Oleh DR. Suhardin, S Ag., M Pd. (Dosen Universitas Ibnu Chaldun (UIC) Jakarta
ADA tiga dimensi waktu, dulu, kini dan esok. Dulu masa lampau yang sudah berlalu, telah terekam dalam perjalanan sejarah. Kini, tengah dihadapi, dirasakan, dinikmati. Dan esok sesuatu hal yang akan disiapkan, menjadi tantangan, peluang, keberuntungan dan permasalahan.
Allah SWT dalam mendidik, mengajar, membimbing manusia, banyak mengungkapkan beberapa kisah masa lalu baik untuk dicontoh dan dilakukan, ada juga yang harus dijauhi, jangan dilakukan. Semenjak dari kejadian Adam dan Hawaa, kejadian Nuh AS, Nabi yang berumur panjang, bertahan selama 1700 tahun sebelum banjir dan sesudah banjir.
Nabi Hud AS di tengah kaum Ad yang bertubuh kekar, kuat, tangguh dan perkasa, mampu mengerjakan teknologi pertanian yang hebat, sehingga mereka tidak percaya dengan Allah SWT dan menantang Nabi Hud AS untuk membuktikan adanya Allah SWT, sehingga Allah mendatangkan awan hitam dan pekat, tetapi mereka mengira ini adalah peristiwa alam yang biasa saja. Awan itulah media Allah SWT meluluhlantakkan mereka dan negerinya.
Nabi Shaleh AS hidup di tengah kaum Tsamud, ahli teknik sipil, mareka mampu menciptakan gunung menjadi bangunan dan gedung mewah, sehingga mereka mempertuhankan kemampuan dirinya, menganggap Allah SWT hanya imajinasi, fiksi dan legenda, Allah memberikan mukjizat dengan melahirkan seekor unta betina dari dalam gunung.
Tetapi mereka tetap tidak mempercayai Allah SWT mereka menganggap itu hanya sihir, mereka melanjutkan petualangannya dengan membunuh unta tersebut, akhirnya Allah meledakkan negeri dan orang-orang durhaka di negeri itu.
Semua kisah, cerita yang diabadikan Allah SWT dalam Alquran, setelah diselediki, diteliti, diekslporasi, dengan tenaga peneliti Antropologi, Geografi, Geologi, Fisika, Kimia dan Biologi, semua terbukti secara faktual. Alquran kebenaran yang hakiki, mutlak dan absolute, tergantung dari kadar pikiran, intelegensia, ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia untuk dapat memahami dan mengembangkannya menjadi sebuah teori, konsep dan paradigma dalam disiplin ilmu tertentu.
Pesan Alquran adalah informasi langit, firman Allah SWT yang masuk menghunjam ke dalam diri dan hati Nabi Muhammad SAW yang disampaikan kepada sahabat dan ummat, keasliannya terpelihara sepanjang masa. Tidak ada perubahan titik dan makraj semenjak Nabi Muhammad sampai hari ini dan akan datang.
Masa lalu yang digambarkan Alquran cerminan masa sekarang dan landasan untuk masa depan. Landasan utama yang dipesankan Allah SWT : “Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah sesungguhnya Allah maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang yang lupa kepada Allah, sehingga Allah menjadikan mereka lupa terhadap dirinya sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik. Tidak sama antara penghuni sorga dengan penghuni neraka dengan penghuni surga; para penghuni surga itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan. Sekiranya kami turunkan Alquran kepada sebuah gunung, pasti kamu melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu kami buat untuk manusia agar mereka berpikir.” (QS. Al-Hasyr (59): 18-21)
Manusia yang diselamatkan Allah adalah beriman dan bertaqwa. Beriman yang telah menyadari dan berkomitmen untuk senantiasa mentauhidkan Allah SWT, menyangkutkan diri dalam kuasa dan kehendak Allah SWT, tidak ada satu nafaspun yang keluar dari dirinya menyekutukan Allah dengan yang lain, Allah dan syariat-Nya yang dikedepankankan dalam panduan kehidupan.
Iman fundamentasi dalam diri, kokoh, tertancap dalam raga dan sukma, tercermin dalam kehidupan menjadi wujud taqwa. Ketaqwaan hidup, tumbuh dan subur dalam jiwa raga mukminin. Kuatnya iman meningkatkan signal ketaqwaan. Redupnya iman lemahnya signal ketaqwaan. Iman dan taqwa ibarat roh dengan nafas. Maka keimanan merupakan nikmat yang paling besar diberikan Allah kepada manusia, justru itu perlu di bangun dalam konsktuksi ketaqwaan yang benar, sehingga istiqomah, jangan sampai mati dalam kondisi tidak berislam.
Orang yang beriman dan bertaqwa diingatkan Allah SWT untuk senantiasa mengisi keimanan dan ketaqwaannya dengan karya kreatif yang mendatangkan sesuatu makna untuk kemasalahatan kehidupan berupa amal shaleh. Iman dan taqwa membuahkan adab, menghasilkan peradaban yang memberikan ketenangan, kenyamanan, ketentraman, dan kemaslahatan, untuk semua ciptaan Allah.
Kebajikan berupa amal shaleh yang telah di produksi oleh kaum beriman dan bertaqwa tersebut membuahkan hasil peningkatan iman dan ketaqwaan dalam dirinya. Menyebar luaskan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan dalam kehidupan bermasyarakat, bersosial, berbangsa, bernegara dan percaturan pergaulan dunia. Dalam percaturan dunia mendatang perdamaian dan ketentraman.
Semua yang dilakukan manusia tidak satupun luput dalam perhitungan Allah SWT. Allah maha teliti, tidak merugikan kredit point yang dihasilkan oleh hamba-Nya. Semua dibalasi Allah SWT dengan balasan yang berlipat ganda, seperti yang difirmankan-Nya.
"Dan orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, kelak akan kami masukkan ke dalam sorga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Dan janji Allah itu benar. Siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah?” (Qs. An-Nisak (4): 122)
Orang yang beriman dan bertaqwa perlu berkaca, bercermin, belajar, memahami dengan benar dan seksama estafeta kehidupan, semenjak dari penciptaan manusia sampai nanti menemui Allah SWT di akhirat kelak. Jatuh bangunnya peradaban manusia karena kelalaian manusia itu sendiri.
Manusia yang lupa kepada Allah, Allah juga melupakan manusia tersebut, sehingga Allah SWT mengirimkan azab dengan berbagai ragam eksekusi, banjir, menghanyutkan seluruh aset yang dibanggakan, angin topan yang menerbangkan semua yang mereka cintai, dentuman keras memekakkan membuat mereka mati seketika.
Manusia secara nurani mempercayai adanya Allah SWT dan merasakan nikmat yang sudah diberikan Allah, tetapi dengan kekuatan yang ada pada dirinya berupa kemampuan, kekayaan, pengaruh, berusaha melupakan Allah, sehingga menyatakan bahwa yang ia peroleh adalah atas kemampuan dirinya. Tidak ada nikmat dan keberkahan Allah, tetapi kemampuan dia mengekploitasi segala potensi yang tersedia di alam, kemampuan dia mempengaruhi semua, sehingga ia memperoleh kejayaan. Di saat itulah Allah SWT melupakan mereka, dan memberikan mereka puncak kenikmatan, sembari menunggu azab Allah di dunia dan di akhirat.(BERSAMBUNG KE BAGIAN KEDUA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar