Dipresentasikan oleh
Musriadi Musanif, S.Th.I
Wartawan Utama pada Harian Umum Singgalang, Padang, Sumatera Barat
Pemimpin Redaksi Media Online potretkita.net
DALAM pergaulan sehari-hari, antara peristiwa dan berita hampir tidak ada batasnya. Disamakan saja keduanya itu. Padahal keduanya memiliki perbedaan, walaupun peristiwa dapat menjadi cikal bakal berita.
ILUSTRASI CIKARANGINDUSTRIAL.COM |
Kebiasaan masyarakat kita menanyakan, “Apo kaba kini ko?” (apa kabar sekarang). Lalu dijawab oleh pihak yang ditanya, “Alhamdulillah, baiak-baiak sajo” (baik-baik saja).
Masyarakat kita belum puas, jika belum berlanjut dengan mengemukakan pertanyaan lain, menyangkut situasi yang sedang dibicarakan.
Dalam pembicaraan lanjutan inilah, kita biasanya membicarakan sesuatu yang sedang hangat dibicarakan. Kejadian yang disampaikan dari mulut ke mulut inilah yang dinamakan dengan peristiwa itu.
Penyampai peristiwa, disadari atau tidak, menambah dan mengurangi dengan pendapatnya sendiri. Adakalanya penyampaian itu menyimpang dari keadaan sebenarnya.
Sepasang remaja kakak beradik sedang duduk-duduk di depan rumah orangtuanya, misalnya, lalu kemudian disebutnya sedang pacaran. Kejadian seperti ini, akhir-akhir ini banyak ‘terberita’ di media-media sosial.
Berbeda dengan berita yang ditulis jurnalis atau wartawan. Kejadian itu harus dilengkapi dengan data, faktual, dan aktual. Penyampaiannya diharuskan pula menggunakan media massa yang tersedia, misalnya surat kabar, radio, televisi, dan media online yang memenuhi ketentuan perundang-undangan. Bila sudah tersiar di media massa, barulah peristiwa tersebut dikatakan berita.
Lantaran wartawan dalam menyampaikan informasi tentang peristiwa tersebut dilengkapi dengan data yang faktual dan aktual, maka dia tidak dapat membumbui dengan pendapatnya sendiri.
Dalam menulis sebuah berita, yang dilakukan wartawan tak jauh beda dengan seorang tukang perabot. Sebelum memulai kerja, sudah harus terbayang sebuah peralatan berkaki empat, dilengkapi dengan sandaran, dan tempat duduk. Tingginya sekitar 35 centimeter. Kita sepakat, itulah yang dinamakan dengan kursi.
Berdasarkan gambaran itulah, bisa diprediksi apa saja bahan dan peralatan yang diperlukan untuk membuat kursi tersebut.
Begitu jugalah dengan seorang jurnalis atau wartawan. Pertama sekali yang akan disediakan adalah peralatannya. Setelah peralatan tersedia, dilengkapi dengan bahan-bahan yang diperlukan.
Dalam konteks ini, wartawan biasa membuatnya dengan mengikuti rumus 5W+1H+S, maksudnya What (apa), Who (siapa), Where (dimana), When (kapan), Why (kenapa), How (bagaimana), dan Security (aman).
Untuk memudahkan kita dalam mengingat, kita sebut sajalah rumus di atas dengan ASMA DIKABA; a (apa), sia (siapa), manga (mengapa), dima (dimana), kapan, baa (bagaimana).
Kendatipun menggunakan rumus yang sama, namun pola penulisan berita untuk surat kabar harian dan online, berbeda dengan media yang terbit berkala mingguan, dwimingguan, bulanan, dan seterusnya.
Untuk media-media berkala, penulisannya lebih pas dalam bentuk feature, bukan stright news atau berita langsung yang banyak ditemukan di surat kabar harian dan media online.(bersambung, BACA SELANJUTNYA KLIK DI SINI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar