JAKARTA, POTRETKITA.net -- Lebih dari 6,7 juta jiwa warga di Indonesia menderita. Penderitaan itu timbul akibat 4.650 kali bencana sepanjang 2020.
Plt. Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan (Pusdatinkom) pada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari, Ph.D menjelaskan, data itu diperoleh setelah pihaknya menyelesaikan sinkronisasi data, bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di seluruh Indonesia.''Dari keseluruhan sinkronisasi tersebut, didapatkan hasil verifikasi jumlah kejadian bencana yang semula 2.951 kejadian menjadi 4.649 kejadian bencana selama kurun 2020. Selanjutnya jumlah korban meninggal dan dinyatakan hilang akibat bencana yang semula 409 jiwa menjadi 418 jiwa,'' katanya.
Sementara itu korban luka-luka yang semula 536 jiwa menjadi 619 jiwa dan korban mengungsi serta terdampak yang semula 6.455.670 jiwa menjadi 6.796.707 jiwa. Terakhir adalah kerusakan rumah yang semula 42.781 unit dan setelah diverifikasi ulang menjadi 65.743 unit.
Menurutnya, implementasi verifikasi data bencana tersebut berdasarkan pada konsep dan definisi dari Peraturan Kepala BNPB Nomor 8 Tahun 2011 tentang Standarisasi Data Kebencanaan.
Sinkronisasi dan verifikasi data bencana tersebut, jelasnya, bertujuan menyetarakan data bencana dari Pusat Pengendali dan Operasi (Pusdalops) BNPB dengan BPBD sebagai tim lapangan, dan bagian dari ujung tombak penanganan bencana sekaligus perangkum data.
Di sisi lain, sebagaimana dikutip dari laman resmi BNPB, pelaksanaan sinkronisasi dan verifikasi data bencana tersebut juga dilakukan guna mengelompokkan dan menyeleksi hasil penyajian rangkuman data dari BPBD agar sesuai dengan yang diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2007.
Sebab, menurutnya, tugas dan fungsi BPBD di tiap-tiap daerah tidak hanya menangani masalah kebencanaan saja, melainkan juga membantu penanganan masalah sosial masyarakat seperti mengevakuasi hewan liar yang masuk permukiman warga, mengevakuasi sarang tawon, membersihkan puing rumah roboh, mengevakuasi hewan ternak dan sebagainya.
"Kebanyakan BPBD tidak hanya mencatat data sesuai kejadian bencana yang tercantum di UU Nomor 24 tahun 2007. Seperti menangkap ular, bangunan roboh, dan sebagainya. Oleh sebab itu, PDSI Pusdatinkom melalui kegiatan tersebut juga bertujuan untuk mengecek dan klarifikasi kembali jumlah data kejadian yang terjadi selama tahun 2020,” ujarnya.
Dalam implementasinya, sinkronisasi tersebut dilakukan melalui dua metode pengumpulan data. Adapun yang pertama adalah dengan melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi secara langsung atau ‘jemput bola’ oleh tim Bidang PDSI yang kemudian diverifikasi dan divalidasi.(*/mus)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar