KHUTBAH IDUL FITRI 1444 H
Oleh Drs. H. Talkisman Tanjung
(Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Mandailing Natal)
اَلْـحَمْدُ لِلّهِ الَّذِيْ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ لاَنَبِيَّ بَعْدَهُ . وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ نَبِيِّنَا مُحَمَّد وَعَلَى اَلِهَ وَ اَصْحَبِهَ وَمَنْ وَّالَاهُ اَمَّا بّعْدُ فَيَاعِبَدَاللهِ أُوْصِيْكُمْ وَأِيَّايَ بِتَقْوَى االلهِ حَقَّ تُقَاتِهِ فَقَدْ فَازَالْمُتَّقُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ : يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ لآأِلهَ اِلَّااللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ.اللهُ اَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ .اللهُ اَكْبَرُكَبِيْرًا وَالْحَمْدُاِللهِ كَثِيْرًا وَ سُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةَوَّاَصِيْلً
Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Jamaah Shalat Idul Fitri Rahimakumullah.
Di pagi yang penuh kebahagiaan dan keberkahan kita hadir di lapangan ini untuk memenuhi perintah Allah Swt, setelah satu bulan kita bersama dengan Ramadhan, maka kepada kita disunnahkan untuk melaksanakan Shalat Idul Fitri, sebagai perwujudan dari kemenangan yang diperoleh setelah berjuang satu bulan penuh di bulan Ramadhan.
Hari ini sebagai hari kemenangan (faa-iziin) juga hari yang fitri (suci) menandakan kita semua berada dalam kesucian dan ketakwaan. Hari di mana takbir berkumandang, semua diliputi rasa bahagia dan senang, setelah satu bulan di madrasah Ramadhan kita berjuang.
Berjuang menahan haus dan dahaga, mengekang hawa nafsu yang membara, dan mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa. Semua itu mampu kita lewati dengan penuh keikhlasan hati, untuk meraih ridha ilahi. Tentunya semua ini haruslah senantiasa kita syukuri sebagai hamba Allah yang tahu diri.
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ
Jamaah Shalat Idul Fitri yang dirahmati Allah.
Ramadhan 1444 H telah pergi meninggalkan kita, dan kepada orang-orang beriman diperintahkan untuk berdo’a kepada Allah SWT agar diberikan umur yang panjang sehingga bisa bertemu kembali dengan Ramadhan ditahun yang akan datang.
Perasaan bahagia yang terlihat diraut wajah orang beriman tetap saja tidak dapat menutupi kesedihan berpisah dengan Ramadhan, betapa tidak satu bulan penuh kebersamaan yang totalitas telah terjalin begitu indah dan romantis, tiba-tiba saja berakhir dan ramadhan segera pergi meninggalkan kita semua.
Saat ini kita telah berada di bulan Syawal, hari raya ‘Iedul Fitri, dimana hari ini merupakan hari yang bersejarah dalam perjalanan hidup kita kedepan. Perjalanan hidup pribadi utama, yaitu insan muttaqiin yang menjadi sasaran utama disyariatkannya puasa Ramadhan.
Idul Fitri itu diibaratkan sebagai lembaran kertas putih. Tak ada kotoran atau noda yang menempel sehingga terlihat bersih. Seperti air dari sumber mata air yang mengalir jernih. Dan kesucian ini seharusnya kita jaga sekuat tenaga agar kertas dan air ini tak ternoda.
Kita hindari perbuatan-perbuatan dosa yang akan menempelkan noda, baik itu dosa antar sesama terlebih dosa kepada Allah subhanahu wata’ala.
Pada kesempatan ini, usaha yang harus kita lakukan adalah, berusaha untuk menguatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT yang merupakan tujuan utama sekaligus buah dari perintah puasa di bulan Ramadhan.
Sebagaimana ditegaskan dalam ayat Al-Quran tentang perintah puasa ini yakni:
يٰٓاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (Al-Baqarah:183).
Sehingga bisa dikatakan bahwa hari ini, setelah kita melaksanakan ibadah puasa dengan iman dan kepasrahan kepada Allah, maka karakteristik ketaqwaan sudah seharusnya bersemayam dalam diri kita. Karakteristik itu di antaranya adalah keteguhan hati untuk menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarang-Nya.
Ramadhan telah melahirkan kesadaran fitrah kita sebagai hamba untuk senantiasa mengabdi hanya kepada Allah SWT, dan itu merupakan implementasi firman Allah didalam Surat Adz-dzaariyat : 56, dimana Allah SWT menyampaikan statemen penciptaan manusia, bahwa tidaklah Allah ciptakan makhluk Jin dan manusia, kecuali hanya untuk mengabdi semata-mata kepada-Nya.
Jamaah shalat Idul Fitri yang dirahmati Allah
Momentum Idul Fitri kali ini juga menjadi waktu yang tepat bagi kita untuk mengumandangkan takbir sebagai wujud mengagungkan Allah SWT. Allah lah dzat yang paling besar. Tidak ada yang lebih besar dari-Nya.
Allah lah yang paling berhak atas segala apa yang terjadi di alam semesta, termasuk apapun yang terjadi pada diri kita. Kita adalah makhluk-Nya yang lemah tiada berdaya. Makhluk yang diciptakan dari tanah yang proses penciptaannya memberikan pelajaran mendalam bagi kesadaran tentang siapakah kita, di mana kita, dan akan kemana kita.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Mu’minun ayat 12:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ مِنْ سُلٰلَةٍ مِّنْ طِيْنٍ
Artinya, “Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari sari pati (yang berasal) dari tanah.”
Kemudian dilanjutkan dengan ayat 13:
ثُمَّ جَعَلْنٰهُ نُطْفَةً فِيْ قَرَارٍ مَّكِيْنٍ
Artinya: “Kemudian, Kami menjadikannya air mani di dalam tempat yang kukuh (rahim).”
Selanjutnya Allah SWT menjelaskan keagungan dan kekuasaan-Nya memproses terbentuknya jasad dan ruh kita dalam ayat 14:
ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظٰمًا فَكَسَوْنَا الْعِظٰمَ لَحْمًا ثُمَّ اَنْشَأْنٰهُ خَلْقًا اٰخَرَۗ فَتَبَارَكَ اللّٰهُ اَحْسَنُ الْخَالِقِيْنَۗ
Artinya: “Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang menggantung (darah). Lalu, sesuatu yang menggantung itu Kami jadikan segumpal daging. Lalu, segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang. Lalu, tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Maha Suci Allah sebaik-baik pencipta.”
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ
Karena itu, jamaah shalat Idul Fitri yang dirahmati Allah. Mari jadikan Idul Fitri kali ini sebagai ajang untuk merenung, berfikir dan sekaligus bermuhasabah, terutama tentang kebesaran Allah SWT, dan sekaligus bertekad untuk menjaga kesucian diri kita.
Setelah melalui kawah candra dimuka perjuangan dan pendidikan di bulan Ramadhan, kita harus mampu menjadi pribadi utama yang paripurna sebagai hasil gemblengan puasa Ramadhan satu bulan penuh.
Ketika kita berpuasa, kita berjuang menahan diri untuk tidak makan dan minum, setelah puasa kita telah terlatih untuk membatasi nafsu makan dan minum kita, sehingga kita berkomitmen untuk tidak memakan yang bukan hak kita.
Ketika berpuasa kita telah terbiasa dengan bibir kering karena kehausan, mata sayu karena keletihan dan kurang tidur karena semalaman asyik bermunajat kepada Allah SWT dengan berbagai amalan-amalan yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW, demikian juga perut kosong menahan lapar, semua itu haruslah menjadi performance kita ke depannya, potret sosok orang beriman yang bertaqwa, sehingga jangan sampai ke depan tangan-tangan kita kotor karena berbuat zalim dan mengambil hak orang lain, apalagi merupakan harta kekayaan bangsa dan Negara ini.(BERSAMBUNG KE Integrasi Hablun min-Allah dan Hablun min-Annaas dalam Membentuk Pribadi Utama 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar