Oleh
DR. Suhardin, S Ag., M Pd.
Dosen Universitas Ibnu Chaldun (UIC) Jakarta
MANUSIA secara umum hanya dua kategori, beriman kepada Allah dan kafir kepada Allah. Dalam prakteknya mengelompok, orang beriman, hidup dengan bertaqwa, menyadari dan merasakan kehadiran Allah dalam kehidupannya. Maka ia hiasi hidupnya dengan berbuat ihsan, beribadah kepada-Nya dengan merasakan kehadiran Allah dalam hidup, dan memang Allah pasti dan nyata memperhatikan manusia dan menghitung segala kebaikan serta memberi balasan pahala.
Orang kafir, dapat dalam wujud fasik, nyata-nyata melupakan Allah dalam hidup dan kehidupannya. Mempertuhankan dirinya, mempergunakan pengaruhnya untuk menghalangi manusia lain berbuat baik. Menjaring mereka dalam kekuatan dirinya, berupa pemberian usaha, pekerjaan, sehingga orang terikat dengan kekuasaannya.
Ada juga dalam wujud kemunafikan, dalam rangka berselancar untuk memuluskan misinya supaya tidak berada di jalan Allah. Mereka beridentitas Islam, tetapi mengajak ummat Islam jauh dari ketentuan keislaman, untuk kepentingan misi dan agenda orang-orang kafir.
Allah SWT memberikan garansi bahwa orang-orang beriman tidaklah sama dengan orang kafir. Orang beriman dipastikan penghuni sorga dan orang-orang kafir dipastikan penghuni neraka. Orang beriman itulah orang yang beruntung, mereka mempertahankan keimanan dengan bersusah payah menghadapi tantang, rintangan dan halangan yang dilakukan oleh orang-orang kafir.
Berkat komitmen, istiqomah, dan konsistensi orang beriman dalam melakukan kebaikan berupa amal saleh untuk kemaslahatan kehidupan semua makhluk Allah, maka Allah SWT memasukkannya ke dalam sorga-Nya, kekal mereka di dalamnya.
Kebenaran Islam yang difirmankan Allah SWT dalam Alquran telah dinyatakan oleh orang-orang yang berilmu pengetahuan, tetapi orang-orang yang mempunyai kepentingan dalam kekuasaan, penguasaan sumber daya, mempertahankan kedigdayaan tidak mengakui kebenaran, mereka berusaha menutupi kebenaran Islam tersebut baik dengan kekuasaan yang mereka miliki, dengan berbagai media yang mereka kuasai, dengan memanfaatkan orang-orang lemah untuk diikat, dirayu, difasilitasi agar bersedia menutupi kebenaran Islam dari dalam Islam sendiri.
Maka Allah SWT menyatakan bahwa jika Alquran diturunkan kepada sebuah gunung besar, niscaya dia pecah akibat ketakutan kepada Allah. Manusia malah lengah, lalai, dan berupaya menutupi kebenaran tersebut dengan menggunakan akal yang sudah dianugerahkan Allah kepadanya. Manusia yang ingkar terhadap petunjuk Allah adalah orang-orang yang zalim dan bodoh.
Masa depan yang hakiki adalah akhirat, pasti dan nyata akan dilalui oleh manusia. Mulai dari alam barzah, mahsyar, mizan, syirat, surga dan neraka. Persiapan diri untuk menghadapi itu adalah dengan memperkuat ketaqwaan kepada Allah SWT.
Ketaqwaan berbuah ihsan, terwujud dalam adab, budaya, dan peradaban, menjamin kemaslahatan kehidupan semua makhluk yang diciptakan Allah SWT baik secara equalibrium (keseimbangan) maupun secara sustainable (keberlanjutan) dengan membangun segala sesuatu di muka bumi berbasis kepada ekosistem. Pembangunan yang merusak ekosistem jelas mempercepat kehancuran bumi secara global. Menjadikan manusia melawan kehendak dan ketentuan Allah, bisa jadi masuk dalam kelompok orang-orang yang menentang Allah SWT.
Kehidupan masa depan (beberapa tahun) akan datang merupakan bagian yang tidak luput juga dipersiapkan oleh orang-orang yang beriman dan bertaqwa. Masa depan yang diperkirakan, diprediksi oleh para futurolog, seperti Jhon Naisbitt dan Patricia Aburdene yang membuat megatrend 2000, menyatakan dengan lugas bahwa masyarakat dunia tahun dua ribuaan dibanjir oleh informasi.
Dapat dirasakan sekarang dengan munculnya berbagai teknologi informasi, smartpone, digitalisasi, kehidupan serba maya. Demikian juga perkiraan para ahli masa depan yang menyatakan bahwa hidup manusia dikendalikan oleh pertama, artificial intelligence, dengan berbagai ikutannya dan dampaknya dalam kegiatan sosial, kemasarakatan, budaya, ekonomi, politik dan agama.
Kedua, robot dan cobot, manusia yang sudah digantikan oleh sumber daya robot dan juga robot cerdas yang berkemampuan berkolaborasi dengan manusia (cobot). Ketiga, kreatifitas dengan mesin tambahan, mesin lebih kreatif dibandingkan dengan saraf otak manusia.
Masa depan dunia yang digambarkan di atas perlu dipersiapkan dengan dasar iman dan taqwa. Iman dan taqwa basis kekuatan yang menghasilkan kemampuan, kompetensi dan kreatifity. Kreatifity jawaban untuk tantangan itu. Kreatifity yang bersumber dari kemampuan berpikir kritis, kesiapan berkolaborasi dan menggunakan bahasa serta perangkat koding.
Di atas semua itu dibingkai oleh iman dan taqwa sehingga menumbuhkan kemampuan (kreatif, kritis, kolaboratif) dalam bangunan personality yang beriman dan bertaqwa.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar