Oleh Drs. H. Talkisman Tanjung
Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Mandailing Natal
OPINI, potretkita.net - Sebagai bulan "pengkaderan", Ramadhan akan membentuk karakter orang yang beriman dalam mewujudkan insan muttaqin, sebagai tujuan disyariatkannya ibadah puasa. Keberhasilan merubah diri menjadi orang yang bertaqwa itu, diperoleh dari usaha yang sungguh-sungguh untuk berubah.
Di antara upaya komprehensif yang dilakukan dalam proses perubahan itu adalah pengendalian diri. Ini akan menjadi imunitas; daya tahan terhadap berbagai tekanan dan godaan, sekaligus berfungsi sebagai daya tangkal terhadap tarikan-tarikan yang bersifat negatif, dan akan sangat selektif terhadap pengaruh-pengaruh yang positif.
Pengendalian diri yang dilakukan selama puasa Ramadhan akan menjadi daya dorong untuk melakukan apa yang disebut sebagai transformasi sosial.
Tingkat keberhasilan seseorang dalam menjalankan puasa Ramadhan, haruslah dilihat secara holistik dan komprehensif. Jangan hanya dilihat dari sisi fiqihnya saja, tetapi juga harus dilihat sejauhmana orang yang berpuasa itu semakin dekat dengan Allah, dan seberapa besar keta'atannya terhadap perintah-perintah Allah SWT.
Di dalam sebuah riwayat, Imam Malik menjelaskan tentang tanda-tanda seseorang itu telah berubah menjadi insan yang muttaqin atau menjadi ahli taqwa :
الا ان لاءهل التقوى علا مات، يعرفون بها ويعرفونها من انفسهم: من رضي با لقضاء، وصبر على البلاء، وشكر على النعماء، وصدق فى اللسان، ووفى بالوعد والعهد، وتلا لاءهل القران.
"Ketahuilah bahwa ahli taqwa itu memiliki tanda-tanda yang dengannya mereka dikenali, dan merekapun mengetahui tanda-tanda ini ada pada dirinya, yaitu :
* Orang yang ridha dengan taqdir Allah
* Orang yang bersabar atas musibah yang diberikan Allah
* Orang yang bersyukur atas nikmat-nikmat Allah,
* Orang yang jujur dalam berkomunikasi dan berinteraksi.
* Orang yang selalu menepati janjinya dan kesepakatan yang telah dibuatnya, serta
* Orang yang senantiasa mengikuti hukum-hukum Al-Quran.
Karakteristik yang dijelaskan Imam Malik tersebut, akan mengejawantah dalam diri pribadi orang yang berpuasa, manakala ada kesungguhan untuk berubah, dan tentu dengan motivasi atau daya dorong yang kuat.
Keridhaan atas takdir Allah sebagai poin pertama, akan otomatis menggiring pelaku puasa ini memiliki sifat sabar dan syukur sekaligus. Di lain kesempatan, Rasulullah SAW menyampaikan bahwa : sungguh menakjubkan karakteristik yang ditampilkan orang beriman itu, menyatu dua sifat sekaligus, yakni dia akan bersyukur di kala nikmat Allah diberikan kepadanya, dan akan bersabar disaat musibah datang menimpanya.
Menurut Rasulullah, karakteristik yang demikian tidak akan diketemukan kepada ummat-ummat ini, kecuali hanya kepada orang-orang yang beriman.
Disamping syukur dan sabar, karakteristik jujur merupakan sesuatu yang amat penting. Prinsip transparansi akan terlihat disemua aktivitasnya, dan prinsip akuntabilitas juga selalu mengedepan dalam mengemban sebuah amanah.
Orang beriman yang tengah di-training oleh Ramadhan tidak akan menunjukkan atau pamer harta dan kekayaan di hadapan masyarakat, apalagi harta yang dipamerkan itu hasil dari korupsi uang negara, atau hasil dari pencucian uang.
Sangat tidak relevan antara syariat puasa dengan prilaku keseharian yang ditampilkan dan dipertontonkan. Dan orang berpuasa itu akan berbuat yang maksimal untuk merealisasikan janji-janji serta kesepakatan yang pernah dibuatnya. Ini menjadi salah satu tolok ukur kredibilitas orang beriman yang akan menuju tingkatan muttaqin tersebut.
Di sinilah relevansi syariat berpuasa Ramadhan dengan laku amaliah insan muttaqin dalam jagad sosial dengan berbagai profesinya.
Seorang yang berpuasa Ramadhan akan berjuang maksimal membentuk karakteristik dalam diri pribadinya dalam setiap tarikan nafasnya. Sebagai puncak katakteristik yang terbentuk dari training Ramadhan, adalah lahirnya sikap tawadhdhuk, tunduk dan taat terhadap hukum-hukum Allah.
Hukum-hukum Allah yang terakumulasi di dalam kitab suci Al-Quran selama sebulan dilatih untuk dibumikan oleh orang yang beriman, baik dalam dimensi hablun min Allah maupun dalam dimensi hablun min annaas, dengan harapan akan selalu meningkat setelah memasuki bulan syawal, sebagaimana syawal dimaknai dengan طبق عن طبق (meningkat dari satu tingkatan ketingkatan berikutnya), dan Al-Faa-iziin (kemenangan) itu akan didapatkan oleh orang beriman yang berpuasa. والله اعلم.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar