KEPALA Bidang Mitigasi Gempa dan Tsunami pada Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dr. Daryono menjelaskan, berdasarkan analisis sumber menunjukkan, Gempa Pagai Magnitudo 5,9 (sebelumnya disebut Gempa Muko-muko Magnitudo 6,0) memiliki mekanisme naik (thrust fault) yang menjadi ciri khas Gempa Megathrust.
Di akun twitter-nya, Daryono menuliskan,
Gempa Pagai Magnitudo 5,9 itu merupakan jenis gempa dangkal, akibat subduksi
Lempeng Indo-Australia yang menunjam ke bawah Lempeng Eurasia di zona
megathrust Segmen Mentawai-Pagai.
‘’Gempa itu terjadi pada Selasa (3/8) pukul 05.48 WIB dengan Magnitudo (update) 5,9. Episenter terletak pada 3,23 derajat Lintang Selatan (LS)-100,11 derajat Bujur Timur (BT), atau tepatnya berlokasi di laut pada jarak 135 kilometer arah Barat Daya Kota Muko-muko, Bengkulu, pada kedalaman 21 kilometer,’’ sebutnya.
Menurutnya, guncangan gempa itu dirasakan sangat kuat di Pulau Pagai Selatan, Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat, yakni berada pada V-VI MMI. Kondisi seperti itu, jelasnya, berpotensi merusak.
‘’Warga berlarian keluar rumah. Muko-muko dirasakan kuar dalam skala MMI III-IV, sedangkan di Bengkulu Utara, Padang, dan Pariaman dirasakan MMI II-III, dan II MMI di Curup, Kepahiang, dan Kota Bengkulu,’’ katanya.
Daryono menyebut, sejauh ini belum ada laporan dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat gempa tersebut. Berdasarkan pemodelan, jelasnya, Gempa Pagai Selatan Magnitudo 5,9 menunjukkan, gempa bumi itu tidak berpotensi tsunami.
Hingga pukul 06.30 WIB telah terjadi dua kali aktifitas gempa susulan dengan Magnitudo 5,4 dan Magnitudo 3,6.
Menarik untuk dicermati, jelas Daryono, gempa Pagai Selatan Magnitudo 5,9 tersebut, lokasinya berdekatan dengan gempa Magnitudo 7,7 yang terjadi pada 25 Oktober 2010. Saat itu, imbuhnya, terjadi tsunami yang mengakibatkan 408 orang hilang dan 303 orang hilang.
‘’Hanya saja gempa 2010 dekat ke
deformation front, yang pagi ini lebih jauh ke arah Pulau Pagai Selatan,’’ ujarnya.(MUS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar