melaporkan pihak yang memasok zat
tersebut ke industri farmasi,” tegasnya.
Saya kira, imbuhnya, permasalahan ini
terlalu terang benderang. Setiap industri farmasi sebelum menggunakan zat untuk
kandungan obat, mereka punya mandat mengeceknya di laboratorium masing masing
dan meminta persetujuan BPOM. Jadi regulasinya sudah sangat jelas, untuk segera
ditindak.
KPAI juga mendorong kewibawaan lembaga BPOM
ditingkatkan para legislator, karena pengembangan indistri obat dan makanan
berkembang sangat pesat dan membutuhkan payung hukum bekerja bagi BPOM yang
lebih integratif.
“Saya kira dengan RUU Pengawasan Obat dan
Makanan masuk prolegnas ada mandat luar biasa untuk menjawab fenomena obat yang
telah membunuh anak-anak ini. Seperti perkembangan industri obat dan makanan
melalui berbagai platform online, dan pasar bebas dunia yang harusnya dapat di
intervensi BPOM.
Bahkan, sebut Jasra, karena ini BPOM punya
tugas lebih lagi pada pengawasan obat dan makanan di dunia, yang memang bisa
masuk ke Indonesia. Jadi perlu ada kerjasama tingkat dunia dalam menyelamatkan
anak anak di Indonesia.
KPAI mendorong mandat UU Nomor 35 Tahun
2014 tentang Perlndungan Anak pada pasal 44 bisa terselenggara efektif, masing-masing
pihak bisa memenuhi kewajiban dari yang di amanahkan.
“Bahwa kewajiban penyelenggaraan kesehatan
anak pemerintah dan pemerintah daerah, wajib menyediakan fasilitas dan
menyelenggarakan upaya kesehatan yang
komprehensif bagi anak, agar setiap anak memperoleh derajat kesehatan yang
optimal sejak dalam kandungan, dengan didukung partisipasi masyarakat,”
ujarnya.
Upaya komperhensif itu, jelas Jasra,
meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, baik untuk
pelayanan kesehatan dasar maupun rujukan.
Dengan ditegaskan diselenggarakan cuma-cuma
untuk anak-anak yang berada di keluarga tidak mampu. Jadi sebenarnya tidak ada
penolakan untuk pasien anak, karena tegas amanahnya, yang tentu saja
disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pendukungnya dalam
pelaksanaan.
“Karena dalam kondisi dampak penggunaan
obat dan makanan, anak-anak tidak bisa membela dirinya sendiri, perlu banyak
pihak untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk tumbuh kembang anak,
terutama terhindar dari zat-zat berbahaya, dari industri berbagai produk candu
effect, yang ditegaskan larangan untuk dijauhkan dari anak-anak, apalagi
mengkonsumsinya,” sebut Jasra.
Bagi kepala Divisi Wasmonev KPAI itu, hukum harus tegak
lurus, karena sangat jelas. Kita mendorong produk hukum yang dihasilkan atas peristiwa ini, bisa menjadi
yurisprudensi untuk kasus lainnya, yang bisa berdampak buruk pada tumbuh
kembang, bahkan kematian mendadak seperti zat yang dicampurkan di obat anak-anak.(rel/mus)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar