KPAI Apresiasi BPOM Umumkan Perusahaan Farmasi Penyebab Ratusan Anak Meninggal - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

01 November 2022

KPAI Apresiasi BPOM Umumkan Perusahaan Farmasi Penyebab Ratusan Anak Meninggal

JAKARTA, potretkita.net - Pengumuman nama-nama perusahaan industri farmasi, terkait penyebab beredarnya obat-obatan, yang kemudian diduga jadi penyebab kematian anak memasuki babak baru. 


Balai Pengawasan Obatan dan Makanan (BPOM) dengan tegas meminta Kepolisian menindak perusahaan farmasi tersebut.

 

“Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengapresiasi kerja BPOM yang progresif, dalam rangka menyelamatkan anak Indonesia dari sakit parah dan kematian mendadak akibat obat. Kejadiannya telah membawa duka mendalam di 26 provinsi,” kata Komisioner KPAI Dr. Jasra Putra, dalam press release-nya yang disampaikan Selasa (1/11) pagi.

 

Jasra menyebut, sebelumnya juga ada peringatan asam oksalat di makanan dan obat-obatan yang bisa memicu multifaktor penyebab gagal ginjal akut. Begitupun pernyataan BPOM terakhir tentang produk herbal yang tercampur zat kimia.

 

“Saya kira selangkah lebih maju ya, ada manajemen kedaruratan yang ditingkatkan dalam kewaspadaan masyarakat terhadap industri obat dan makanan. Sangat penting dikedepankan, agar ada kehati-hatian di masyarakat, dan anak-anak yang tidak mengerti apa-apa tidak terus menjadi korban,” ujarnya.

 

Penindakan atas pelanggaran industri farmasi yang sudah disampaikan BPOM, menurut tokoh muda asal Pasaman Barat itu, harus tegak lurus, karena sudah sangat terang benderang penyebabnya, jangan sampai kasusnya masuk angin, karena ada amanah ratusan kematian dan tangisan pedih keluarga korban. 

 

Bagi KPAI, kata Jasra, tentu perlu menyegerakan proses hukum, dalam rangka mengembalikan kepercayaan masyarakat pada dunia pengawasan obat dan makanan. Proses hukum yang tegak lurus, juga menjadi bagian pemulihan keluarga korban.

 

“Kita berharap segera pihak pihak yang disebut BPOM bertanggung jawab, karena perlu menjadi pembelajaran yang membawa efek jera industri farmasi, apalagi peredaran obat yang mengandung zat berbahaya ini, disinyalir terjadi sejak pandemi. Jangan sampai pelakunya kabur, atau ada upaya pengalihan kasus, dengan melaporkan pihak yang memasok zat tersebut ke industri farmasi,” tegasnya.

 

Saya kira, imbuhnya, permasalahan ini terlalu terang benderang. Setiap industri farmasi sebelum menggunakan zat untuk kandungan obat, mereka punya mandat mengeceknya di laboratorium masing masing dan meminta persetujuan BPOM. Jadi regulasinya sudah sangat jelas, untuk segera ditindak.

 

KPAI juga mendorong kewibawaan lembaga BPOM ditingkatkan para legislator, karena pengembangan indistri obat dan makanan berkembang sangat pesat dan membutuhkan payung hukum bekerja bagi BPOM yang lebih integratif.

 

“Saya kira dengan RUU Pengawasan Obat dan Makanan masuk prolegnas ada mandat luar biasa untuk menjawab fenomena obat yang telah membunuh anak-anak ini. Seperti perkembangan industri obat dan makanan melalui berbagai platform online, dan pasar bebas dunia yang harusnya dapat di intervensi BPOM.

 

Bahkan, sebut Jasra, karena ini BPOM punya tugas lebih lagi pada pengawasan obat dan makanan di dunia, yang memang bisa masuk ke Indonesia. Jadi perlu ada kerjasama tingkat dunia dalam menyelamatkan anak anak di Indonesia.

 

KPAI mendorong mandat UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlndungan Anak pada pasal 44 bisa terselenggara efektif, masing-masing pihak bisa memenuhi kewajiban dari yang di amanahkan.

 

“Bahwa kewajiban penyelenggaraan kesehatan anak pemerintah dan pemerintah daerah, wajib menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan  upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak, agar setiap anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak dalam kandungan, dengan didukung partisipasi masyarakat,” ujarnya.

 

Upaya komperhensif itu, jelas Jasra, meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, baik untuk pelayanan kesehatan dasar maupun rujukan.

 

Dengan ditegaskan diselenggarakan cuma-cuma untuk anak-anak yang berada di keluarga tidak mampu. Jadi sebenarnya tidak ada penolakan untuk pasien anak, karena tegas amanahnya, yang tentu saja disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pendukungnya dalam pelaksanaan.

 

“Karena dalam kondisi dampak penggunaan obat dan makanan, anak-anak tidak bisa membela dirinya sendiri, perlu banyak pihak untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk tumbuh kembang anak, terutama terhindar dari zat-zat berbahaya, dari industri berbagai produk candu effect, yang ditegaskan larangan untuk dijauhkan dari anak-anak, apalagi mengkonsumsinya,” sebut Jasra.

 

Bagi kepala  Divisi Wasmonev KPAI itu, hukum harus tegak lurus, karena sangat jelas. Kita mendorong produk hukum yang dihasilkan  atas peristiwa ini, bisa menjadi yurisprudensi untuk kasus lainnya, yang bisa berdampak buruk pada tumbuh kembang, bahkan kematian mendadak seperti zat yang dicampurkan di obat anak-anak.(rel/mus)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad