YOGYAKARTA, POTRETKITA -- Hari Raya Idul Adha 1442 H sudah dekat. Selain menunaikan shalat id, ibadah yang melekat dengan hari raya ini adalah berkurban. Pertanyaannya: Bolehkah berkurban untuk atau atas nama orang yang sudah meninggal?
Asep Shalahuddin dari Divisi Fatwa Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyebut, hukum ibadah kurban adalah sunnah muakkadah. Pada dasarnya, kata dia dalam Pengajian Tarjih Edisi ke-132, ibadah kurban ditujukan kepada orang yang masih hidup, balig, berakal, dan memiliki kelapangan harta.
''Kurban atas nama orang yang sudah meninggal tidak masyru' atau tidak diperbolehkan, kecuali orang yang sudah meninggal itu telah bernadzar atau berwasiat ketika masih hidup. Ini sesuai dengan Quran Surat An-Najm ayat 38-39. Nazar yang belum ditunaikan sama statusnya dengan utang,'' kata Asep, sebagaimana disiarkan melalui laman resmi Pimpinan Pusat Muhammadiyah; muhammadiyah.or.id.
Dikatakan, menyamakan antara utang dan nadzar berdasarkan pada Hadis Nabi SAW yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Ibn Abbas yang menegaskan, memenuhi nadzar berbuat kebaikan, menaati perintah Allah, dan menunaikan perintah Allah, hukumnya sah.
Dengan diwajibkannya memenuhi nadzar, Asep menjelaskan, apabila orang yang telah meninggal bernadzar akan melaksanakan ibadah kurban, maka diperbolehkan untuk dipenuhi. Secara logis, orang yang sudah meninggal memang tidak bisa berkurban, maka lazimnya kurban ini dilakukan oleh keluarganya.
Asep mengungkapkan, soal hukum sunnah ibadah kurban, dapat ditemukan dalam berbagai dalil. Rasulullah SAW, sebutnya, tidak pernah meninggalkan salat ‘Idain (shalat iduk fitri dan iduk adha) selama sembilan kali Syawal dan Zulhijah setelah disyariatkannya, tetapi juga tidak adanya sanksi hukum atas tidak mengerjakannya. Oleh karena itu, dari sini disimpulkan hukumnya sunah muakkadah.
Lantas bagaimana dengan mengalihkan dana kurban ke upaya membantu korban bencana nasional, seperti wabah Covid-19 yang sedang melanda negeri ini? Dalam mengkompromikan dua macam ibadah itu, yaitu membantu korban bencana nasional dan disunahkannya berkurban, maka menurut Asep, bagi yang mampu melakukan keduanya lebih baik.
“Mungkin di antara bapak ibu ada yang masuk pada kategori ini, bisa membantu dan bisa berkurban, silakan,” tambahnya.
Bagi yang harus memilih salah satu di antara membantu yang kesulitan atau berkurban, maka menurut Asep, lebih baik mengutamakan memberi bantuan daripada melaksanakan ibadah kurban. Pasalnya, sesuatu yang wajib lebih diprioritaskan untuk dipenuhi terlebih dahulu daripada yang sunah.
Asep menekankan, jika dana telah diserahkan kepada panitia kurban, hendaknya panitia meminta kerelaan shahibul qurban untuk mengalihkan dananya kepada bantuan penyelamatan yang tertimpa musibah atau bencana. bila tidak merelakan, dana tersebut tetap sebagai dana ibadah kurban.(*/mus)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar