YOGYAKARTA, POTRETKITA.net – Pemerintah memutuskan memindahkan pelaksanaan Shalat Idul Adha 1442 H ke rumah masing-masing. Tahun 1441 H lalu, hal serupa juga dilakukan.
Dr. H. Agung Danarto, M.Ag |
Keputusan untuk memindahkan pelaksanaan Shala Idul Adha 1442 H ke rumah masing-masing itu, juga dilakukan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dan telah ditindaklanjuti penyebaran informasinya hingga ke seluruh jajaran pimpinan dan anggota Muhammadiyah, sejak dari Pimpinan Pusat sampai ke Pimpinan Ranting.
Benarkah hal itu menjadi pertanda kiamat semakin mendekat? Pembahasan tentang mendekatnya kiamat, akibat pengalihan pelaksanaan Shalat Id ke rumah-rumah kaum muslim, tidak hanya jadi isu utama di media sosial, tetapi juga menjadi perbincangan banyak kalangan.
Wakil Ketua Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dr. H. Hamim Ilyas, MA mengatakan, ada satu grup whatsapp warga Muhammadiyah memperbincangkan, Shalat Idul Adha di rumah saja dipandang sebagai akhir zaman.
‘’Prosesi lebaran Idul Adha tidak boleh dipandang sebagai dimensi ritual tahunan semata. Sayangnya, publik seringkali hanya menekankan aspek ritual dalam beragama, sehingga kalau ritual tidak seperti biasanya, mereka gusar akan datang tanda-tanda akhir zaman,’’ ujarnya.
Hamim mengutarakan hal itu, Jumat (9/7), pada pengajian umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, sebagaimana dikutip dari laman resmi Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Sabtu (10/7).
Menurutnya, Shalat Idul Adha dan kurban memiliki dimensi makna yang fungsional, sebagai upaya mewujudkan tujuan pewahyuan risalah Islam. Shalat Idul Adha, imbuh Hamim, hukumya sunnah muakkadah atau sunah yang sering dilakukan Nabi Muhammad SAW.
Sebagai ibadah mahdhah badaniyah, tegasnya, Shalat Idul Adha tidak dapat digantikan dengan ibadah lain atau pelaksanaannya dikerjakan orang lain. Idealnya, ibadah ini dilaksanakan di tanah lapang. Bila hujan, dapat dialihkan ke masjid.
‘’Pada zaman Nabi Muhammad SAW, ketika sahabat Anas bin Malik tidak dapat Shalat Id di tempat yang sejatinya itu, beliau memerintahkan keluarganya untuk ikut Shalat Id bersamanya di rumah. Keterangan ini termaktub alam kitab Fath Al-Bari karya Ibn Rajab,’’ jelasnya.
Keterangan itu juga diperkuat sejumlah ulama seperti Hasan Al-Basri, Ibn Sirin, Abu Hanifah, Malik bin Anas, Idris Al-Syafii, Ahmad Ibn Hambal, dan lain-lain. Jadi, tegasnya, imam dari empat mazhab juga membolehkan Shalat Idul Fitri dan Idul Ada di rumah.
‘’Pada masa pandemi Covid-19 saat ini, Shalat id ditiadakan atau dilaksanakan di rumah masing-masing, itu tidak masalah,’’ tegas dosen UIN Sunan Kalijaga itu.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris PP Muhammadiyah Dr. H. Agung Danarto, MA menjelaskan, mengganasnya penularan Covid-19 menyebabkan Muhammadiyah memutuskan untuk sementara menghentikan aktivitas bersama di masjid, dan menganjurkan pelaksanaan shalat berjamaah dan Shalat Jumat di rumah saja. Ajakan serupa juga berlaku untuk pelaksanaan Shalat Idul Adha tahun 1442 ini.
‘’Ini merupakan momen bagus untuk menjadikan rumah sebagai tempat ibadah, sehingga rumah kita jadi berkah dan tidak seperti kuburan. Hadis Rasulullah SAW menyatakan, janganlah jadikan rumah kalian seperti kuburan, karena setan itu lari dari rumah yang di dalamnya dibacakan Surah Al-Baqarah,’’ jelasnya.
Menurut Agung, warga Muhammadiyah tidak perlu merisaukan keputusan PP Muhammadiyah terkait pelaksanaan Shalat Idul Adha di rumah masing-masing itu, sebab dalam pembahasan hingga pengambilan keputusan, Majlis Tarjih telah melibatkan para ulama dan berhati-hati dalam membuat keputusan.
‘’Rumah kita juga masjid. Dalam kondisi darurat saat ini, bumi semuanya adalah masjid, kecuali kuburan dan kamar mandi. Memakmurkan masjid itu artinya memperbanyak peribadatan kepada Allah, tidak terbatas di bangunan masjid saja,’’ tegasnya.(*/mus)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar