Menjemput Sejarah Muhammadiyah di Sukomananti dan Padang Tujuah nan Unik (IV) - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

31 Desember 2021

Menjemput Sejarah Muhammadiyah di Sukomananti dan Padang Tujuah nan Unik (IV)

DI NAGARI Aua Kuniang, Kecamatan Pasaman, Pasaman Barat, warga Muhammadiyah pada mulanya hanya ditemukan di Jorong Sukomananti dan Padang Tujuah. Di Jambu Baru hanya ada satu keluarga, yakni keluarga Muhammad Rasyid.

MUSRIADI MUSANIF, S.Th.I

Unik memang. Di tengah-tengah masyarakat yang sebagian besar anak nagarinya tidak ingin bergabung dengan Muhammadiyah, Persyarikaran ini tumbuh subur, kendati harus berhadapan dengan situasi sosiologis yang amat berat. Bahkan dalam mengamalkan Islam pun, mayoritas warga mengikut kepada tokoh umat Buya Lubuak Landua dan ormas Tarbiyah Islamiyah.


Sejak periode awal hingga kini, pendiri, penyokong utama, dan penggerak Muhammadiyah terlihat berasal dari kalangan saudagar, pedagang di Pasar Padang Tujuah, sopir, dan para pegawai, baik pegawai kantor maupun tenaga pengajar. Di sinilah salah satu letak keunikannya.


Pusat gerakan ada dua, yakni Sukomananti dan Padang Tujuah, tetapi secara organisatoris keduanya berada dalam satu Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM). Di Sukomananti, pada periode awal eksistensinya, kegiatan dipusatkan di Gedung SD Muhammadiyah Sukomananti dan di rumah-rumah penggeraknya, seperti rumah H. Lanin dan rumah Hj. Jamilah yang akrab disapa dengan Nek Mila.


Di Padang Tujuah, kegiatan-kegiatan dipusatkan di Mushalla Al-Mukiminin yang pada waktu itu lebih dikenal dengan Surau Nek Malah, karena mushalla itu didirikan Hj. Jamilah yang akrab disapa Nek Malah, bersama saudaranya Bastiah, dan sejumlah warga Muhammadiyah yang berdomisili di seputaran Pasar Padang Tujuah hingga Guguak Tigo dan Jambu Baru.


Bila ada kegiatan berskala ranting, maka warga Muhammadiyah dari Padang Tujuah akan beramai-ramai datang ke Sukomananti. Bahkan untuk pelaksanaan Shalat Idul dan Idul Adha, juga dipusatkan di halaman SD Muhammadiyah Sukomananti dan sejak dua dasawarsa belakangan, dipindah ke Komplek Muhammadiyah Tapalan yang lebih luas dan representatif, masih dalam wilayah Nagari Aua Kuniang.


Sekretaris Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Pasaman Barat Mizlan dan Sekretaris Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Pasaman Ardinan mengakui, sesungguhnya bila mencermati banyaknya anak, cucu, dan cicit para pelopor Muhammadiyah di Sukomananti dan Padang Tujuah, sejatinya Muhammadiyah di situ sudah berada pada periode kejayaan. Tapi itu tidak terjadi, karena terindikasi anak, cucu, dan cicit para pelopor itu tidak seutuhnya mewarisi semangat bermuhammadiyah unyang, nenek, dan para orangtua mereka.


''Inilah yang akan kita gerakkan kembali. Keluarga besar pelopor dan penyangga utama Muhammadiyah tempo doeloe harus kita konsolidasi, sehingga kejayaan Muhammadiyah Sukomananti bisa dijemput kembali,'' kata Mizlan dan Ardinan.


Pelopor Muhammadiyah sesungguhnya juga terbilang banyak, selain nama-nama yang sudah disebutkan pada edisi-edisi sebelumnya tulisan bersambung ini, di Komplek Pertanian ada Saliah, Caniago, di Pasar Padang Tujuah ada H. Ubah dan H. Tambi. Sedangkan di Guguak Tigo ada Muhammad Syarif.


Di Sukomananti ada Ahmad Falak yang berasal dari Sungai Jernih, Talu. Beliau menikah ke Sukomananti dan berdomisili di Kampuang Serong. Di kampung ini, pernah tercatat warga dan simpatisan Muhammadiyah terbanyak. ''Kalau anggota dari Kampuang Serong dan Padang Tujuah belum datang, maka lapangan ini akan terasa sepi saat Shalat Id,'' kata Mizlan.


Salah seorang putra Ahmad Falah yang amat dikenal di Muhammadiyah bernama Mukhlis. Dia adalah seorang guru yang berperan aktif dalam memperkuat posisi pendidikan Muhammadiyah di Sukomananti bersama Damisar, Yubhar, Fahri, Fauzul, serta B. Matondang dan Syamsuddin Lubis.


Khusus untuk nama yang tersebut di awal yakni Damisar, saat ini masih aktif membina kegiatan-kegiatan di Masjid Taqwa Muhammadiyah Tapalan. Beliau juga terbilang unik. Betapa tidak, beliau adalah guru Muhammadiyah yang diterima dengan baik mengajar di sekolah yang nonorganisasi Muhammadiyah. Beliau juga amat dipercaya menjadi khatib tetap di masjid Komplek Pertanian, sebuah masjid yang jemaahnya kebanyakan adalah pegawai Area Development Project (ADP) West Pasaman; sebuah institusi bentukan pemerintahan Republik Federal Jerman untuk pengembangan wilayah Pasaman Barat.


BACA JUGAMenjemput Sejarah Muhammadiyah di Sukomananti-Padang Tujuah nan Unik (III)


Posisi Damisar yang seperti itu, jelas sangat menguntungkan bagi Muhammadiyah Sukomananti. Hingga pertengahan 1980-an, warga Muhammadiyah Sukomananti dan Padang Tujuah belum punya masjid untuk menunaikan Shalat Jumat sendiri. Sebagian besar warga Muhammadiyah, terutama yang berdomisili di Kampuang Kubu, Pertanian, dan Padang Tujuah, menunaikan Shalat Jumat di masjid binaan Damisar dan Saliah di Komplek Pertanian itu. Di masjid ini, pelaksanaan Shalat Jumat sejak semula sudah mendekati panduan dari Majlis Tarjih Pimpinan Pusat Muhammadiyah.


Sedangkan yang berdomisili di Kampuang Serong dan Sukomananti, menunaikan Shalat Jumat di Masjid Raya Aua Kuniang yang pelaksanaan rangkaian aktifitas ibadah Shalat Jumatnya, belum sejalan dengan Keputusan Majlis Tarjih Pimpinan Pusat Muhammadiyah.


''Semoga dengan mengingat kembali peran para pelopor, pendiri, pengembang, dan penyangga utama Muhammadiyah Sukomananti dan Padang Tujuah ini, Muhammadiyah kembali bangkit dengan jumlah anggota dan simpatisan yang demikian besar, berdasarkan garis kekaderan biologis,'' sebut Mizlan dan Ardinan yang beberapa tahun belakangan terlihat fokus pada konsolidasi keanggotaan dan organisasi.(MUSRIADI MUSANIF, bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad