Muhammadiyah Berduka Atas Wafatnya 134.356 WNI - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

05 September 2021

Muhammadiyah Berduka Atas Wafatnya 134.356 WNI

YOGYAKARTA, POTRETKITA.net -- Muhammadiyah menyampaikan belasungkawa dan duka mendalam atas meninggalnya 134.356 Warga Negara Indonesia (WNI), hingga 3 September 2021 akibat wabah Covid-19.

muhammadiyah.or.id

Ucapan duka itu disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir, saat memberi sambutan pada pembukaan Tanwir II Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Sabtu (4/9), secara virtual dan offline,


“Muhamamdiyah penting meletakkan musibah pandemi yang telah berjalan dua tahun ini sebagai “am al-hazmi’ atau ‘tahun duka’. Betapa berat korban sakit dan meninggal akibat virus Corona ini baik secara kuantitatif maupun kualitatif,” tuturnya, sebagaimana dikutip dari lama resmi Pimpinan Pusat Muhammadiyah; muhammadiyah.or.id.


Mengutip Ayat ke-32 Surat Al-Maidah di mana Allah menyatakan mahalnya satu jiwa manusia, Haedar menuturkan bahwa wafatnya 134 ribu penduduk Indonesia dan 4 juta lebih penduduk dunia akibat Covid-19 adalah musibah luar biasa.


“Para para dokter, tenaga kesehatan, relawan, dan berbagai pihak yang terlibat dalam usaha penanganan Covid-19 merasakan beban yang berat. Banyak saudara-saudara sebangsa terutama di akar-rumput yang terdampak sosial ekonomi dan psikososial dari pandemi ini,” imbuh Haedar.


“Karenanya diperlukan empati, simpati, peduli, dan sikap kemanusiaan yang luhur dari seluruh anak bangsa dan semua pihak dalam mengatasi musibah berat ini. Lebih-lebih bagi kaum muslimin khususnya keluarga besar Muhammadiyah sebagai umat beriman yang diajari ihsan dalam kehidupan,” nasihatnya.


Kepada warga Persyarikatan, Haedar berpesan agar pendekatan bayani, burhani, dan irfani secara interkoneksi menjadi dasar pandangan dalam memutuskan perkara apapun yang berat dan berdampak luas. 


Membawakan hadis Anas bin Malik bahwa seseorang tidak memiliki iman sempurna hingga mencintai kemaslahatan orang lain, Haedar mengingatkan agar meletakkan pandemi ini secara interkoneksi dalam dimensi tauhid, habluminallah yang terhubung langsung dengan habluminannas, ilmu, ihsan, dan amal shaleh yang bermakna.


“Muhammadiyah dalam menghadapi pandemi yang berat ini secara teologis memandang kehidupan sebagai sesuatu yang luhur, berharga, dan bermakna,” katanya.


“Hidup, sakit, dan mati bukanlah persoalan praktis laksana barang murah yang mudah dibuang atau sekali pakai (disposable) dengan cara pandang keagamaan dan nalar verbal yang instrumental. Hidup dan mati itu sangat berharga dan harus bermakna,” tegasnya.(*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad