DHARMASRAYA, potretkita.net - Kehadiran Masjid Agung Dharmasraya, melengkapi daftar rumah ibadah umat Muslim berarsitektur modern dan ramah lingkungan di Ranah Minang, seperti Masjid Raya Sumbar dan Masjid Al Hakim, keduanya di Kota Padang, serta Masjid Hidayatullah di kawasan wisata Mandeh, Kabupaten Pesisir Selatan.
KEMENTERIAN PUPR |
Masjid Agung Dharmasraya baru saja diresmikan, bersamaan dengan dua unit jembatan. Kedua bangunan berarsitektur modern itu, kini menjadi simbol baru kemegahan pembangunan. Kado terindah untuk masyarakat kabupaten bermoto Tau Jo Nan Ampek di Sumatra Barat, yang berbatasan dengan Jambi dan Riau.
Kisah kedua bangunan megah itu, bermula dari 7 Februari 2018, saat sebuah helikopter Super Puma tipe NAS 332 ketika mendarat di lapangan sepak bola Tamansari, Jorong Teluk Sikai, Kecamatan Sitiung, Kabupaten Dharmasraya.
Helikopter warna biru-putih bergaris merah buatan Aerospatiale atau dikenal sebagai Airbus Helicopters itu, membawa Presiden Joko Widodo berkunjung ke kabupaten itu. Kedatangan presiden disambut Bupati Dharmasraya Sutan Riska Tuanku Karajaan.
Saat itgu, Pemerintah Kabupaten Dharmasraya juga sedang merancang pembangunan sebuah masjid raya untuk sarana ibadah masyarakat. Lokasi pembangunannya di atas lahan seluas 67.193 meter persegi di Nagari Gunung Medan, Sitiung.
Namun, persoalan muncul lantaran lahan tersebut milik pemerintah pusat dan untuk membelinya tentu saja bukan perkara mudah. Sebab, anggaran dari daerah hasil pemekaran Kabupaten Sijunjung berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Solok Selatan, dan Kabupaten Pasaman Barat, tidaklah cukup untuk membayar kontan seluruh luas lahan.
Kunjungan Presiden ke Dharmasraya itu pun dimanfaatkan Riska sebagai kesempatan untuk mengeluarkan unek-uneknya. "Saat itu saya sampaikan kepada Presiden niat untuk membangun masjid di atas lahan milik pemerintah pusat. Alhamdulillah, Presiden langsung mengiyakan dan meminta kami segera mengurus administrasi peralihan aset tersebut," kata pria kelahiran 27 Mei 1989 seperti dikutip dari Antara.
Kisah itu diungkapkan salah satu bupati termuda di Indonesia ini, saat peresmian Masjid Agung Dharmasraya oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, 6 Januari 2023.
Semula, Presiden Jokowi akan meresmikan masjid, namun berhalangan karena padatnya acara kenegaraan dan digantikan oleh Menteri Basuki. Peresmian masjid dengan luas bangunan 8.783 m2 ini berselang satu hari sebelum peringatan hari jadi Dharmasraya ke-19 tahun, dan merupakan sebuah kado spesial bagi masyarakat setempat. Pembangunan fisiknya menelan anggaran sebesar Rp802,1 miliar bersumber dari pendanaan tahun jamak (multiyears) APBD Pemkab Dharmasraya 2018-2020.
Pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR ikut turun tangan untuk melakukan penataan kawasan (landscaping) senilai Rp18,9 miliar melalui APBN. Penataan kawasan meliputi area seluas 35.668 m2 terdiri dari pekerjaan perkerasan jalan, membangun parkir berkapasitas 220 mobil, pedestrian, dan drainase. Ikut dibangun pula oleh Kementerian PUPR yaitu pagar keliling, pemasangan lampu taman, pengadaan rambu penunjuk, pembuatan plaza, kolam air mancur, dan hidran.
Pekerjaan penataan dilakukan pada Juli--September 2021 usai bangunan masjid rampung berdiri. Menteri Basuki berujar, ini merupakan komitmen pihaknya saat menghadiri peresmian infrastruktur di kabupaten berpenduduk 228 ribu jiwa itu, September 2019. Menteri Basuki saat peresmian mengatakan, kehadiran Masjid Agung Dharmasraya merupakan wujud kolaborasi pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten.
Menteri yang piawai bermain alat musik drum itu menitipkan pesan kepada masyarakat untuk merawat dan memelihara salah satu aset religius di Sumatra Barat itu. Utamanya menjaga agar tempat berwudhu dan peturasan selalu dalam kondisi bersih. “Harapannya dapat dipelihara dengan baik supaya manfaatnya dapat dirasakan seperti yang kita harapkan," pesan Menteri Basuki.
Ia juga kagum dengan desain bangunan masjid berkapasitas 13.000 jemaah karena berprinsip ramah lingkungan (green building) dan tanpa pendingin ruangan (AC). Banyaknya bukaan dan jendela membuat angin bebas masuk dan suasana di dalam bangunan menjadi lebih sejuk sehingga jemaah tidak kepanasan. Arsitektur masjid dua lantai sangat unik karena empat kubahnya berdesain mirip undakan.
Ia melambangkan moto kabupaten yaitu Tau Jo Nan Ampek, diambil dari filosofi berkomunikasi masyarakat adat di Minangkabau, yaitu Kato Nan Ampek atau bersikap sopan terhadap empat pihak. Mereka adalah orang lebih tua atau mandaki, dituakan secara adat (malereang), teman sebaya (mandata), atau kepada yang lebih muda (manurun).
Kehadiran Masjid Agung Dharmasraya melengkapi daftar rumah ibadah umat Muslim berarsitektur modern dan ramah lingkungan di Ranah Minang. Seperti Masjid Raya Sumbar dan Masjid Al Hakim, keduanya di Kota Padang serta Masjid Hidayatullah di kawasan wisata Mandeh, Kabupaten Pesisir Selatan.
Sementara itu, kado spesial lain yang dipersembahkan pemerintah pusat kepada masyarakat Dharmasraya adalah selesainya pembangunan dua jembatan yaitu Jembatan Sungai Dareh dan Jembatan Pulai. Kedua jembatan, kata Riska, merupakan bagian dari pembangunan infrastruktur seperti keinginan Presiden saat berkunjung ke Dharmasraya pada 2018 untuk membantu kelancaran pergerakan dan aktivitas ekonomi masyarakat setempat.
Pengerjaannya dilakukan Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Sumbar Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR dan peresmiannya dilakukan oleh Menteri Basuki bersamaan dengan Masjid Agung Dharmasraya. Jembatan Sungai Dareh dibangun pada 2015--2018 senilai Rp93 miliar untuk meningkatkan konektivitas jalan antara Sumbar dan Jambi. Panjang jembatan yakni 185 meter dan lebar 11 meter serta bertipe cable stayed.
Sedangkan Jembatan Pulai, menurut Kepala BPJN Sumbar Syah Putra A Gani, dikerjakan pada 2018--2020 untuk meningkatkan konektivitas jaringan jalan antara Kabupaten Dharmasraya menuju Kecamatan Timpeh dan Padang Leweh. Jembatan rangka baja ini panjangnya mencapai 200 dengan lebar 8 meter dan menelan biaya Rp35,7 miliar.
Awalnya, Jembatan Pulai dibangun pada 1978 untuk kepentingan kawasan transmigrasi dengan kemampuan menahan beban maksimal 5 ton. Kemudian, untuk meningkatkan kemampuannya, jembatan direnovasi agar mampu menahan beban berdaya 30--40 ton. Menteri Basuki menyebut, dengan kemampuan lebih baik, maka akan memberi manfaat lebih besar kepada masyarakat.(indonesia.go.id/anton setiawan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar