OPINI PITRETKITA.net - Manusia makhluk Allah SWT yang paling unik, sempurna dan diberikan jabatan strategis sebagai wakil-Nya (khalifah) di muka bumi. Manusia memiliki multidimensi dibandingkan dengan makhluk Allah yang lain, katakanlah hewan dan tumbuhan.
Pertama, manusia di satu sisi sebagai makhluk biologis, memiliki antomi sturuktur fisik sempurna, lengkap dan tidak ada tandingan dengan makhluk lain, dalam Alquran disebut dengan basyar QS Al-Kahfi (18): 110: Katakanlah (Muhammad); sesungguhnya aku ini seorang manusia seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa.
Sebagai makhluk biologis, manusia memiliki identitas diri sekumpulan kualitas kepribadian (personality), sikap, penampilan (performance) dan penampakan fisik yang memiliki keunikan, menjadi pembeda dengan individu yang lain.
Kedua, manusia memiliki potensi untuk mendapatkan, mempelajari dan menganalisis fenomena alam, memberikan penguatan terhadap dirinya, dalam Alquran disebut dengan al-insan QS At-Tin (95): 4; Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
Potensialitas itu, penguatan diri mencapai tingkat kepakaran yang tinggi, yang bermuara kepada kebaikan dan keburukan. Manusia membangun kekuatan diri dengan karakter, sifat yang melekat pada diri akibat melakukan serangkaian pembinaan, pendidikan dan pembiasaan. Kualitas diri pada individu manusia membedakannya dengan individu yang lain.
Ketiga, manusia yang memiliki potensialitas humanis dan kekuatan rasional, juga memiliki kekuatan spiritual yang senantiasa berbakti, mengabdi kepada Allah SWT tetapi dalam wujud yang dapat di lihat secara ragawi, tidak sama dengan jin yang tidak dapat terlihat secara kasat mata: QS. Az-Zariyat (51): 56“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan mereka beribadah kepada-Ku. Manusia memiliki potensi spiritualitas dan religiusitas mendekat kepada Allah SWT dengan perangkat ritualitas.
Keempat, manusia memiliki potensi berinteraksi dan berjejaring secara sosial (human being). Alquran menyebutnya dengan an-nash QS.Al-Hujurat (49) : 13 Wahai manusia sungguh Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa, dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh yang paling mulia dari kamu di sisi-sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa. Sungguh Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.
Manusia makhluk yang tidak dapat melangsungkan kehidupan dirinya, tanpa manusia dan segenap makhluk hidup lainnya dalam satuan sistem ekologis yang kompleks. Kompleksitas ekologis tercermin dari kualitas biodeviersity (keanekaragaman hayati). Suku, bangsa dan bahasa entitas sosial yang menjadi pembeda dengan yang lainnya.
Kelima, manusia secara universal memiliki akar keturunan yang sama, dari Nabi Adam AS yang berkembang biak dan beradaptasi dengan lingkungan sekitar, sebagai bagian dari proses antropologis. Proses ini menghasilkan tatanan budaya, adat istiadat dan peradaban bangsa serta peradaban dunia.
QS. Al-Araf (7) : 31“Wahai anak cucu Adam pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap memasuki masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.
Manusia diperintahkan menata kehidupan yang baik, rapi, komplek, jangan melakukan proses konsumerisasi yang berlebihan, tetapi menjaga sustainable (kelangsungan) sumber daya alam dari generasi ke generasi. Orang yang berlebihan tidak disukai Allah SWT, sehingga ia termasuk orang-orang yang mendurhakai Allah SWT. Membuat kerusakan, eksploitasi sumber daya alam yang ugal-ugalan dalam rangka menumpuk kekayaan untuk beberapa turunan ke depan.
Lima sisi manusia dalam multiperspektif tersebut, jika diteliti lebih dekat, diintegrasikan dalam kerangka biologis, psikologis, humanis, sosiologis, dan antropolis, sehingga hanya mimiliki dua dimensi, rohani dan jasmani.
Jasmani kerangka utama manusia yang termuat dari saripati tanah, sementara rohani merupakan bagian dari Allah SWT yang dititipkan kepada manusia untuk berkembang sehingga menghasilkan sesuatu untuk kelestarian sumber daya alam. Jasmani memiliki keterbatasan sesuai dengan kekuatan desain awal dan pemanfaatan serta pemeliharaannya.
Rohani kekal abadi dan bertemu kembali dengan Allah SWT dengan segala pertanggungjawabannya. Rohani manusia diberikan oleh Allah SWT pasangan yang senantiasa berdialog dan beroposisi yaitu syetan, senantiasa membolak-balikkan jiwa manusia sesuai dengan tingkat kekuatannya masing-masing. Lalu lintas dialogis syetan dengan manusia melalui tiga jalur utama.
Pertama, jalur syahwat, yang dapat menjatuhkan manusia dalam limbah makhsiat, pornografi, pornoaksi, perzinaan, LGBT dan berbagai penyimpangan seksualitas lainnya. Kedua, ghadhab, menjerumuskan manusia dalam perbuatan kemungkaran, penganiyaan dan penistaan terhadap orang lain; korupsi, kolusi, nepotisme, kriminalisasi, dan perbuatan destruktif lainnya. Ketiga, hawa, kejahatan yang sistemik, struturalis, massif, kontaproduktif dan agitatif.
Roh atau jiwa sering disebut dengan an-nafs mempunyai dua daya (the power of person) pertama daya berpikir yang disebut dengan akal. Kedua, daya rasa yang disebut dengan qalbu. An-Nafs senantiasa membawa diri manusia ke jalan kesesatan akibat berkolaborasi dengan syetan disebut dengan an-nafs ammarah.
An-nafs yang tidak konsisten dengan kebaikan, tetapi senantiasa bolak balik, terkadang baik dan terkadang berbuat buruk disebut dengan an-nafs lawwamah. Sedang an-nafs yang telah berkomitmen lurus untuk senantiasa berbuat kebaikan dan tertuju kepada Allah SWT disebut dengan an-nafs muthmainnah.
Puasa merupakan sebuah treatment Ilahi yang diberikan kepada khusus orang-orang yang telah berkecendrungan untuk senantiasa tertuju kepada Allah SWT dalam bahasanya, orang-orang beriman QS. Al-Baqarah (2): 183 “Hai orang-orang yang beriman diwajibkan kepada kamu berpuasa sebagai mana juga telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu semoga kamu bertaqwa.”
Outcome puasa adalah taqwa yang digambarkan dalam QS. Al-Baqarah (2) 177 “Kebaikan itu bukanlah menghadapkan wajah ke arah timur dan barat, tetapi kebaikan itu adalah beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang dalam perjalanan, peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji dan orang-orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan masa peperangan, itulah orang-orang yang benar dan orang-orang yang bertaqwa”.
Dalam ayat lain QS Ali Imran (3):133-136 “Dan bersegeralah kamu mencari ampunan Tuhan dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa. Orang yang berinfak diwaktu lapang maupun sempit, orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan juga orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri segera mengingat Allah lalu memohon ampunan atas dosa-dosa, dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui. Balasan bagi mereka adalah ampunan Tuhan mereka dan surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah sebaik-baik pahala bagi orang-orang yang beramal”.
Taqwa berbasis sadiqun dan taqwa berbasis ihsan. Taqwa berbasis sadiqun meningkatkan kebaikan, menjadi sesuatu yang dinamis dan transformatif dalam wujud keyakinan yang lurus kepada Allah dan terpancar dari ketulusan dalam mengerjakan kebaikan (kesalehan) sosial, voluntry, philantropy, berbagi dengan kerabat, dhuafa dan mustadafin.
Menjaga hubungan vertikal dan horizontal, vertikal terkait dengan ibadah kepada Allah, horizontal kewajiban mengeluarkan hak orang lain dari harta benda dan penguasaan aset pada diri. Sabar dalam ujian yang diberikan Allah berupa penderitaan pada saat susah dan diwaktu konflik. Taqwa berbasis ihsan, senantiasa menjaga konsistensi hubungan vertikal dan horizontal dan fokus kepada Allah SWT.
Hubungan vertikal menjadikan Allah SWT sebagai pengawas utama yang melekat dalam setiap saat dan di tempat mana saja, sehingga saat tertentu mengalami kekhilafan, kesalahan dan terlanjur dalam perbuatan keji dan munkar, cepat, segera untuk bertaubat kepada Allah dan meninggalkan perbuatan tersebut, sehingga kembali ke wilayah ketaqwaan.
Latihan sebulan penuh di bulan suci Ramadhan dapat mengaktifasi dan mendinamisasi an-nafsu (jiwa pada manusia) bertansformasi ke arah An-Nafsu Muthmainnah, senantiasa tertuju ke pada Allah SWT dengan menempuh jalan kebaikan (ketaatan dan ketaqwaan).
Tahapannya membiasakan untuk senantiasa tidak melakukan sedikitpun hal-hal yang berbau dosa (thakalli), mengisi waktu dan kesempatan dalam kebaikan diri, kebaikan sosial, kebaikan kemanusiaan (tahalli), menuju keridhaan Allah SWT (tajalli).(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar